Cara kita berbahasa sekaligus berinteraksi kepada orang lain adalah hal yang penting untuk diperhatikan karena cara kita berbahasa dan bertutur mencerminkan sifat kita sebagai pribadi. Dalam bukunya Asti musman menyebutkan
“Ajining diri soko lathi” yang artinya adalah harga diri seseorang dilihat dari lidahnya atau omongan dan ucapan yang keluar dari mulutnya. Dalam budaya jawa bahasa sangat diperhatikan dalam melakukan interaksi kepada orang lain, dari mulai orang tua, teman sebaya dan anak-anak memiliki jenis-jenis bahasa yang berbeda. Tentu saja tidak hanya bahasa secara verbal orang jawa juga memperhatikan bahasa-bahasa non-verbal. Dikutip dari Tri handayani dalam artikrlnya di IDN Times ada 4 tingkatan bahasa dalam budaya jawa. Tingkatan pertama dalam bahasa jawa adalah
“ngoko lugu”. Jenis bahasa ini diggunakan untun berkomunikasi kepada anak-anak, pemuda atau orang yang sepantaran dengan umur kita. Tingkatan kedua adalah “ngoko alus”. Tingkatan bahasa ini diggunakan untuk orang yang sudah akrab tetapi masih menjunjung rasa hormat, contohnya adalah rekan kerja. Tingkatan bahasa yang ketiga adalah
“krama lugu”. Tingkatan bahasa ini diggunakan untuk berkomunikasi kepada orang yang lebih tua atau yang lebih tinggi kedudukannya. Tingkatan bahasa yang terakhir adalah
“krama inggil”. Tingkatan bahasa ini adalah tingkatan tertinggi dalam bahasa jawa, bahasa ini diggunakan untuk orang yang lebih tua dan keudukannya yang lebih tinggi. Perbedaan krama inggil dan krama lugu ada pada beberapa kosakata dan tingkatannya.
KEMBALI KE ARTIKEL