Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Air, Seorang Gadis dan Masa Depan

21 Juni 2013   22:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:37 221 0
Siapa sangka, hanya dengan sebotol air mineral saja, saya bisa membuka perkenalan dengan seorang gadis. Perkenalan yang cukup mengesankan karena bukan hanya terus berlanjut hingga saat ini, tetapi menjadi sejarah awal pertemuanku dengan ibu dari anak-anakku.

Semua itu bermula dari suasana di dalam bus yang sedang melaju mengantarkanku menuju kampung halaman. Panas, debu dan deru mesin yang menemani sepanjang jalan telah membuat suasana semakin gerah dan terik. Satu-satunya pelipur lara adalah dengan membayangkan sapuan air dingin yang mengalir di kerongkongan ini.

Segera saya ambil air mineral yang sudah saya siapkan sebelumnya. Tegukan demi tegukan mengantarkan kesegaran pada tubuh ini. Semua itu saya nikmati sendiri hingga sebuah tatapan mata baru saya sadari kemudian. Dan, oh…, ternyata berasal dari seorang gadis yang duduk tepat di samping saya.

Sebagaimana layaknya seorang pria, maka dengan segera kuambil lagi minuman kemasan yang masih tersisa di tas. Sambil, tentu saja diselingi senyuman dan kata-kata penawaran, “Silahkan”. Awalnya dia sedikit ragu, tetapi demi melihat kemasannya yang masih utuh, akhirnya dia pun menerimanya dengan penuh suka cita.

Saat-saat berikutnya sebagaimana layaknya percakapan pertama adalah tentang perkenalan. Kami pun menikmati perjalanan dengan banyak cerita. Mulai dari masalah studi, keluarga hingga masalah air. Ya, memang sedikit janggal dan tidak biasa. Berbicara dengan seorang gadis, untuk pertama kali, di dalam bus, dan membicarakan tentang air. Tetapi semua itu tentu ada asal muasalnya, termasuk tema obrolan kami saat itu. Alasan pertama adalah fakta karena memang kami berkenalan melalui sebotol air. Sebagaimana yang saya ceritakan di awal tadi. Alasan kedua adalah sebotol air menjadi barang langka saat itu. Maklum sepanjang perjalanan jarang ada pedagang asongan yang bisa mampir ke bus kami. Dan alasan ketiga karena ternyata perhatian dan wawasan dia tentang air lumayan luar biasa untuk ukuranku. Ini sungguh tidak mengada-ada.

Sebagai seorang mahasiswi pendidikan bahasa Inggris, pengetahuannya tentang air bisa dibilang luar biasa. Dan ternyata memang dia selama ini banyak memberikan perhatiannya tentang air. Jujur saja, hari itu saya banyak belajar tentang air darinya. Tentang bagaimana sesungguhnya keadaan air di sekitar kita, bagaimana buruknya kita selama ini memperlakukan air dan bagaimana buruknya segala sesuatu apabila kita hidup dengan sedikit air.

Mendengar banyak hal tentang air darinya, saya jadi teringat teman lama yang tinggal di lereng gunung Slamet. Menurut teman saya itu mandi adalah kegiatan yang jarang dia lakukan apabila seminggu saja hujan tidak turun di desanya. Entah mengapa, meskipun berada di lereng gunung dengan tumbuhan hijau yang subur di sekelilingnnya, ketersediaan air menjadi masalah penting yang tak sejak bertahun-tahun lalu hingga kini.

Sebagai solusi penyediaan air untuk keperluan harian, teman saya itu membuat tiga buah bak air. Satu bak untuk keperluan minum dan masak. Bak ini dipilih karena airnya dianggap yang paling bersih dan jernih. Bak kedua yang kondisi airnya sudah lumayan kurang bersih dia gunakan untuk keperluan MCK (mandi cuci kakus). Dan bak terakhir untuk cuci baju adalah bak yang paling kotor diantara ketiganya. Sedangkan untuk mengisi bak-bak itu, dia mengandalkan kiriman air dari para penyumbang yang dikirim melalui mobil tangki. Biasanya mobil-mobil itu datang seminggu dua kali. Itupun hanya berlaku awal-awalnya saja. Semakin hari semakin jarang mobil tangki itu menyambangi desanya. Suatu kehidupan di lereng gunung hijau yang tak terbayangkan olehku sebelumnya.

Malam ini, saya coba buka-buka lagi beberapa artikel di koran yang membahas tentang air. Sedikit ingin tahu kondisi segala hal yang berkaitan dengan ketersediaan air di alam ini. Sekaligus ingin membandingan dengan hasil obrolan di bus dengan gadis, yang saat ini sedang terelap bersama anakku, sekitar empat tahun lalu.

