Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Kompilasi Afeksi #2

24 Juni 2011   09:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:13 233 3
sebelum baca ini, terlebih dulu simak Kompilasi Afeksi

~ Coldplay – Shiver ~

Saya vakum untuk beberapa tahun. Vakum tidak afeksi. Setelah kejadian dengan Si Ubur – Ubur, saya agak malas memulai proses pendekatan lagi. Mungkin saya lupa tata cara mendekati lawan jenis karena terlalu lama menipu titit dengan sabun. Kalau cuma sekedar tertarik sih sering. Tapi lebih ke urusan fisik dan menjurus ke nafsu. Hahaha.

Saya yakin saya punya bakat untuk mengetahui perempuan mana yang bakal deket dengan saya. Atau dengan istilah lain, bakat untuk mengetahui perempuan mana yang akan membuat saya galau. Bakat yang udah-aneh-ga-guna-juga. Walaupun baru pertama kali ketemu, saya bisa memprediksi kalo perempuan yang saya liat akan membuat saya galau, entah kapan. Termasuk dengan cerita ini.

Sebetulnya cerita kali ini hanya berlangsung singkat. Ibarat film, baru nayangin judul dengan huruf kapital, dua detik setelahnya langsung credit title. Singkat padat jelas. Jelas – jelas gagal.

Dua tahun saya kuliah, muncul angkatan 2007. Seperti biasa, angkatan tua selalu saja bermata elang untuk menemukan bibit unggul angkatan baru. Mahasiswi angkatan baru selalu terlihat lebih cantik dibanding angkatannya sendiri. Semua perempuan yang dianggap memiliki fisik jempolan udah diberi nama di bagian punggung masing – masing. Si itu punya si ini, si ini punya si itu. Hahaha. Kalau saya sih cuma memanjakan mata saja. Tak sampai memberi nama pada salah satu perempuan angkatan baru.

Penghujung 2007, saya yang sedang makan sore di kantin di depan kampus melirik meja sebelah. Dua perempuan sedang makan. Mukanya asing. Saya hafal muka pengunjung kantin, setiap hari saya makan di sana. Saya melebarkan pupil agar lebih banyak cahaya yang masuk. Biar ga siwer. Cakep – cakep. Salah satunya menyebabkan efek suara simbal dan harpa di kepala. Secara fisik, dia yang paling memenuhi persyaratan dan kriteria untuk menjadi subjek afeksi saya berikutnya. Hahaha. Kecil, lucu, dan biasa saja. Biasa saja di kalimat sebelum ini, dapat didefinisikan tak-perlu-dandan-untuk-menarik-perhatian-saya.

Setelah sore itu, saya ga pernah ngeliat dia lagi di kantin tersebut. Tapi saya percaya bakat saya.

Jreeeeeng. Suara harpa dan simbal kembali bertalu – talu. Tiba – tiba ia muncul di kampus dan membawa buku dalam dekapan tangannya. Judul buku yang sama dengan mata kuliah yang pernah saya pelajari. Itu menandakan kalo dia berasal dari kampus yang sama. Saya kira Ia anak kampus lain, ternyata satu jurusan dengan saya. Ia junior saya! Dan, masih tetap lucu! Haha.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun