Menurut pandangan saya, merupakan suatu yang terlalu berlebihan jika dokter sampai mogok kerja demi melakukan demo, di Jakarta demo dilakukan di Tugu Proklamasi , mogok kerja dilakukan pada hari Selasa 26 November dan Rabu 27 November 2013.
Haruskah solidaritas dilakukan dengan cara seperti ini ? tentunya yang menjadi pertanyaan saya, bagaimana bisa sebagai dokter melakukan ini, dengan mengabaikan pasien atau apapun yang menjadi satu alasan pembenaran melakukan aksi solidaritas dengan mogok kerja ? bagaimana dengan sumpah kalian saat pertama kali sadar bahwa diri anda menjadi dokter ?
Bermula akibat ketidaksiapan dr Ayu sebagai dokter bedah untuk menangani Ibu Yulia yang saat itu sedang hamil dan akan melahirkan, tanpa memeriksa riwayat kesehatan Bu Julia dan juga informasi yang lengkap kepada keluarganya, dr Ayu mengambil keputusan sendiri untuk operasi caesar, ternyata terjadi penggelembungan udara dan selanjutnya meninggal. Setelah itu keluarga menuntut dr Ayu.
Kurang lebih begitu ceritanya, entah apapun cerita yang benar dari pandangan siapapun...Hal seperti ini harusnya tidak ada, yang baik yang ada !
Ilmu kesehatan maupun ilmu tubuh sudah cukup dipelajari oleh orang yang berprofesi sebagai dokter, yang sudah sewajarnya hal ini dijelaskan kepada pasien karena pasien dengan berbeda latar belakang pendidikan, pekerjaan,dll...tidak terlalu mengetahui tentang ilmu kesehatan. Jika mereka tau, mereka pasti jadi dokter semua, bahkan yang sudah menjadi dokter juga tidak bisa mengobati dirinya sendiri..harus dibantu dokter lain.
Rahasia umum yang terkenal untuk para dokter, dokter itu mayoritas adalah distributor obat dan suka berlebihan dalam mendiagnosa penyakit pasien. Ini mayoritas tidak semua, maka buktikan saja dengan menjadi dokter dengan pribadi yang bijak !
Seharusnya dokter bisa berpikir pintar dan baik, tentu saja dengan arti kata yang luas. Dengan ikut mogok kerja..menurut saya anda tidak berpikir baik dan pintar !
Keselamatan dan kenyamanan pasien , wahai anda para dokter adalah pola pikir pintar yang harusnya kalian para dokter rencanakan dan terapkan secara konsisten dan semakin baik,. Pikiran lainnya adalah ketidakfokusan anda dalam menjadi dokter !
Anggap dokter itu merasa diri benar, dan sah tentang resiko kematian pasien, harusnya sebelum itu pasien maupun keluarga pasien diberi informasi yang lengkap tentang pilihan, keputusan, dan resiko yang diambil..memberi pengarahan dan pengertian yang baik juga RAMAH 1 Intinya komunikasi dan cermat mengurangi resiko, sehingga pasien dan dokter bisa berelasi dengan baik !
Kalimat Kriminalisasi Dokter terlalu berlebihan akhh..banyak loh terjadi kriminalisasi pasien, dan salah satunya terjadi dengan ibu saya sendiri...
Tahun 2009, ibu mengalami penurunan berat badan yang sangat drastis, kami pihak keluargapun akhirnya memutuskan untuk memeriksakan ibu ke dokter di salah satu Rumah Sakit Swasta daerah Kemayoran. Rumah Sakit ini sangat terkenal di wilayah Kelapa Gading-Sunter-Kemayoran.
Ibu dinyatakan kena Kanker Rahim dan itu membuat kami sangat terpukul, apalagi adikku masih kecil dan aku membantu ibu untuk menjaga dan pastinya menyayangi adikku yang saat itu berusia 2 tahun. Memang ibuku ini adalah ibu kedua, namun bagiku beliau yang terbaik..kami saling menyayangi dan membantu, akupun sangat menyayangi adikku itu, Chris namanya.
Dokter mengatakan , ibuku harus dioperasi, kami sekeluarga berjuang untuk biaya operasi dan pengobatan ibu, tentu saja harganya yang sangat mahal..membuat papa dan aku juga keluarga heboh dengan istilah kepala jadi kaki, kaki jadi kepala untuk biaya pengobatan ibu. Tujuan utama kami saat itu hanya satu, IBU HARUS SEHAT !
