Berderet penjual durian
Dengan picku up penuh
Durian montong, durian lokal, durian syurga
Terpal digelar pesta di kibar
Siapa berduit, durian rasa selangit
Sepanjang Jalan KH Mukmin
Mobil mewah mampir menepi
Dua pria tambun bersila diterpal
10 durian super dipesan
Penjual siap melayani dua raja berdasi
Dibawah kaki langit tengah hari
Santapan nikmat, jamuan mewah
Sepanjang jalan KH Mukmin
Dua anak jalanan meneguk ludah
Diantara polusi terbakar sepanjang trotoar
Kaleng ditabuh iringi konse
“ Itu buah raja kak, ”, nanar adiknya
Melihat lahap pria tambun menyantap tanpa palingkan kepala
“ Buah raja , buah beracun kata ibu “.
“ Ibu, bilang begitu karena tak mampu membeli, dik “ kakaknya berbisik
Menyela percakapan lirih di antara lantunan lagu
Sepanjang jalan KH Mukmin
Pria tambun mengulurkan recehan,
Usai konser anak jalanan
“ Cuma 200 rupiah, kak “, bisik adiknya
Dasar raja pahit, dasar raja pelit “, umpat sang kakak lirih
Siang itu mengudar cerita, buah raja dan sang raja jumawa
Anak langit mengecap fatamorgana
Sepanjang jalan KH Mukmin
Satu dari pria bertambun tiba-tiba terjerembab
Kedua dada dipegang, pupil mata terbeliak
Nafas setarikan rasa berat
Kalut tumpah, meregang azal
Tubuh terkapar diatas terpal
Dua anak jalanan meneguk ludah
Hilang selera akan buah diraja
Gemuruh sontak menghujam sesal
Abaikan pesan sang Bunda
“ Benar kata ibu ! “
“ Kata ibu memang benar ! “
“ Buah raja, membunuh raja “
Pekik suara tersumbat di trakhea
( Bersit syukur dihati mungilnya
Di atas pemilik Penguasa Semesta
Keterbatasan menyelamatkan nyawanya )
( Sidoarjo, 28/1/2012 )