Pada saat ronda, selalu saja ada orang-orang beraktifitas mencurigakan di beberapa titik. Setiap kali orang-orang itu didekati selalu saja kabur. Esok harinya, ada saja komplek yang kecurian. Frekuensi kecurian ini meningkat pesat di bulan ramadan. Sampai jadi topik utama di komplek perumahan tempat tinggalku.
Selama aku ikut ronda ini, belum satu pencuri pun tertangkap. Kegeraman masyarakat sudah sampai pada titik didih. Tak lain karena mereka semakin khawatir bila nanti pulang kampung rumah ditinggalkan.
kalau ada pencuri yang tertangkap, hal yang ingin diketahui adalah motif pencurian itu. Bagaimana mungkin di bulan suci penuh berkah dan ampunan ini pencurian justru meningkat. Tak ubahnya seperti harga bahan pokok meroket.
Kalau lebaran memang mayoritas orang malu bila tak ada hidangan khas lebaran dan pakaian baru. Ini sudah jadi tradisi sosial. Tapi apakah motif pencurian itu karena desakan kebutuhan sosial saat lebaran? Kalau benar, bagaimana cara beragama masyarakat yang jadi pencuri itu?
Tanpa memojokkan agama apa pun, rasanya perlu diketahui motifnya. Hingga dapat diperbaiki cara beragamanya.
Dilain pihak, pencurian itu bukan hobby meski bisa menjadi kebutuhan. Orang butuh mencuri untuk memuaskan keinginannya. Sebab, kalau mencuri semata-mata karena kondisi ekonomi lemah, mengapa ada pejabat yang gajinya jelas banyak, tapi masih mencuri (korupsi).
Pencurian memang bisa terjadi di segala lini kehidupan. Bahkan, mungkin tanpa banyak diperbincangkan, tingkat pencurian di kalangan pejabat semakin besar menjelang ramadan. Ini bisa terjadi pada banyak pejabat yang memiliki hutang jasa atas kedudukan yang diperolehnya saat ini.
Para pencuri itu mungkin punya pengertian yang salah atas ramadan, kalau mencuri di bulan ramadan maka bisa langsung diampuni dosanya. Wah, bagaimana mungkin? Falsafah itu seperti falsafah keliru pejabat koruptor yang merasa akan dimaklumi bila mencuri atas nama KEBIJAKAN.
Jangan sampai deh jadi pencuri dadakan. Bisa gawat!!!