"Apakah ini benar-benar pusat kebudayaan, hatiku bertanya?". Kota yang dulunya bernama Kasbah dengan tembok pertahanan yang ditinggali bangsa Moor ini menarik perhatian pelaut dan pejalan sepertiku ini. Jalanan mulai berliku untuk ditelusur. Tata kota memamerkan apa yang tidak pernah dalam bayanganku sebelumnya. Kastil masih berdiri megah. Menjelma menjadi museum seni kontemporer. Cerobong kapalpun tak lagi tampak ujung atasnya. Menandakan posisiku mulai menjauhi.
Palma yang kutahu secara geografis hanyalah kota besar di kepulauan Balearik Negara Spanyol. Kapalku memasuki wilyah ini lantaran trayek wisatanya ada di Meditteranean. Pulau ini berada di tengah dimana naik ke atas arah utara masih wilayah Spanyol yaitu Barcelona. Kalau lurus ke barat kita berada di kota Valencia. Kedua kota tersebut juga menjadi destinasi sebelumnya.
Siang itu rombonganku terdiri dari teman dari berbagai department yang kebetulan sefrekuensi. Lelah jalan tak jadi soal, hati senang mengganti semua. Kultur pejalan lokal memberi pelajaran banyak tentang bagaimana kita tertib di dalam lalu lalang. Tak asal nyebrang, tak asal ngebut sampai tujuan bagi pengendaranya.
"Ini yang di tempat kita, isine kaki lima mas trotoar ini", celetuk salah satu rekan saat menanti rambu hijau penyebrangan.