Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Mahkota dan Jubah Kehormatan untuk Ayah dan Ibu

7 Februari 2021   17:48 Diperbarui: 7 Februari 2021   18:23 1059 4
BAGIAN 1
Jam menunjukan pukul 3 pagi, suara derasnya hujan terus mengguyur tiada henti, diselingi kilat yang menyambar nyambar dan angin yang berhembus kencang membuat Hafidz terus meringkuk di bawah tebalnya selimut. Tak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka bersamaan dengan suara dari sang ayah yang membangunkan nya.
  " Fidz, hafidz bangun nak ayoo kita tahajud! "
  "Hmmm"
  "Sebentar sajaa ayoo ibu sudah nunggu itu" Kata sang ayah sambil membuka selimut hafidz. Yang membuatnya mau tak mau harus bangkit mengikuti perkataan ayahnya sambil mata terpejam, kemudian mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat tahajud bersama. setelah itu hafidz dan ayahnya berangkat ke masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah dan bertadarus.
  Hafidz adalah anak berusia 11 tahun berasal dari keluarga yang sederhana dan tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah pedesaan, mempunyai seorang kaka perempuan yang berbeda 4 tahun dengannya, bernama wihdah, yang kini sedang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren. Ayahnya adalah seorang ustadz, sering mengajar ngaji, pengajar di sebuah madrasah dan terkadang mengisi kajian di beberapa acara. Terkenal dengan sifat baiknya dermawan dan tidak sombong.Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga setiap harinya mencari tambahan uang dengan berjualan bubur dan gorengan di pagi hari.
  Sekarang hafidz duduk di bangku madrasah ibtidaiyah yang berada tak jauh dari rumahnya. Setiap hari setelah melaksanakan sholat subuh dan tadarus, hafidz berangkat bersama ibunya ke pasar untuk berbelanja keperluan jualan ibunya di pagi hari, sedangkan ayahnya mulai mengolah beras menjadi bubur di rumah.
  Setelah menyelesaikan semua bahan bahan yang akan dijual dan sarapan pagi hafidz segera bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Begitu pun dengan sang ayah yang bersiap untuk bekerja sebagai pengajar, sedangkan ibunya mulai berjualan di pekarangan rumah mereka.
  Setiap hari hafidz berangkat berjalan kaki, tidak dibekali uang dan hanya berbekal makanan yang ibunya siapkan jikalau hafidz lapar. Hafidz memang bukan dari keluarga yang berada tetapi hafidz terkenal dengan kecerdasan otaknya. Dari mulai kelas 1 MI hingga kini ia duduk di kelas 6, hafidz selalu meraih peringkat pertama, memiliki ingatan yang kuat, mudah memahami pelajaran dan ditambah dengan prestasi prestasi yang ia raih ketika ditawari perlombaan oleh pihak sekolahnya.
   Pukul 12.00 hafidz pulang dengan Ramdan teman sebangku nya. Tak sengaja ia bertemu dengan ayahnya di jalan.
   " Ehh ayah Assalamu'alaikum, ayah sudah pulang? "
   " Sudah nak, ehh ada nak Ramdan. Gimana sekolah hari ini?
   " Yaa seperti biasa saja yah, dan Alhamdulillah lancar"
   " Alhamdulillah pa ustadz semua lancar dalam memahami pelajaran. Oh iya pa ustadz, Ramdan duluan yaa mau ke warung dulu tadi ibu ada titipan. " Kata Ramdan.
   " Ohh iya iya Ramdan silahkan"
   "Assalamu'alaikum fidz, pa ustadz"
   " Wa'alaikumussalam " Ucapnya bersamaan.
Setelah berjalan kurang lebih 15 menit mereka pun sampai di pekarangan rumah, terlihat ibu yang sedang menyapu lantai. Mereka segera menghampiri nya, kemudian mengucapkan salam.
  Tak lama kemudian, Hafidz sudah mengganti pakaian bersiap untuk ke masjid bersama ayahnya untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Mereka pun berangkat ke masjid berjalan kaki.
  Ketika selesai sholat, ada seseorang yang memakai setelan jas menghampiri ayah hafidz yang sedang menuju pulang
  " Pak ustadz Ruslan, assalamu'alaikum.. Sudah lama tak bertemu yaa. Bapa masih ingat saya? Ini saya pa, Bima."
  " Wa'alaikumussalam Bima. Ahh iyaa saya ingat kamu anak muda yang bertemu dengan saya di masjid sini beberapa bulan lalu yaa."
  "Nah iyaa betul pak ustadz, saya udah nunggu disini sedari tadi karena saya yakin bisa bertemu pa ustadz di waktu sholat."
  "Memangnya, ada apa nak Bima? Ehh atau kita mengobrol di rumah saya saja gimana? "
  "Ohh iya boleh boleh pa ustadz. ".
  Mereka pun menaiki mobil yang dibawa oleh Bima untuk menuju ke rumah ustadz Ruslan. Setibanya di rumah, pa Ruslan menyuruh ibu untuk menyiapkan minuman dan Hafidz pun masuk ke kamar untuk istirahat siang.
  " Jadi begini pak ustadz, keluarga saya itu akan mengadakan syukuran keberangkatan haji. Nah, setelah saya mendengar khutbah jum'at dan ceramah yang ustadz sering lakukan saya tertarik untuk mengundang pa ustadz mengisi acara syukuran keluarga saya. Bagaimana pa? "
 " Kalau itu insyaaAllah saya bisa, tapi kapan acaranya? "
 " Acaranya insyaaAllah masih 3 hari lagi pa ustadz, ba'da magrib " Katanya.
 " Bisa insyaAllah nanti saya kosongkan waktu di hari itu."
 " Terima kasih ya  pa ustadz, nanti saya kirimkan alamat rumah saya. Kalau begitu saya permisi pa ustadz maaf ngga bisa terlalu lama . " Bima pamit dan menyalami ustadz Ruslan.
 " Loh kenapa terburu buru" Ucap ustadz Ruslan sambil berdiri.
 " Saya masih di jam kerja ustadz, kebetulan saya mampir tadi di waktu istirahat."
 "Ohh begitu, yaa sudah silahkan silahkan. Hati hati di jalan nak  Bima. " Ucap ustadz Ruslan.
 " Iyaa pa ustadz, assalamu'alaikum. "
 "Wa'alaikumsalam"

BAGIAN 2
Langit sudah di penuhi bintang yang betaburan, menandakan hari sudah malam. Hafidz dan ayahnya sedang berjalan seusai melaksanakan sholat isya di masjid. Sambil berjalan ayah nya pun mengajak hafidz berbincang.
" Fidz, apa kamu sudah menikmati masa masa bermain nya nak?"
" Hafidz menikmati yah, memangnya kenapa? " Jawab hafidz, karena ia bingung, tidak seperti biasanya ayah nya berbicara seperti itu kepadanya.
" Berarti hafidz sudah siap kan jika ayah menyuruh hafidz untuk serius? "
" Hmm.. Maksud ayah serius dalam hal apa yah? Hafidz masih tidak mengerti"
"Serius dalam segala hal nak, serius dalam mencari ilmu, memperdalam ilmu agama, hafidz mau kan menjadi kebanggaan ayah sama ibu? "
"Tentu yah, itu salah satu tujuan hafidz, hafidz ingin masuk surga yah, kata guru hafidz, hafidz bisa masuk surga dengan berbakti dan nurut sama ibu ayah karena berbakti kepada orang tua adalah pintu surga yang paling tengah diantara pintu pintu yang lain. "
" Bagus nak, ayah bangga sama hafidz. Semoga hafidz bisa meraih tujuan hafidz ya"
" Bantu hafidz yaa ayah, hafidz ingin menjadi seperti ayah" Ucap hafidz sambil memegang erat tangan sang ayah.

Mereka pun terus berjalan menyusuri jalan untuk pulang ke rumah. Setibanya di rumah ibu sudah menyiapkan makan malam untuk hafidz dan suami nya. Di meja makan, setelah mereka menghabiskan makanan nya, mereka pun berbincang membicarakan rencana dimana hafidz akan melanjutkan sekolah.
 " Fidz, kamu mau sekolah kemana nak? Sebentar lagi kamu kan lulus dari MI nya" Ucap ayahnya.
 " Kalau pesantren tempat kakak mu mondok mau? " tambah ibunya.
 " Pesantren kak wihdah itu pesantren apa memang bu? " Kata hafidz.
 " Itu pesantren berbasis bahasa fidz, gimana? Hafidz mau? " Tanya ibunya.
 " Hmm.. Ayah hafidz mau pondok tempat ayah mesantren boleh? Pesantren tempat ayah mondok berbasis tahfidz kan yah? Bu hafidz ingin nya kesana, gamau di pondok kak wihdah. " Kata hafidz panjang lebar.
 " Kalau ibu yaa terserah hafidz, itu malah lebih bagus nantinya hafidz jadi penghafal Qur'an seperti Ayah. " Jawab ibunya.
 " Baru juga ayah ingin menawarkan itu. Yaa Ayah setuju lah, ayah memberi nama hafidz salah satunya untuk itu. Ingin hafidz menjadi salah seorang yang memelihara kalam Nya Allah." Kata sang ayah.
 " Aamiinn semoga Hafidz bisa seperti ayah yah"
 " Hafidz berarti harus nurut sama ayah ibu, disiplin waktu, harus mulai menambah lagi hafalan hafidz, nanti jika sudah lancar hafalan nya setorkan langsung ke ayah, Hafidz siap? "
 "InsyaaAllah Hafidz siap yah, mulai subuh besok hafidz mau menambah lagi hafalan hafidz. " Ucap hafidz dengan semangat.
 "Nanti hafidz ikut ayah yah ke rumah Kak Bima yang kemarin datang ke rumah. " Ajak ayahnya kepada hafidz.
 "Iyah ayah insyaaAllah hafidz ikut." Jawab hafidz.

