Hari ini, Minggu, 19 Januari 2014. Buruh Migran Indonesia (BMI) dan warga lokal di Hong Kong berkumpul di Wanchai untuk selanjutnya menuju ke kantor polisi pusat Hong Kong untuk meminta pengusutan kasus ini secara cepat dan meminta pemerintahan Hong Kong memperbaiki kondisi buruh migran yang saat bekerja di Hong Kong
Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap kasus penyiksaan yang dialami Erwiana, BMI dari Ngawi yang selama 8 bulan bekerja di rumah majikan bernama Law Wan Tung sering mendapat perlakuan tidak manusiawi. Dipukul, ditonjok, tidak dikasih makan layak dan istirahat kurang.
Parahnya, Erwiana dipulangkan diam-diam ke Indonesia, diantar ke bandara tengah malam dan diancam akan membunuh keluarga di Indonesia jika melaporkan apa yang dia alami selama bekerja di rumah majikan.
BMI yang bekerja di Hong Kong mengutuk keras kasus ini dan meminta kepada pemerintah dan kepolisian untuk mengusut tuntas dan memberi hukuman seberat-beratnya kepada majikan Erwiana.
Aksi ini diikuti 4000 lebih buruh migran Indonesia dan berbagai organisasi lokal di Hong Kong sebagai bentuk dukungan atas kasus penganiayaan yang dialami Erwiana dan sebelumnya Kartika.
Pengalawan ketat dari polisi dan kehadiran banyak media baik cetak maupun eletronik Hong Kong cukup mengundang perhatian warga Hong Kong dan warga asing yang berada di Hong Kong.
Beberapa warga yang sempat saya tanyai soal keikutsertaannya dalam aksi ini adalah karena mereka peduli terhadap kasus ini. Banyak juga diantara para BMI yang awalnya sama sekali tidak pernah ikut aksi, kali ini menyempatkan untuk ikut sebagai solidaritas atas kasus penganiayaan yang menimpa sesama BMI.
Munculnya kasus ini membuat Susi, BMI yang pernah bekerja pada majikan Erwiana ikut memberikan kesaksian bahwa Law Wan Tung juga pernah memukul dan menjambak rambutnya saat bekerja selama 11 bulan di sana.
Susi dalam konferensi pers bersama media-media Hong Kong mengatakan bahwa dia ingin membantu Erwiana untuk mengungkap kasus ini. Susi juga bercerita tentang bagaimana perlakuan mantan majikannya itu terhadapnya.
Istirahat hanya 4 jam dari jam 6 sampai 10 pagi. Semua pekerjaannya di jadwal. Pernah suatu kali, Susi menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat karena ingin istirahat, namun oleh majikannya dimarahi dan kerja harus sesuai jadwal. Saat alarm jam berbunyi dan Susi belum bangun, majikan akan menjambak rambutnya dan jika kedapatan Susi mengantuk maka akan dipukul. Kalau dihitung, ada 100 kali lebih Susi dipukul oleh Law Wan Tung.
Susi menceritakan bahwa selama bekerja di sana, tidak pernah keluar rumah. Saat keluar rumah pas malam hari diajak majikan belanja di bawah apartemen. Dan jika Susi bertemu dengan sesama orang Indonesia dan berbalas senyum, sampai rumah majikan Susi akan dimarahi dan dipukul. Bahkan untuk ke toilet pun hanya diberi jatah dua kali dalam sehari yakni saat bangun tidur dan malam hari. Susi sering menahan keinginan untuk ke toilet karena peraturan dari majikan tersebut.
Susi juga mengatakan, usai memarahi dan memukul Susi, majikannya ini akan tersenyum puas dan merasa bahagia. Aksi di halaman pemerintahan Hong Kong ini terus diliput oleh TV lokal dan media lain di Hong Kong.
Ada seorang bule dari Jerman yang juga ikut dalam aksi ini. Dia kebetulan berlibur ke Hong Kong dan tahu kasus Erwiana dari berita.
"I don't believe it, because this is in Hong Kong not Saudi Arabia" katanya
Ya, banyak yang tidak percaya kasus ini terjadi di Hong Kong karena kebanyakan kasus penyiksaan PRT ada di Arab Saudi dan Malaysia.
"Kasus Erwiana adalah gambaran tentang penganiayaan. Apa yang terjadi antara Erwiana dan majikan adalah gambaran tentang sebuah perbudakan. Kami adalah pekerja yang memiliki hak dan martabat kemanusiaan yang patut dihormati oleh para majikan dan segenap warga Hong Kong." Ungkap Sringatin juru bicara Komite keadilan untuk Erwiana.
Komiter yang dipimpin oleh Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) dan Badan Koordinasi Pekerja Migran Asia - Aliansi Pekerja Migran Internasional (AMCB-IMA) serta para aktivis LSM bersama-sama turun ke jalan untuk aksi solidatitas kasus Erwiana.
Melihat foto-foto Erwiana dan bendera merah putih berkibar tak terasa air mata menetes. Meski kami jauh, kecintaan kami tak pernah luntur dengan tanah air Indonesia. Dan karena kami peduli terhadap sesama BMI yang disiksa sedemikian sadisnya, kami turun ke jalan untuk menuntut keadilan. Banyak dukungan berdatangan dari para mahasiswa dan juga orang-orang Hong Kong terhadap Erwiana. Berharap tidak akan ada lagi kasus seperti ini.