setiap ada seekor monyet yang naik tangga dan meraih pisang tersebut, empat monyet lainnya yang tidak menaiki tangga akan di siram dengan air yang sangat dingin sebagai hukumannya, setelah beberapa saat setiap ada monyet yang hendak naik untuk mengambil pisang, empat monyet lainnya akan memukuli dan mengeroyok monyet tersebut karena tidak mau di siram air dingin.
Lama kelamaan tidak ada lagi monyet yang berani untuk mencoba mengambil pisang tersebut. lalu ilmuwan mencoba mengganti monyet pertama dari kelima monyet tersebut dengan monyet yang baru, tentu saja hal pertama yang di lakukan oleh monyet baru tersebut adalah mencoba memanjat tangga untuk meraih pisang di atasnya, tentu saja hal itu memicu empat monyet lainnya untuk mengeroyok dan memukuli monyet baru tersebut.
Setelah beberapa kali di pukuli, monyet baru belajar untuk tidak mengambil pisang walaupun tidak tahu alasannya, setelah itu monyet ke dua di ganti dan hal yang sama berulang kembali, lalu monyet ke tiga, monyet ke empat, dan terakhir monyet ke lima.
Yang tersisa adalah lima monyet yang walaupun tidak pernah di siram dengan air dingin, terus menjaga tradisi untuk memukuli monyet yang mencoba untuk mengambil pisang tanpa tahu alasan yang sebenarnya.
mungkin kalau kita bisa bertanya kepada monyet monyet tersebut apa alasannya, pasti mereka akan menjawab "gak tau tuh, tapi udah tradisinya begitu!"
terdengar familiar?
hal tersebut dinamakan FILIOPIETISM atau tradisi yang di lakukan secara berlebihan dan fanatik tanpa mengetahui alasan dan latar belakangnya.
Maka dari itu, pertanyakan lah segalanya, berani untuk skeptis bisa membuat kita lebih bijak dan tidak terjebak dalam tradisi bodoh yang tidak ada gunanya, tidak semua tradisi itu baik dan tidak semua tradisi itu jelek.
* Stephenson, G. R. (1967). Cultural acquisition of a specific learned response among rhesus monkeys. In: Starek, D., Schneider, R., and Kuhn, H. J. (eds.), Progress in Primatology, Stuttgart: Fischer, pp. 279-288.