Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Buto Ijo Penguasa Danau Air Minum yang Tak Bemoral

23 Januari 2012   03:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:33 187 0
Disebuah negeri sayur asam yang sebelumnya bagian dari negeri sayur waluh, tersiar kabar merebah penyakit mati peluh (tidak berkeringat). Tapi anehnya penyakit ini hanya menyerang wong cili, sementara wong gede (saudagar) tidak tersentuh oleh penyakit ini.

Para tabib dan sang penyairpun mulai dikumpulkan, diajak untuk memecahkan persoalan ini, dan tak kalah menarik para petinggi negeri sayur asam pun dikabari, supaya menyikapi kondisi ini. Semua bekerja sesuai bidang tugas dan wewenang serta kemampuannya, para tabib mendeteksi penyakitnya, penyair memantarakan dengan media yang ada, baik cetak atau online, facebook, twitter, blog, bbm, web, dan lain lain, semua tidak membawa hasil.

Sementara dari kasta kesatria sayur asam, mulai dari OB, staaf, kasi, pengawas, sampai tingkat livel teratas, sudah di kabarkan, namun hasil tak kunjung datang.

Dengan penuh putus asa, dalam keheningan, ketika semua sudah berkumpul, akhirnya sang tabib membuka bicara, mengatakan bahwa penyakit yang menyerang wong cili bersumber dari air.

"Karena kurangnya suplai air dalam tubuh, maka mereka terserang penyakit mati peluh, sementara wong gede, dan golongan kasta kesatria mampu memenuhi kebutuhan tersebut", kata tabib sambil melirik kesamping, yang ternyata dalam diskusi tersebut, butu ijo penguasa danau air minum menguntil pembicaraan mereka.

Setelah seminggu rapat pun digelar termasuk melibatkan butu ijo sang penguasa danau air minum yang malas dan mata duitan. Dalam kesempatan itu butu ijo meminta supaya air yang dikuasainya bisa dijual ke saudagar kayaraya yang kebetulan membutuhkan air dalam jumlah banayak, namun tidak ada terlintas dalam pikiran butu ijo bahwa masyarakat terserang penyakit mati peluh karena kekurangan air. bahkan butu ijo menjanjikan keuntungan besar, dan meminta pihak penguasa negeri agar berinvestasi diproyek tersebut.

Untungnya ada penyair sekaligus pengawas danau air minum, yang selama hidupnya selalu membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan menyela pembicaraaan, dan sekaligus mempertanyakan ide gila butu ijo yang tidak tau malu. Mermintaan butu ijo jelas dibantah oleh sang penyair hebat dari negeri sayur asam, dia mempertanyakan dan mempersoalkan investasi yang dimaksud butu ijo bulu kekek, menurutnya investasi yang dilakukan boleh-boleh saja, tapi bagai mana dengan pelayanan air minum dari danau tersebut, apakah masyarakat juga bisa merasakan air minum yang dijaga butu ijo dengan upah 5 kutau lebih (kutau=mata uang negeri sayaur asam).

"masyarakat diserang penyakit mati peluh karena kekurangan air, itu kerena ulahmu butu ijo tengik, selain kerjamu lamban juga tidak pernah berpikir bahwa danau itu dibuat untuk masyarakat, bukan para saudagar. Dahulukan dulu masyarakat sayur asam baru saudagar-saudagar itu dilayani, apalagi uang yang ingin diinvestasikan itu adalah uang masyarakat, masa mereka justru tidak mendapat manfaat.", kata penyair segaligus pengawas yang jujur dan hebat.

Tapi apa boleh dibuat namanya juga butu ijo, selain tulu dan bodoh tapi juga tidak pernah memikirkan masyarakat, walaupun kondisi masyarakat semakin hari semakin parah diserang penyakit mati peluh. kini kita hanya bisa berharap, sekarang tinggal sikap raja negeri sayur asam, masyarakat berharap sapa tau dengan fatwa Raja sayur asam butu ijo bisa manut, jika tidak tak ada pilihan lain kecuali menunggu ajab Sang Pencipta.

Cerita ini menggambarkan seorang butu ijo yang diberikan wewenang, karena tidak bermoral baik sehingga dia menyalahgunakan wewenang yang diberikan, dan pada cerita selannjutnya semoga Sang Raja menarik dan mencabut wewenangnya untuk butu ijo, agar masyarakat jadi damai dan tentram terhindar dari penyakit mati peluh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun