Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Nassar-Mudzalifah Dijual Murah

8 Januari 2015   18:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:33 1337 13
1. Program infotainmen miskin kreativitas. Tak pelak lagi, mereka yang bekerja di pemberitaan selebritas tidak bisa mengeksplorasi kemampuannya, untuk tidak mengatakan bahwa mereka minim kemampuan. Mereka tidak bisa membedakan mana berita-berita bernilai headline, dan mana yang kategori highlight. Infotainmen TV di negeri ini menaruh berita sepele menjadi berita utama hanya karena menuruti selera ibu rumahtangga pinggiran yang pagi-pagi ngerumpi karena tidak punya pekerjaan lain selain memasak dan mengurusi anak. Produksi berita yang cenderung ala kadarnya ini mirip sinetron kejar tayang. Asal tahu saja, ada beberapa TV punya dua hingga tiga program infotainmen di pagi, siang, sore, bahkan malam. Durasi panjang dan wajib terisi materi ini tidak diimbangi dengan dinamika selebriti negeri ini dan kualitas peristiwa, sehingga ketika muncul kehebohan kecil pun lantas menjadi berita panjang karena dipanjang-panjangkan, berhari-hari, mirip pembunuhan berantai. Tak jarang bahkan muatannya dipaksa-paksakan, misalnya banjir di Bandung, atau meletusnya Sinabung, atau jatuhnya pesawat AirAsia maka yang diwawancara adalah artis yang sama sekali tidak nyambung. 2. Nassar dan Mudzalifah ketagihan disorot kamera. Di negeri seberang, tak sedikit artis menolak diwawancarai. Bintang-bintang Hollywood bahkan sering dikabarkan cekcok dengan reporter televisi. Desy Ratnasari pernah bungkam saat diadang wartawan. Mereka sadar bahwa pemberitaan atas dirinya bisa menjadi racun karena menyangkut rahasia pribadi dan aib. Tetapi Mudzalifah sebaliknya. Ia seolah justruĀ  senang diinterview wartawan. Wajahnya girang dikurung kamera, dan menangis tersedu sedan di waktu yang berbeda. Nassar? Setali tiga uang! Sesungguhnya fenomena ini menjangkiti hampir seluruh artis -- atau mereka yang mengaku dirinya artis -- di negeri ini. Muncul di layar TV adalah kegembiraan tersendiri dan bisa dibanggakan pada teman-teman, tak peduli kemunculannya itu menggendong khilaf maupun aib. Mereka lebih mementingkan aktualisasi daripada menyembunyikan masalah untuk diri pribadi. Gila publikasi itu bahkan kini dianggap "iklan gratis", daripada membayar iklan hitungan detik di TV yang nilai rupiahnya selangit. Padahal, belum tentu diberitakan oleh infotainmen seseorang lantas naik popularitas. Anda ingat Rinada? September tahun lalu, adegan mesum penyanyi satu ini menghebohkan jagat Indonesia. Ia berpakaian PNS Bandung kala berbuat mesum, lalu videonya disebarkan mantan suami. Apakah kemudian Rinada terkenal dan kini menjadi penyanyi papan atas meski infotainmen memberitakannya bertubi-tubi?
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun