Pertemuanku dengan dandy 1 minggu yang lalu tidak mengesankan apa-apa untukku, yang aku tau dia laki-laki yang di kagumi Bella selama ini, karena setiap Dandy datang kulihat binar bahagia di mata Bella seperti seorang gadis yang sedang di mabuk asmara.
Dandy mengetahui perbedaan keyakinanku dalam keluarga ini, dan memahami posisi "asing" Â ku dalam rumah ini. Walau tak ada kesan apa-apa dengannya, hubunganku semakin akrab sepeti layaknya seorang teman, kami kerap pergi bersama. Yah kami, aku, Dandy dan Bella. entah kenapa mereka seperti teman bagiku, seperti layaknya anak muda sepantaran yang suka bebagi cerita, hubunganku dengan Bella pun mulai mencair,tidak sekaku saat pertama kali bertemu.
Tante Mona, masih saja menghindariku. seolah aku ini sampah menjijikan yang singgah di rumahnya dan tak bisa hilang. tatapannya masih sama seperti dulu, tatapan kebencian dan jijik. seandainya laki-laki itu tidak menyebut namaku di saat-saat sekaratnya,mungkin aku sudah di tendangnya kembali ke ibuku. peduli setan dengannya, aku disini hanya ingin melihat Ayahku mati di depanku, tidak lebih. melihat keluarga ini semakin terluka adalah kepuasan tersendiri bagiku, dengan berpura-pura mengurus ayahku maka aku mempunyai banyak alasan untuk tetap disini. menyaksikan luka-luka yang aku ciptakan semakin dalam di rasakan keluarga ini.
"kapan kau pulang?" suara Tante Bella mengagetkanku yang sedang melamun di ruang Tv.
"kapan saja aku suka, pasti aku akan pulang. jika saatnya tiba dan aku sudah bosan berada di tengah-tengah  kalian." aku menjawab dengan sikap acuh tak acuh.
"bukan kah kau tak suka tinggal disini? bukankah kau membenci ayahmu? lalu buat apa kau masih berada disini ? bukankah kau lebih suka berda di samping ibumu ?"
"aku? tau apa kau tentang aku? tau apa kau tentang suka atau ketidaksukaan ku? bukankah yang ada di pikiranmu hanya keegoisan semata dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga dan bagaimana cara ampuh merebut suami orang?"
"plaaaak" sebuah tamparan menghentikan ocehanku tentang tante mona. Aku menatapnya marah, rasa panas yang menjalar dipipiku sudah menjalar pula di hatiku.
"siapa yang kau maksud itu? aku hah? asal kau tau, ibumu yang merebut ayahmu dari aku. dia merebutnya seumur hidupku, hingga kini dia masih saja dengan tak tau malunya singgah di hati ayahmu. kamu tau apa tentang hubungan ini anak kecil? jika saja ayahmu tak meninggalkan ibumu, aku rasa dia, kau dan ibumu sudah menjadi gembel ! kau..."
"Ibu ! ada apa ini?" bella memotong perkataan Tante mona sambil menatapku bingung.
"kalian, huft.. tidak tau kah bahwa kalian dapat membuat kondisi Ayah drop kembali? bisa tidak untuk melupakan masa lalu kalain sejenak demi kesehatan Ayah?" Mona menatap kami penuh dengan tatapan memohon.
"Ibumu yang memulai." aku menyahutinya sambil melempar pandangan ke arah Tante Mona yang masih sangat terkejut namun sudah mampu mengendalikan emosinya.
"maafkan ibuku Nada, ia hanya emosi sesaat. mari ku antar kau kekamar, istirahatlah sejenak. wajahmu terlihat kusam saat ini." Bella menuntunku ke kamar dan tanpa kami sadari ada seraut wajah menyimak perkataan kami dengan canggung di depan pintu.
Bersambung