Ada 2 dokter yang mendampingi ibu, dokter ahli penyakit dalam dan dokter ginekolog. Hari operasi pun tiba, aku tidak bisa ikut karena saat itu harus kuliah, namun aku berdoa agar Tuhan memberkati semuanya dan ibu segera SEHAT, demi Chris dan papa juga kami semua. Hanya papa yang menunggu ibu di depan ruang operasi, aku tau papa juga berjuang , berdoa demi keselamatan ibu.
Selang waktu sekitar 1 jam lebih, dokter keluar dan memberi ucapan selamat lalu menggenggam tangan papa dan berkata "Selamat,pak..istri bapak negatif kanker rahim..kita tunggu hasi patologi ...keluarnya 1 minggu dari hari ini"
Papa terdiam, hanya mengatakan terimakasih kepada dokter dan dokter pun berlalu meninggalkan papa. Setelah pulang kuliah aku segera jemput oma di rumah dan langsung ke RS. Lalu , papa menceritakan yang tadi dokter katakan denganku. Menjadi keanehan bagiku dan papa seperti ini :
1. Kenapa dokter tidak melakukan pemeriksaan secara intensif terlebih dahulu sebelum berani menyatakan ibu kena kanker rahim ?
2. Mudah sekali mengatakan operasi , padahal biaya yang dibutuhka banyak dan fatalnya terjadi salah diagnosa ?
3. Bagaimana bisa dokter sudah 'mengobok-ngobok' perut dan rahim dan sekitarnya, padahal penyakit ibu bukan kanker rahim ?
4. Bagaimana bisa kita menerima hal konyol seperti ini ??
Fatalnya, 1 minggu setelah itu hasil Patologi keluar dan mengatakan negatif untuk sakit kanker rahim yang ada TB Perut. Setelah itu, ibu melakukan pengobatan jalan dengan dokter swasta di salah satu RS Swasta di wilayah Pancoran-Jakarta Selatan.
Hebohnya lagi, dokter di RS Pancoran ini, awalnya mendukung pertanyaan dan kejengkelan kami terhadap dokter yang salah mendiagnosa, tapi sempat 1-2x kami melihat dokter itu melakukan komunikasi via HP dengan dokter yang salah mendiagnosa dan akhirnya mendukung pernyataan pembenaran dokter yang salah mendiagnosa itu.
Jengkel, kesel, waahh..semua bercampur aduk. Iyaa..Puji Tuhan dari hari ke hari..sekarang kesehatan ibu membaik bahkan bisa dikatakan sehat, berat badan sudah naik dan bersama kami, ini sebagai bentuk refleksi juga syukur kami pada Tuhan atas ijin Tuhan, ibu kembali bersama kami.
Namun, dengan adanya kasus solidaritas dokter karena terjadi kriminalisasi dokter, dalam hal ini dr Ayu di Makasar. Saya menjadi terdorong untuk menulis ini, bagaimana dengan kriminalisasi pasien ? bukan hanya pada ibu saya..karena saya yakin di luar sana, banyak terjadi kriminalisasi pasien, tapi tidak disebarluaskan melalui media atau apapun..tau kenapa ? karena ujung-ujungnya orang-orang seperti ini, jika terlalu berani bicara maupun mengeluarkan pendapat akan mendapat pasal pencemaran nama baiklah, atau bisa-bisa terjadi pasal penipuan. Padahal bisa jadi kriminalisasi pasien itu benar terjadi dalam hidupnya maupun keluarganya.
Nah, apakah menjadi suatu hal yang perlu dihebohkan dalam kasus dr Ayu, tanpa melihat kenyataan bahwa juga banyak sekali terjadi kriminalisasi pasien ? Dokter dan pasien di dunia ini lebih banyak pasien, bisa dilihat dari adanya kekurangan tenaga dokter di daerah-daerah, maka sangat nyata jika mau adil..ayoo..kriminalisasi pasien juga boleh disebarluaskan, hal ini juga menjadi suatu kritikan yang membangun bagi dokter, RS, dan penunjang lainnya juga untuk pasien. Karena pasien bisa memberikan masukan yang baik mereka, dan dokter juga HARUS berubah lebih baik atas masukan dari pasien sehingga RS maupun penunjang yang lain hanya mengikuti sehingga menjadi semakin baik.
Terimakasih
Jumat, 29 Nov 2013
Pk 15.30 WIB