Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Kearifan Lokal Suku Sasak, Lombok!

14 Agustus 2014   18:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:34 2041 0
Sebagai seorang sasak, saya memiliki kewajiban dalam memperkenalkan budaya suku sasak Lombok. Selama ini, Lombok dikenal dengan daerah wisata yang mulai berkembang dan disebut-sebut bersiap menyamai Bali sebagai leading tourism role di Indonesia. Belakangan ini mulai banyak investor besar yang menggelontorkan uangnya untuk membangun wisata Lombok. Mulai dari pemerintah sendiri yang membangun bandara baru untuk menggantikan Bandar Udara Selaparang yang dinilai sudah tidak layak menyambut para pelancong domestik maupun mancanegara ke Lombok. Sejak dimulainya proyek Bandar Udara Internasional Lombok, proyek-proyek yang terbilang "wah" pun bermunculan di Lombok, mulai dari pembangunan jalan didaerah wisata Lombok Tengah serta invasi besar-besaran investor asing untuk pembangunan hotel mewah.

Terlepas dari itu semua, Lombok kini menjadi daya tarik besar para wisatawan untuk sekedar dikunjungi atau bahkan bermukim. Sebagai anak sasak, tidak ada yang salah dengan itu semua. Dari sisi positifnya, hal tersebut membuat akses apapun mulai dari transportasi, informasi, dan sebagainya menjadi lebih mudah. Pembangunan Lombok pun menjadi lebih mudah dengan bantuan pihak luar. Orang lokal, tidak hanya suku sasak akan mendapatkan keuntungan dari berkembangnya Lombok. Peredaran uang yang merupakan ukuran berkembangnya ekonomi masyarakat juga jelas akan meningkat.

Namun ada beberapa hal yang dianggap negatif dari perkembangan tersebut. Hal ini didasari dari pelajaran yang kita dapat ketika melihat perkembangan pulau wisata seperti Bali dan kota wisata seperti Jogja. Kejahatan meningkat, dunia sosial terdegradasi, terlebih tidak bisa dibedakannya sesuatu yang dilarang dengan yang boleh namun tidak bermanfaat.

Oleh sebab itu, sebagai anak sasak kita wajib menjaga nilai-nilai positif yang turun-temurun mengayomi suku sasak sebagai suku yang ramah dan beradab. Kearifan lokal tersebutlah yang mampu mempertahankan originalitas suku sasak tersebut. Salah satunya adalah gotong royong yang pasti ada di semua suku di Nusantara. Gotong royong ala Lombok adalah sesuatu yang luar biasa. Sebagai contoh, jika sebuah keluarga akan melaksanakan acara pernikahan. Maka mulai dari awal dan akhir si tuan rumah tidak perlu repot dalam mengerjakan urusan dapur. Semua dikerjakan oleh masyarakat sekitar, atau dalam adat kami disebut Banjar. Kelompok keluarga inilah yang kemudian merancang seluruh kegiatan acara dari awal sampai akhir. Ketua banjar akan berkoordinasi dengan tuan rumah dalam memimpin anggota banjar dalam bekerja. Para pria akan diarahkan untuk mengerjakan hal kasar seperti menebah bambu untu keperluan penataan halaman rumah agar teduh (tetaring dalam bahasa sasak). Selain itu, kebutuhan masak seperti pohon pisang (bahan dasar ares) dan sebagainya akan dikerjakan oleh pihak lelaki. Sedangkan para wanita akan menyiapkan bumbu dapur dan kebutuhan makan para pekerja pria. Namun yang unik adalah pada proses memasak untuk keperluan acara biasanya dilakukan oleh para pria. Momen tersebut biasanya dilakukan tengah malam dan disebut dengan beredang. Mulai dari mempersiapkan bahan makanan hingga mencuci beras untuk kemudian di tanak. Singkatnya, acara begawe (penyebutan sebuah acara dalam bahasa sasak) tersebut tidak akan merepotkan pihak keluarga.

Dari penggambarannya saja, sudah banyak sekali makna yang terkandung dalam proses begawe. Jika sebagian saja, atau bahkan semua makna tersebut diterapkan dalam menghadapi perkembangan Lombok yang begitu pesat, tidak akan ada lagi para pemuda Lombok yang kemudian mengarahkan pikirannya untuk hal-hal negatif. Mereka akan fokus dalam pengembangan yang Lombok yang Berketuhanan. Yang dalam setiap prosesnya akan melibatkan cara yang baik dan akan menjadikan sebuah hasil yang baik pula.

Masih banyak kearifan lokal yang bisa digali untuk lebih mengimbangi perkembangan pembangunan di Lombok. Satu per satu dari hal tersebut harus digali dan dimaknai agar perkembangan yang kita inginkan, seperti pemerataan ekonomi, kemajuan pendidikan, dan infrastruktur yang baik tidak melahirkan tumbal tumpulnya otak para pemuda yang tidak mau lagi menjalankan kearifan lokal budaya sasak. Semoga saja, jargon-jargon perkembangan seperti Visit Lombok Sumbawa tidak melupakan inti dari semuanya, yaitu pengkristalisasian kearifan lokal dalam setiap unsur kehidupan di Lombok.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun