Dan reaksi yang aku dapatkan juga lucu-lucu. Ada anak yang mencari waktu melanggar aturan dengan sembunyi-sembunyi membuang sampah, namun ada juga anak yang memposisikan diri sebagai pengawas teman-temannya. Sehingga bila suatu ketika mereka mendapati teman yang membuang sampah tidak pada tempatnya, mereka langsung akan teriak, " Kak... si A membuang sampah sembarangan."
Ataupun saling tuduh jika salah satu di antara kami (pengurus PPA) menemukan sampah tercecer usai kegiatan anak. Dan berakhir pada senyum aneh ketika pelaku sesungguhnya kemudian mengambil sampah itu dan memasukannya di tempat sampah. Dan akhirnya, anak inipun menjalankan konsekuensi menulis 100 kalimat yang berisi " Saya akan membuang sampah pada tempatnya" . Haranpannya saat dia menulis berulangkali, isi tulisan yang ditulisnya dapat merema baginya...
Tapi bagaimana dengan orang dewasa yang seharusnya lebih bisa berpikir nalar?
Karena masih banyak sekali orang yang membuang sampah sembarangan. Jangankan di halte atau terminal, di rumah ibadatpun masih banyak didapati bungkus permen atau tissue yang sudah diremas-remas tercecer di lantai ataupun di sarana prasarana rumah ibadat yang lain.
Dan yang lebih aduhai... kadang kotoran hidungpun menempel di sarana prasarana tersebut.
Apakah perlu diberlakukan konsekuensi juga?
Bentuknya? Apakah mau disamakan dengan anak-anak?
Tentunya orang dewasa macam kita tidak akan mau. Karena kalau boleh jujur, dibanding kita yang -katanya- dewasa, terkadang justru anak-anak lebih menghargai otoritas.
Mari sebagai orang dewasa yang tidak berhenti belajar, kita juga belajar bersama untuk mencintai lingkungan. Selain itu, mari kita juga belajar dari respon anak-anak terhadap ketentuan menjaga lingkungan.