Kemiskinan masih menjadi persoalan akut yang melanda bangsa Indonesia. Persoalan kemiskinan umumnya dilihat dari segi banyaknya pengangguran sehingga sulit memenuhi kebutuhan hidup.
Namun demikian, pada dasarnya kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lain. Kompleksitas dan keberagaman kemiskinan ini tergantung pada kondisi utama yang dihadapi masing-masing daerah. Karena itu, upaya penanggulangan kemiskinan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga oleh pemerintah daerah.
Seiring dengan penerapan otonomi daerah, pemerintah daerah dapat menjadi pelaku strategis dalam melakukan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Ini sesuai dengan amanat konstitusi dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan amanat konstitusi tersebut dan seperti telah dijabarkan dalam RPJM nasional 2010–2014, tujuan penanggulangan kemiskinan adalah mewujudkan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progresif agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat, serta menurunkan jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan. Ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mendukung pencapaian tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau MDGs).
Selanjutnya, strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan di daerah hendaknya disusun berdasarkan jenjang hirarkhi perencanaan yang sudah ditetapkan acuan generalnya secara nasional. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kesinambungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat sehingga tidak keluar dari kerangka umum yang sudah ditetapkan.
Di samping itu, hirarki perencanaan itu dimaksudkan agar penanggulangan kemiskinan benar-benar efektif tanpa menafikan visi dan misi kepala daerah bersangkutan. Indikator keberhasilanya pun dapat diukur dengan jelas sehingga sesuai dengan yang diharapkan.
Kemiskinan di Banten
Untuk konteks Banten, sejak awal berdiri 11 tahun yang lalu, pemerintah provinsi (Pemprov) Banten telah mempunyai perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Banten tahun demi tahun terus mengalami penurunan.
Berdasarkan data resmi Badan Statistik Provinsi Banten, penduduk miskin pada bulan Maret 2010 sebanyak 758.163 orang . Jika Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 788.067 orang, maka penduduk miskin di Banten berhasil diturunkan mencapai 29.904 orang. Ini berarti, jumlah penduduk miskin di Banten saat ini hanya tinggal 7,64%.
Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah pedesaan naik sebanyak 539 orang. Namun di daerah perkotaan turun sebanyak 30.443 orang. Jumlah dan persentase penduduk miskin Provinsi Banten periode 2002-2010 memperlihatkan besaran yang berfluktuasi. Sampai dengan tahun 2006 hingga 2010, kemiskinan di Provinsi Banten menunjukkan trend yang bergerak ke arah positif.
Berbeda halnya pada tahun 2006. Jumlah penduduk miskin di Banten mencapai puncaknya yaitu sebanyak 904.300 orang (9,79 persen). Hal itu lebih disebabkan karena pada periode penghitungan tersebut (Juli 2005-Maret 2006) pemerintah pusat kembali menaikkan harga BBM (tahap 2) pada Oktober 2005 yang menjadi pemicu inflasi sebesar 6,88 persen.
Akibatnya, penduduk tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada di bawah garis kemiskinan bergeser posisinya menjadi miskin. Sehingga, pada tahun 2006, tercatat sebesar 904.300 penduduk miskin (9,79 persen) berada di bawah garis kemiskinan.
Upaya Strategis
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah pada kepemimpinannya selama hampir lima tahun, bekerja ekstra keras membebaskan masyarakat Banten dari kemiskinan. Program yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat telah digulirkan dan sudah memperlihatkan hasil nyata, di mana kemiskinan mampu ditekan hingga tersisa 7,64%.
Strategi pengentasan kemiskinan yang diterapkan Pemprov Banten antara lain melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarkat (PNPM) Mandiri. Ini merupakan dua di antara program nasional yang digunakan secara efektif oleh Pemprov Banten untuk penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Dua program tersebut diprediksi telah diserap oleh 60% penduduk Banten yang masuk kategori miskin dan hampir miskin. Total bantuan KUR yang diterima mencapi Rp 300 miliar. Bantuan itu diberikan kepada 60 ribu nasabah warga miskin dan hampir miskin. Satu nasabah diberi bantuan Rp 50 juta.
Selain KUR dan PNPM, Banten memperoleh bantuan dana bagi pemberdayaan UMKM sebesar Rp 3 triliun.Program ini didistribusikan melalui tiga lembaga, dua di antaranya yakni Bank Bukopin dan Pegadaian.
Program pengentasan kemiskinan oleh Pemprov Banten melalui sektor UMKM adalah penyertaan modal melalui Perusahaan Daerah (PD) Banten Global Development (BGD) kepada Bank Jabar-Banten sebagai pinjaman kredit bagi UMKM sebesar Rp 5 miliar. Giring ratio penjamin kredit Pemprov melalui BGD ini sebesar Rp 25 miliar atau lima kali lipat dari modal yang dijaminkan. Pelaku UMKM dapat mengakses modal tersebut masing-masing maksimal Rp 10 juta per UMKM.
Selain itu, upaya strategis lain juga terus dilakukan dengan bertumpu pada pengembangan perekonomian daerah di berbagai sektor. Antara lain; pengembangan ekonomi lokal berbasis pertanian seperti tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, kelautan, dan sebagainya; penataan ulang struktur industri yang berdaya saing dengan prioritas penggunaan bahan baku lokal unggulan, pengembangan wilayah produktif (wilayah pertumbuhan ekonomi tinggi) dengan ifrastruktur yang memadai, dan semacamnya.
Upaya tersebut tidak hanya efektif mengentaskan kemiskinan tetapi juga berdampak signifikan terhadap kemajuan pembangunan Banten. Jika upaya itu terus dilakukan maka dalam waktu dekat Banten akan terbebas dari kemiskinan dan tujuan nasional akan segera terwujud.