Egoless adalah kebalikan dari ego itu sendiri, yang bisa diartikan sebagai tanpa ego. Sehingga, saat kita memiliki suatu keinginan, ego tersebut kita singkirkan untuk sementara waktu. Dengan begitu, kita bisa mengakses kondisi egoless yang konon katanya menenangkan jiwa dan pikiran. Tapi, siapa yang bisa hidup tanpa ego di era serba narsistik ini? Mungkin hanya beberapa pertapa di puncak Himalaya yang bisa.
Kita harus menyadari bahwa ego kita adalah teman spiritual kita, sejak kita lahir ke dunia hingga kita mati kelak. Ego adalah teman yang tidak pernah meninggalkan kita dalam kondisi apapun. Ya, teman sejati yang selalu ada, bahkan ketika kita merasa paling sepi sekalipun. Karena ego adalah bagian dari pikiran kita, selama otak kita masih aktif maka ego akan selalu ada dan menemani sampai nanti. Oh, betapa setianya ego ini, tak pernah absen dari kehidupan kita.
Jika selama ini kita selalu melibatkan ego dalam memutuskan setiap keinginan kita dan berujung pada penyesalan saat pengharapan tidak sesuai dengan keinginan awal, maka mungkin saatnya kita mencoba mengakses kondisi egoless. Ego juga sangat berpengaruh pada kehidupan kita dalam bermasyarakat dan berinteraksi dengan orang. Tentu saja, ego seringkali menjadi biang kerok dari segala drama kehidupan yang kita hadapi. Siapa yang butuh sinetron ketika kehidupan nyata kita sudah penuh dengan intrik dan konflik yang disebabkan oleh ego?
Kebanyakan dari kita masih sangat mendominasi dengan ego dalam pikiran kita. Akibatnya, banyak keinginan-keinginan yang muncul berlandaskan ego, menimbulkan keruwetan dalam otak kita yang membuat kita sulit mengakses kedamaian pikiran. Kenapa pikiran kita sulit damai?Â