Hari itu tiba, hari dimana untuk pertama kalinya Hafidz ikut bersama ayahnya untuk mengisi acara syukuran. Hafidz memerhatikan ayahnya dari awal acara hingga selesai. Dari cara bicaranya, bahasa yang digunakan, ilmu yang disampaikan, Hafidz benar benar memerhatikan ayahnya. Dalam diri Hafidz ia memantapkan bahwa ia ingin menjadi da'i, ulama, penceramah yang bisa menebar kebaikan seperti keinginan ayahnya. Ketika tau ayahnya akan menghampiri nya, Hafidz pura-pura tertidur di bangku. Ayahnya pun yang melihat putra nya tertidur, segera menggendongnya ke pundak tanpa membangunkan anaknya. Hafidz hanya ingin tau apa yang dilakukan oleh ayahnya ketika ia tertidur yang seharusnya Hafidz memerhatikan.
Ternyata ayahnya tidak membangunkan nya, hanya sedikit bergumam, bahkan ayahnya mendo'akan agar kelak anaknya jauh lebih baik darinya, lebih sukses, dan bisa menjadi penceramah hebat yang tawadhu.


Hafidz membuka matanya, ternyata tadi malam ia benar benar jadi tertidur, dilihatnya jam dinding menunjukan pukul setengah 3 subuh. Ia langsung bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat tahajud kemudian mulai menghafal Al Qur'an seperti yang ia katakan. Ayahnya yang akan membangunkan pun, kembali membalikkan badan ketika ia tahu ternyata hafidz bangun lebih awal dan sedang menghafal.
Ternyata menghafal tidak semudah yang ia bayangkan, tetapi ia terus mengulang ulang bacaan yang harus ia hafal, seringkali kantuk menyerang hingga membuat hafidz tidak fokus, hafidz sampai perlu menyediakan semprotan untuk dirinya sendiri ketika matanya mulai terasa berat. Dengan begitu, matanya akan segar kembali.
Tak terasa, adzan telah berkumandang, Ketika mendengarnya Hafidz terhenyak dan seketika berdiri untuk menghampiri ayahnya dan mengajak nya pergi ke masjid.
"Ayah, ayo Hafidz sudah siap."
"Ayo nak" Kata Ayahnya.
"Bu, kami berangkat dulu ya, setelah tadarus ibu jangan lupa siap-siap kita langsung berangkat ke pasar, Assalamu'alaikum bu. " Ucap Hafidz pada ibunya.
" Iyaa siap nak , wa'alaikumsalam. "
Mereka pun segera berangkat ke masjid sebelum terdengarnya Iqamah.
Sepulang dari masjid Hafidz tanpa ba bi bu langsung berganti pakaian dan menggandeng ibunya untuk pergi ke pasar.
"Ayo Buu Meluncur" Ajak Hafidz.
" Ayo, ayah kita berangkat dulu yaa jangan lupa itu berasnya sudah ibu cuci di dapur." Ucap ibu.
"Assalamu'alaikum" Ucap Hafidz dan Ibu bersamaan.
"Iya bu. Wa'alaikumsalam" Jawab ayah dari dalam kamar.

