Hari itu aku tidak masuk sekolah. Demam. Menggigil. Badan pegal-pegal. Menurut diagnosa Melianus, aku kena malaria. Entahlah. Aku juga malas periksa ke dokter.
__________
“Pak Guru, sa bawa obat dari hutan,” kata Melianus sambil menunjukkan beberapa lembar daun. Lebarnya hampir sama dengan daun waru kira-kira. Tapi ada duri-duri lembut di permukaannya.
“Daun apa itu?”
“Daun gatal, Pak Guru. Ada yang kasih nama daun bungkus.”
“Terus bagaimana pakainya?”
“Pak Guru lepas baju, terus tengkurap.”
Aku menurut. Lalu Melianus menggosok daun-daun itu ke punggungku. “Nanti Pak Guru rasa gatal, tapi jangan digaruk ee....”
Benar. Beberapa menit kemudian punggungku terasa gatal dan panas. Punggungku memerah, sedikit melepuh. Duri-duri lembut daun itu ternyata menancap di punggungku.
“Aiih, gatal dan panas, Melianus...!!!”
“Tahan sebentar, Pak Guru. Nanti hilang sendiri.”
Ya, beberapa menit kemudian, rasa gatal dan panas memang mulai berkurang dan akhirnya tak terasa lagi. Badanku pun terasa lebih segar dan ringan. “Ah, ko punya daun memang hebat, Melianus. Segar sa punya badan sekarang.”
“Pak Guru, daun ini juga bisa bikin besar Pak Guru punya kemaluan.”
“Ah, masa? Caranya?”
“Ditumbuk sampai halus, terus dioles. Nanti Pak Guru punya kemaluan jadi besar macam kaleng sprite.”
“Wah..., kalo begitu besok ko petik lagi banyak-banyak eee... kasih ke saya.”