Coba kita perhatikan bersama. Jika sedang berkunjung ke took-toko buku besar, kita akan dapat dengan mudah mendapatkan buku-buku tentang psikologi, mulai dari psikologi popular, text book dan bahkan sampai bentuk-bentuk buku tes psikologi terpajang dengan rapi di rak.
Kita akan menemukan begitu banyak buku yang menyediakan cara praktis menembus psikotes, dan bahkan yang paling parah adalah buku yang menyediakan manual untuk mengetes dan menentukan sediri tingkatan IQ mereka. Sangat memprihatinkan.
dalam dunia psikologi, khususnya di Indonesia, yang memiliki hak penuh untuk melakukan pengetesan adalah psikolog, yaitu mereka yang berasal dari S1 psikologi dan melanjutkannya ke jenjang profesi di S2. Dan itulah yang membedakan psikolog dengan psikiater. Banyak orang yang salah kaprah disini karena dianggap kedua profesi itu sama. Psikiater sediri adalah seorang dari S1 kedokteran dengan spesialisasi kejiawaan dan akan bergelar SpKJ. Psikiater ini berhak memberi obat kepada kliennya sedangkan psikolog tidak. Satu hal lagi, hanya psikolog yang berwewenang melakukan pengetesan, bahkan psikiater tidak memiliki hak itu karena mereka tidak berasal dari dasar ilmu psikologi.
Tentu saja dengan penerbitan buku-buku seperti di atas tersebut telah merampas hak profesi psikolog. Bagaimana mungkin, orang awam mengetes tingkatan IQ nya sendiri hanya dengan berdasar pada buku. Bahkan seorang ilmuwan psikologi (mereka yang lulus S1 psikologi dan mereka yang mengambil S1 jurusan lain kemudian mengambil S2 psikologi) tidak memiliki wewwenang dan keterampilan untuk melakukan hal itu.