Berawal dari pengalaman menghadiri undangan perkawinan di sebuah gedung di kota atlas Semarang. Seperti resepsi pernikahan pada umumnya begitu masuk, kita disambut beberapa orang yang memakai pakaian terbaiknya, menyapa dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Baru beberapa langkah kaki berpijak di sana sudah duduk dua gadis cantik dengan dandanannya yang anggun selaras dengan kebaya yang dikenakan. Dua gadis itu pun menyodorkan sebuah buku dan pena berisi daftar hadir tamu dan undangan.
Beberapa detik kemudian tubuh ini terbenam dalam dentingan musik campursari yang melantun merdu di dalam gedung. Selesai menikmati beberapa hidangan yang disajikan saya pun berpamitan kepada kedua mempelai dan beberapa kolega.
Sesampai di luar gedung saya dikejutkan dengan dua laki-laki yang begitu ramahmenawarkan beberapa bibit pohon buah-buahan. “Silahkan Mas suvenirnya.”
Saya terdiam sejenak melihat beberapa macam bibit buah-buahan yang jumlahnya mungkin ratusan. Dalam batin pun terbesit kekaguman dengan ide suvenir bibit buah-buahan. Setelah melihat-lihat akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada sebatang bibit pohon matoa.
Rupanya suvenir perkawinan berupa bibit buah-buahan benar-benar menggelitikku. Sesuai dengan judul tulisan ini antara “Perkawinan, Manusia dan Pohon” saya berusaha mengurainya satu persatu.
Dalam sebuah resepsi perkawinan sering kita mendapati berbagai macam suvenir mulai dari gantungan kunci, lilin aroma terapi, kipas, buku, dan lain sebagainya. Sebuah suvenir dalam resepsi perkawinan pada dasarnya mempunyai beberapa maksud tidak hanya sekedar kenang-kenangan. Begitupun dengan suvenir bibit buah-buahan.
Saya pun berusaha membaca makna dari souvenir buah-buahan ini.
Secara sederhana perkawinan bisa diartikan sebagai sebuah cita-cita bersama antara sepasang manusia membentuk ikatan suci untuk menuju masa depan yang bahagia. Seseorang ketika masuk dalam jenjang pernikahan maka sering dianggap sedang menempuh hidup baru.
Ketika kita menanam sebatang pohon mungkin tanpa disadari kita telah menumbuhkan kehidupan baru bagi satu, dua, tiga, ratusan, ribuan, atau bahkan jutaan manusia pada generasi berikutnya. Menanam pohon meskipun hanya sebatang pada dasarnya adalah investasi untuk kelangsungan hidup manusia di masa yang akan datang.
Pohon adalah mesin alami yang menciptakan oksigen. Bahkan pohon adalah penyumbang oksigen terbesar di dunia. Itulah sebabnya kenapa saya menyebut sebatang pohon telah menumbuhkan kehidupan baru, karena memang manusia tidak bisa hidup tanpa oksigen. Oksigen untuk bernafas, oksigen menjadikan udara bersih dan sejuk.
Selain manfaat tersebut banyak manfaat-manfaat lain yang bisa kita dapatkan dari sebuah pohon. Hampir semua bagian pohon bisa kita manfaatkan. Pemanfaat bagian-bagian dari sebuah pohon tentu saja tergantung dari jenis pohon tersebut. Ada pohon yang kita manfaatkan buahnya, daunnya, batangnya, akarnya, bahkan getahnya sekalipun.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana jika jumlah pohon di muka bumi ini semakin berkurang bahkan lenyap sama sekali? Jawabannya adalah “KIAMAT”. Ya, jika tidak ada pohon berarti kiamat. Kenapa demikian?
Seperti kita ketahui saat ini banyak industri kendaraan bermotor berlomba-lomba menciptakan dan memasarkan produknya di seluruh dunia. Bahkan dari Wikipedia telah tercatat sampai tahun 2010 saja ada lebih dari 1 milyar kendaraan bermotor di seluruh dunia, itu pun belum termasuk kendaraan off-road dan kendaraan berat. Hal ini mungkin menjadi prestasi bagi industri otomotif tetapi tanpa disadari ini juga menimbulkan acaman besar bagi dunia. Semakin banyak kendaraan bermotor di muka bumi berarti semakin tinggi tingkat pencemaran udara dari gas buang (CO2) yang ditimbulkan.
Tidak hanya dari kendaraan bermotor ancaman pencemaran udara juga terjadi karena semakin banyaknya industri dunia yang juga menghembuskan racun-racun karbon dioksidanya. Semakin tinggi kadar CO2 di muka bumi berarti memicu pemanasan global dan tentu saja awal bencana bagi kelangsungan hidup umat manusia. Jadi bukan tidak mungkin hari “KIAMAT” akan tiba.
PUISI POHON KEHIDUPAN