Jakarta Post dalam editorial nya sudah menuliskan dengan berbagai argumen bahwa mereka meng endorse Jokowi. Demikian pula kita bisa melihat headline dan isi berita di Kompas dan Tempo bahwa kedua media tersebut sudah jelas-jelasan mendukung Jokowi menjadi Presiden.
Saya menyayangkan tidak netral nya lagi media-media sekelas tempo, kompas dana Jakarta Post di pilpres 2014 ini. Argumen Goenawan Mohamad sekarang adalah bahwa media tidak harus netral, boleh saja berpihak tapi jangan meng fitnah atau memfabrikasi berita. Tapi menurut saya meski tidak harus netral media harus membela dan berpihak kepada KEBENARAN dan KEADILAN.
Tapi sepertinya media-media tersebut termasuk tempo tidak melakukan itu.
Memang BENAR bahwa Prabowo adalah pelanggar HAM berat, tapi apakah ADIL jika hanya Prabowo yang dikatakan sebagai pelanggar HAM berat ? Bagaimana dgn Wiranto yang bahkan warrant untuk menangkapnya pun sudah keluar karena kasus kekerasan di Timor Timur pasca lepasnya Timor Timur dari Indonesia ?
mengapa hal itu tidak pernah di expose ?
https://www.globalpolicy.org/component/content/article/163/29189.html
atau bagaimana dengan kisah Hendropriyono di talang sari ?
Apakah ADIL jika hanya Prabowo yang terus menerus di expose ?
Media-media ini juga sepertinya mendukung adigum om Wimar Witoelar, bahwa Kubu Prabowo adalah Kubu para penjahat dan kubu Jokowi adalah kubu orang-orang baik. Menurut saya banyak orang baik di dua kubu dan orang jahatnya pun tidak kalah banyak.
Di Kubu Jokowi ada Wiranto, ada JK, ada Muhaimin Iskandar, ada Akbar Faisal dan lain lain manusia-manusia yang bermasalah yang berkumpul di kubunya Jokowi. Pelanggar HAM ada, maling ada, koruptor pun banyak.
Jadi saya tidak melihat hitam lawan putih dalam pemilu kali ini. Dua2 nya sama-sama didukung oleh orang-orang hitam dan ada pula orang-orang putih yang mendukung nya.
Mungkin saya adalah orang yang terlalu kaku, dan yang terlalu konsisten. Kalau yang jahat ya saya bilang jahat, kalau baik ya saya bilang baik. Hanya melihat Hitam dan Putih itu lah sifat saya. Mau lawan arus sebesar apa pun yang benar akan saya bilang benar yang salah akan saya bilang salah.
Kalau org putih rela berkumpul bersama orang hitam, maka yang tadinya putih itu saya ragukan ke-putih- annya.
Jokowi saya anggap tidak lagi putih karena waktu mau jadi Gubernur dia mendapat sponsor utama dari pelanggar HAM berat dan pemelihara preman Prabowo, makanya saya tidak pilih Jokowi di putaran pertama pilgub DKI. Dan di putaran kedua saya golput.
Jika media tidak netral saya khawatirnya nanti tidak akan kritis terhadap pemerintahan yang sudah di gadang-gadangnya sebagai putih dan baik ini. Dan pemerintahan Jokowi nanti akan bersifat otoriter.
Kasus obor rakyat dan penyerbuan kantor tv one mungkin menjadi kisi-kisi seperti apa kebebasan berpendapat di Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi nantinya. Yang bertentangan dengannya akan di bungkam baik dengan dingin nya sel penjara ataupun grudukan masa. Apakah Tempo, Kompas dan Jakarta Post akan diam saja dengan alasan media tidak harus netral ? Jadi boleh donk pro pada pemerintahan yang dianggap baik.
Itu yang saya khawatirkan.
Saya tidak mau Prabowo menjadi presiden, tapi yang pasti juga tidak mau Jokowi jadi presiden. Kedua nya saya anggap tidak layak. Tapi di TPS besok kemungkinan saya akan mencoblos gambar Prabowo, karena saya tidak mau kemenangan Jokowi terlalu besar dan yang paling penting saya ingin agar Jokowi kalah di DKI. Ini saya lakukan untuk menyebarkan pesan dan peringatan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa penduduk DKI tidak puas dgn Kinerja Jokowi selama dia menjadi Gubernur DKI.
Jakarta 8 Juli 2014.
Note: Tulisan ini dengan berbagai perbaikan editorial sudah saya post di artikel
Go Teng Shin.