Ternyata kabar yang saya dapatkan justru semakin mengkhawatirkan. Fakta bahwa 70% bagian di planet bundar bumi ini berupa air, mungkin sudah umum diketahui, tetapi bahwa hanya sekitar 2,5-3% saja yang hanya layak dikonsumsi ternyata baru saya pahami. Bahkan menurut analis dari Fidelity Invesments, dari 2,5% air yang layak dikonsumsi hanya tinggal 1% saja air bersihnya. (gomuda.com)

Di laut bisa kita saksikan air yang melimpah ruah. Di kutub bisa kita jumpai pula bongkahan-bongkahan es raksasa yang terbentuk dari air. Tetapi ternyata air-air tersebut adalah air untuk alam saja, bukan untuk konsumsi makhluk-makhluk yang hidup di bumi ini.

Kalau kita mengerucutkan pengamatan kita untuk nusantara ini, maka sebenarnya patut berbangga pula kita sebagai bangsa Indonesia. Ketersediaan air secara nasional sebenarnya melimpah, yaitu sekitar 15.500 meter kubik per kapita per tahun (Kompas, 29/11/2012). Namun kebanggaan itu perlahan sirna saat kita menatap Gunung Kidul di Yogyakarta yang kering, Nusa Tenggara Timur hingga lereng Gunung Slamet desa tempat tinggal temanku yang krisis air bersih. Dan yang lebih tragis lagi adalah bahwa hampir 20% dari penduduk Indonesia meninggal dikarenakan kekurangan air bersih.

Kebanggaan negara kita sebagai negara maritim juga dibayang-bayangi oleh analisis yang disampaikan dalam acara Forum Air Dunia II (Word Water Forum) di Den Haag, Belanda pada Maret tahun 2000 lalu. Di forum tersebut disampaikan sebuah ramalan yang mencengangkan bahwa tahun 2025 benar-benar terjadi krisis di beberapa negara termasuk Indonesia.

Sedih dan marah saat melihat ibukota Jakarta, kota metropolitan kebanggaan bangsa ini, kalangkabut dengan serangan banjir yang selalu bertamu di hampir setiap musim penghujan. Sedih karena saudara-saudara kita banyak yang mengangis menderita, diare hingga kematian karena banjir tersebut. Dan marah saat mereka yang saat ini menangis, kemarin membuang sampah seenaknya ke selokan dan sungai di sekitar tempat tinggal mereka.

Namun Tuhan itu memang Maha Penyayang. Dia selalu saja menyisipkan mutiara sebagai wujud kasih sayang-Nya di setiap kekhilafan yang dilakukan makhluk-Nya. Tidak semua orang hanya merenungi dan meratapi saja apa yang terjadi dengan air di alam ini. Ada setitik harapan mulai muncul dari akal dan tangan kreatif para pemuda bangsa ini. Beberapa peneliti muda sudah mulai menghasilkan teknologi untuk penghemat air. Mari sejenak kita tengok karya anak bangsa yang cukup inovatif dalam fungsi penghematan air.

Diantaranya adalah alat penghemat penggunaan air penyiraman (flushing) toilet atau Multifunctional Toilet Wastafel (M-Tow) yang ditemukan oleh sejumlah mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Alat ini mampu menghemat air penyiraman toilet dari sekitar 36 liter air menjadi sepertiganya, yakni 12 liter air saja.

Alat lain yaitu alat untuk menghemat air saat wudhu bertenaga surya karya mahasiswa ITS yang juga ramah lingkungan. Di bidang pertanian juga telah ditemukan teknologi The System of Rice Intensification (SRI) yang bisa digunakan untuk meminimalkan jumlah air dalam proses penanaman padi.

Mungkin saja teknologi-teknologi tersebut tidak akan mampu untuk mengubah dunia. Menghemat satu liter air mungkin tidak cukup berarti di depan ribuan hektar sawah yang kekeringan. Tetapi mungkin masih cukup untuk menyelamatkan beberapa nyawa manusia. Satu tetes air jernih mungkin tidak akan membuka mata hati kita, apabila kita tidak turut merasakan betapa mahal, susah dan repotnya mengubah air genangan menjadi tetesan-tetesan air bersih.

Tentu saja bukan langkah bijak bila kita hanya sekadar menangis sedih dan berdecak kagum, banyak langkah yang bisa kita lakukan demi air di planet ini. Mematikan keran usai digunakan, menggunakan air untuk mandi seperlunya, menjaga sungai dari sampah dan kotoran, hingga mengkampanyekan sadar hemat air kepada siapapun yang ada di sekitar kita. Meski itu bukan suatu gerakan besar, tetapi selalu saja ada manfaat yang bisa didapat meski hanya gerakan kecil. Setidaknya itu untuk diri sendiri, keluarga, hingga masyarakat sekitar. Bukankah setiap langkah kecil selalu dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan besar. Seperti manfaat sebotol air di bus saat itu yang telah mampu mengubah hidupku ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun