Seribu lebih penumpang kereta api menandatangani petisi penolakan pencabutanpublic service obligation(PSO) pada kereta ekonomi jarak menengah dan jarak jauh. Pengumpulan ribuan tanda tangan petisi ini dilaksanakan secara serentak di sejumlah perjalanan kereta ekonomi pada Ahad (21/12/2014).
Aksi yang diinisiasi oleh Komunitas Pengguna Kereta Jarak Jauh (Kompak Jaja) dan paguyuban Pejuang PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad) ini berlangsung di sejumlah kereta, yakni kereta Senja Bengawan, Progo, Gaya Baru Malam, Brantas, Tawang Jaya, dan Gajah Wong. Kecuali Gajah Wong, semua kereta berkapasitas lebih dari 800 kursi penumpang.
Dalam rekap tandatangan yang dikumpulkan pada Senin (22/12/2014), diperkirakan diperoleh lebih dari 2.000 tanda tangan dukungan dari penumpang yang menolak pencabutan PSO pada kereta ekonomi.
Saya dan beberapa kawan yang memperoleh amanah untuk mengumpulkan tanda tangan di kereta Brantas berhasil mengumpulkan 200an dukungan dari penumpang. Kapasitas kursi kereta Brantas sendiri mencapai 800an penumpang. Terkumpulnya 200 tanda tangan ini tak berarti sisanya mendukung pencabutan PSO. Dari gerbong delapan saya dan kawan-kawan berjalan menuju gerbong satu menemui satu-satu penumpang tak ada yang menyatakan dukungan terhadap pencabutan PSO kecuali hanya 3 orang rombongan cewek di gerbong satu.
Semua penumpang pada dasarnya menolak pencabutan PSO, namun yang bersedia menandatangani petisi tidak semua penumpang. Kebanyakan hanya perwakilan mewakili rombongan keluarga mereka yang naik.
Menyelesaikan 'presentasi' dan meminta tanda tangan dari penumpang kereta Brantas dari gerbong pertama sampai delapan butuh waktu 4,5 jam. Sejak start dari Stasiun Solo Jebres, kami baru bisa selesai setelah kereta sampai di Stasiun Pekalongan.
***
Aksi penandatangan petisi penolakan pencabutan subsidi/public service obligation(PSO) ini dilakukan sebagai respon atas pengumuman PT. KAI tentang pencabutan public service obligation(PSO) atas kereta ekonomi jarak menengan dan jauh sehingga tarifnya mengalami kenaikan hampir 3x lipat.
Sekira 3 bulan sebelum tanggal 1 Januari 2015, tepatnya pada Selasa (30/09/2014), PT. KAI secara sepihak mengumumkan kenaikan tarif kereta api kelas ekonomi. Kenaikan ini disebabkan oleh dicabutnya public service obligation (PSO) terhadap kereta ekonomi jarak menengah dan jarak jauh (silakan bacadi sini).
Menurut Wakil Menteri Perhubungan periode sebelumnya, Bambang Susantono pencabutan subsidi kereta api jarak jauh disebabkan karena selama ini subsidi dianggap tak tepat sasaran. Katanya, pihaknya sudah melakukan survei di stasiun-stasiun besar seperti Pasar Senen dan Gambir (komentar saya: sejak kapan Gambir ada kereta Ekonomi).
Hasil survei, kata beliau, jumlah penumpang kereta jarak jauh tidak bisa memenuhi jumlah gerbong yang disediakan. Dari 8 gerbong yang disediakan, hanya 6 gerbong yang terisi. Tentu saja pernyataan itu tak berdasar. Dalam pertemuan kami dengan Ditjen Perkeretaapian, mereka tak bisa membuktikan data tersebut. Wamenhub, juga memberikan penjelasan lain. Menurutnya subsidi tarif kereta ekonomi akan dialihkan untuk KRL dancommuter.
Alasan terakhir lebih lucu lagi. Kalau memang PSO diberikan pada KRL, apakah lebih tidak tepat sasaran. Penumpang yang naik KRL tentu saja secara umum lebih kaya dan sejahtera dibanding penumpang kereta ekonomi. Dan tentu saja aneh jika PSO yang sumbernya dari APBN hanya diperuntukkan pada warga Jabotabek. (Baca:DPR Tolak Usulan Penghapusan Subsidi KA dan Alasan Pemerintah Dukung Pencabutan Subsidi KA Ekonomi).
Apa yang dilakukan oleh Pemerintah (Kemenhub) dan PT. KAI tersebut tentu saja bertentangan dengan Undang-Undang. Subsidi angkutan massal seharusnya merupakan kewajiban pemerintah sebagai bentuk pelayanan terhadap kebutuhan transportasi rakyat secara umum (kaya atau miskin). Jadi, PSO diberikan pada moda transportasi, bukan pada individu.
Dalam hal ini subsidi hanya diberikan pada kereta kelas ekonomi, yang memiliki standar pelayanan minimal, seperti yang tertera pada UU No 23 tahun 2007 tentang perekeretapian. Bagi mereka yang butuh pelayanan super nyaman, bangku empuk, ruang duduk luas dan waktu tempuh lebih cepat, ya monggo pilih kelas bisnis dan eksekutif yang lebih mahal.
Ketentuan lebih detail bisa dibaca pada aturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2009, dan Peraturan Presiden No. 53 tahun 2012. Di dalamnya dengan tegas disebutkan, subsidi bagi kereta ekonomi merupakan bentuk kewajiban pemerintah untuk pelayanan publik. Dan subsidi dapat diberikan oleh menteri, juga oleh pemerintah daerah melalui alokasi anggaran yang bersumber dari APBN.
Sebagai peraturan teknis pelaksananya, Peraturan Menteri Perhubungan No. 5 tahun 2014, yang berlaku sejak 3 Maret 2014, mengatur penetapan tarif subsidi bagi tiap kereta Ekonomi di Indonesia. Jika Permen ini tidak dicabut, maka artinya PT. KAI melanggar aturan Menteri Perhubungan.
***
Alhamdulillah setelah memperoleh desakan dari banyak elemen masyarakat, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berkenan memberikanPublic Service Obligation(PSO) atau subsidi kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 1,523 triliun. Walaupun separuh lebih dananya untuk subsidi keretacommuter, kereta ekonomi jarak jauh masih mendapatkan jatah subsidi per 1 Maret 2014 sampai dengan bulan Juni 2014 (Baca: Mulai Maret, Tiket Kereta Api Turun).