Jadi cerita ini saya ambil dari teman saya yang mulai meminimaliskan pakaiannya di cabang gamis. Oiya sebelumnya, kalau ngomongin "
minimalisme" itu bukan soal seberapa dikit atau banyak barang yang  kita punya, alias tidak ada limit harus punya barang misalnya under 50, karena kebutuhan kita berbeda. Bukan pula soal ke-estetikan, monokrom atau colorful. Tapi soal esensialis, mengurangi akses, pastikan yang kita miliki itu esensial buat kita dan terpakai alias dapat dipertanggungjawabkan. Dalam bukunya Francine Jay, selain fundamental, mindset, didalamnya juga mengajarkan untuk menyikapi perbedaan minimalis vs maximalis dalam lingkungan keluarga dan pertemanan. Sependek pemahaman saya, "minimalisme" ini sebelum menjadi tren memang konsep dari budaya Zen (buddhishm) yang identik dengan kejepangan sejak zaman dulu, dalam Islam sendiri semacam zuhud.
KEMBALI KE ARTIKEL