Sebenernya kalau lebih jauh lagi dahulu ada posisi Menteri Muda atau dalam bahasa inggris disebut Undersecretary, yang kurang lebih sama seperti Wakil Menteri (yang disebut sebagai Vice Minister) dimana dia dalam sebuah Departemen (dahulu namanya seperti itu) Menteri tersebut bertugas membantu peran Menteri yang memegang portofolio tersebut, namun tidak berperan secara aktif dan strategis. Waktu itu pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno baik zaman Demokrasi Liberal atau UUD 1950 maupun Demokrasi Terpimpin yaitu kembali kepada UUD 1945 hingga tahun 1966 dimana pemerintahan berubah menjadi Orde Baru dimasa kepemimpinan Presiden Soeharto sampai beberapa kabinet dimana ia menempatkan Menteri Muda dalam beberapa portofolionya dengan harapan untuk membantu Menteri dalam mengurusi beberapa atau sebagian hal yang berkenaan dengan portofolio yang dirasa sangat strategis dan rumit sehingga butuh sebuah keseimbangan. Seiring berjalan waktu posisi ini sempat absen pada awal Reformasi dimana Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid hingga Presiden Megawati Soekarnoputri tidak menyodorkan atau mengangkat Wakil Menteri atau Menteri Muda. Murni, jabatan ini secara nomenklatur adalah posisi warisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Awalnya Posisi ini pada 2009 mengacu pada Perpres 47 Tahun 2009 murni untuk birokratis dimana pejabat karir yang hanya bisa menjabat dimana mengacu pula pada beberapa Kementerian/Lembaga dimana ada Wakil Sekretaris Kabinet dan Wakil Jaksa Agung yang merupakan justru pejabat karir murni Eselon I instansi tersebut, seiring berjalan waktu pada 2012 tepatnya lewat Perpres 60 Tahun 2012 diperbolehkan dari siapapun menjabat Wakil Menteri tidak terlepas birokrat, namun kelebihannya adalah jika ia seorang Birokrat atau ASN aktif maka tidak perlu melepaskan atau pensiun dini sebagai ASN berbeda dengan Menteri yang memang pada hakikatnya musti mundur (seperti kita tahu banyak Menteri dijabat oleh eks ASN dan seketika pada akhirnya mengundurkan diri begitu langsung diangkat jadi Menteri). Akhirnya terbuka lah posisi untuk praktisi di bidangnya, akademisi atau aktivis yang sekaligus pemerhati bahkan sampai pada posisi relawan atau parpol yang mungkin dirasa kecil dalam legitimasi atau tanpa kursi Parlemen akhirnya dia diberi jabatan Wamen guna memberikan 'gula-gula' atas jasa yang sudah dilakukan. Baik masa kepemimpinan Presiden SBY maupun Jokowi kurang lebih sama dalam penunjukkan seorang Wamen termasuk jumlahnya yang sangat banyak.