Seketika ini memang menjadi sebuah 'tamparan' yang sebenarnya refleksi kepada siapapun yang berargumen keras dalam fenomena debat antara siapa yang bertanding nanti. Ketika semua disampaikan berdasarkan pada fakta kajian, diharapkan narasi yang disampaikan bukan sekedar 'omon-omon' saja. Â Maksudnya adalah bukan sekedar retorika manis nan populis yang lantas tidak realistis karena seringkali jika ditinjau malah jauh dari kata solutif. Padahal pemimpin sejatinya perlu memastikan setiap tutur kata mereka bisa dicerna karena ada 'isiannya' yaitu kalkulasi dan triangulasi data yang solid. Jika tidak dibarengi dengan pegangan tersebut, lantas apa bedanya dengan angin surga (bukan pakai KTP ya).
KEMBALI KE ARTIKEL