Bayangan gelap itu semakin jelas terlihat di depan Damar. Sosok wanita dengan rambut panjang terurai dan mata kosong menatap langsung ke arahnya. Suasana ruangan berubah mencekam, udara menjadi begitu berat sehingga sulit bernapas. Maya di belakangnya mulai menangis, menggenggam erat dinding seolah mencari perlindungan.
Namun, Damar tetap berdiri teguh. Dengan perlahan, ia membuka buku ritual yang ditemukan dalam kotak kayu. Halaman-halaman buku itu dipenuhi simbol-simbol aneh yang tampak bergerak ketika ia melihatnya. Damar mengingat salah satu teknik perlindungan yang ia pelajari, lalu mulai membaca doa pelindung.
"Omni tenebrae, abscondite in lumine..." ucap Damar, meskipun suaranya sedikit bergetar. Saat ia mulai membaca, sosok wanita itu berhenti bergerak, tetapi suasana justru semakin menyeramkan. Lampu senter yang padam tiba-tiba menyala dan mati secara bergantian, memperlihatkan sekilas raut wajah penuh amarah dari sosok itu.
Tiba-tiba, suara berat menggema di ruangan itu, seolah berasal dari segala arah.
"Kau pikir doa itu bisa mengusirku? Kau tidak tahu apa yang kau hadapi!"
Damar berhenti membaca, mencoba menenangkan pikirannya. "Apa yang kau inginkan dari tempat ini?" tanyanya dengan tegas, mencoba mendapatkan jawaban. Sosok wanita itu hanya menatapnya dengan senyum kecil yang mengerikan, sebelum perlahan mundur, menyatu dengan kegelapan dinding.
Maya mendekati Damar, wajahnya penuh ketakutan. "Kita harus pergi, Damar. Ini terlalu berbahaya!" katanya setengah berteriak. Tetapi Damar menggeleng.
"Aku tidak bisa meninggalkan ini begitu saja. Kalau kita pergi, kekuatan ini hanya akan menjadi lebih kuat dan menelan siapa pun yang tinggal di sini."
Ia kembali memeriksa isi buku, dan di salah satu halaman terakhir, ia menemukan diagram sebuah pentagram dengan instruksi untuk melakukan ritual pemurnian. Namun, untuk melakukannya, ia membutuhkan benda yang terhubung langsung dengan arwah yang mengganggu rumah itu.
"Di mana barang-barang lama yang ada di rumah ini?" tanya Damar kepada Maya.
Maya berpikir sejenak sebelum menjawab. "Ada gudang kecil di lantai bawah. Kakekku menyimpan barang-barang tua di sana. Tapi aku jarang ke sana... tempat itu selalu terasa menyeramkan."
Tanpa membuang waktu, Damar dan Maya turun ke lantai bawah. Gudang itu berada di ujung lorong, pintunya sudah berkarat dan tampak jarang dibuka. Ketika Damar membuka pintu, bau apek langsung menyeruak. Di dalam, terlihat tumpukan barang tua---foto-foto usang, boneka kayu, dan perabotan yang berdebu.
Damar memusatkan perhatiannya pada sebuah cermin besar yang berdiri di sudut ruangan. Bingkai cermin itu terbuat dari kayu berukir dengan pola yang serupa dengan simbol di buku ritual. Ketika Damar mendekatinya, permukaan cermin tiba-tiba menjadi gelap, seperti bayangan yang menyedot cahaya.
"Ini dia..." gumam Damar. Ia menyentuh bingkai cermin, dan seketika, hawa dingin kembali menyeruak, membuat Maya mundur ketakutan. Di permukaan cermin, sosok wanita tadi muncul lagi, kali ini dengan mata merah menyala. Ia tersenyum sinis, menunjukkan gigi yang tajam dan runcing.
"Kau telah menemukanku... sekarang kau harus membayarnya!"
Cermin itu bergetar hebat, dan suara jeritan mengerikan terdengar, menggema ke seluruh rumah. Maya berteriak, tetapi Damar tidak gentar. Ia membuka buku ritual dan mulai membaca mantra pemurnian sambil memegang salib perak di tangannya. Cermin itu memantulkan cahaya terang yang tiba-tiba muncul dari salib, membuat sosok wanita itu berteriak kesakitan.
Namun, sebelum ritual selesai, cermin itu pecah berkeping-keping, dan bayangan hitam melesat keluar, menghilang ke kegelapan. Suasana menjadi sunyi sejenak, tetapi Damar tahu masalahnya belum selesai.
"Maya," katanya dengan suara rendah, "ini baru permulaan. Arwah itu tidak akan pergi begitu saja. Kita harus menemukan caranya untuk benar-benar mengurungnya."
Maya memandang Damar dengan takut. "Apakah kita bisa melawan makhluk seperti itu?"
Damar menatapnya dengan mata penuh keyakinan. "Bisa. Tapi kita harus mencari tahu siapa dia sebenarnya. Arwah tidak akan mengganggu tanpa alasan."
Di tengah kesunyian malam, suara tawa kecil terdengar dari arah tangga. Bayangan itu masih ada, menunggu waktu untuk menyerang lagi.