Hafidz dan ibunya berangkat menggunakan angkutan umum. Diperjalanan menuju pasar , ada suara telepon berdering di Handphone ibunya hafidz.
" Tumben kok ya ada telepon di pagi-pagi buta begini, siapa ya nomornya tidak dikenal juga " Ucap ibunya.
"Angkat saja dulu bu, siapa tau penting" Ucap Hafidz.
Lalu ibunya pun mengangkat telepon tersebut.
" Yaa Assalamu'alaikum, ini dengan siapa ya? "
" Wa'alaikumsalam ibu" Ucap orang yang ada di sana. Suara nya pun tak asing di dengar oleh ibunya.
" Wihdah, ini wihdah yaa anak ibu. Kamu sehat nak? Lama sekali kamu tak menelpon ibu, ibu rindu sama kamu."Ucap ibu yang terlihat bahagia ketika menerima telepon dari Wihdah anaknya.
Hafidz pun yang mendengar reaksi ibunya, mendekatkan telinga nya ke dekat ponsel ibu agar bisa mendengar percakapan mereka.
" Alhamdulillah bu Wihdah sehat, kabar kalian disana bagaimana? Sehat kan? Iya ibu maafkan wihdah baru menelpon ibu sekarang, Wihdah baru dikasih izin untuk menelpon bu. " Ucap wihdah di sebrang sana.
" Alhamdulillah nak kami disini semuanya sehat wal afiat, iyaiyaa ibu mengerti ko. Ada apa nak kok tumben menelpon di pagi-pagi seperti ini." Tanya ibunya yang keheranan karena tak biasanya Wihdah menelpon pada saat ia tau ibunya akan berangkat ke pasar.
" Oh iyaa bu ini Wihdah tidak akan lama kok, ibu pasti lagi berangkat ke pasar kan. Wihdah cuma mau memberi kabar bu, besok lusa Wihdah sudah perpulangan massal dari pondok, dari pagi jam 7 perizinan nya sudah dibuka, ibu atau ayah bisa kan jemput wihdah kesini? " Ucap Wihdah.
"Bisa nak pasti bisa, nanti biar ayah yang jemput wihdah kesana. "
" Yaudah bu, Wihdah akhiri nih ya telpon nya, ada pengajian pagi. Kalian disana sehat-sehat yaa. " Pamit wihdah disana.
" Iya nak yang rajin mengaji nya yaa. " Ucap ibunya.
" Iyaa bu Assalamu'alaikum. "
"Wa'alaikumsalam" Balas ibunya.
Setelah selesai menerima telepon dari kakaknya Hafidz langsung bertanya kepada ibunya dengan begitu penasaran.
" Bener kan bu, kak Wihdah mau pulang dari pondok? Tadi Hafidz dengernya samar samar karena banyak motor dan mobil di luar sana " Tanya Hafidz
" Iya fidz, kakak mu besok lusa pulang, biarkan ayah nanti yang jemput, tapi kalau Ayah sibuk, biar ibu yang jemput kakak mu. "
" Yess, berarti nanti di rumah ramai lagi bu, tidak sepi, ibu kan tau kalau kak Wihdah di rumah pastii kayak di pasar heheh." Canda Hafidz.
" Ahh kamu ini ada ada saja, tapi kalau ga ada dia kamu kan yang kesepian. " Timpal ibunya.
" Sstt, jangan bilang-bilang sama kak Wihdah ibuu ihh. Kalau
Begitu sebelum kak Wihdah pulang ibu harus masak yang enakk pasti kak Wihdah rindu masakan ibu. "
" Iya iyaa siap. Ibu juga berniat seperti itu tadi. Ibu ada uang nanti untuk beli daging sapi. Kita masak di rendang ya. " Ucap ibunya.
" Wahh mantap tuh. Oke bu. " Jawab Hafidz.
Setelah sampai tujuan di pasar, mereka pun turun dan mulai berbelanja kebutuhan untuk berjualan.

Hari ini hari kepulangan Wihdah. Setelah selesai menyiapkan barang dagangan, Ayah langsung berganti baju untuk bersiap menjemput Wihdah,karena bu ingin Wihdah dijemput di pagi hari. Ibunya sudah mengira pasti Wihdah juga sudah tak sabar ingin segera pulang ke rumah.
" Ayah sudah siap? Hafidz beneran ngga boleh ikut yah?. " Tanya Hafidz.
"Ayah menjemput kak Wihdah tidak akan lama Fidz, lagian kan Hafidz waktu itu sudah pernah ikut lihat pondok nya kak Wihdah." Jawab ayahnya.
" Iyaa juga sih yah, yasudah ayah hati-hati di jalan yaa. "
" Iyaa fidz, assalamu'alaikum." Ucap ayahnya. Sambil menyalakan mesin motor.
"Iyaa wa'alaikumsalam." Ucap Ibu dan Hafidz bersamaan.
 Karena hari ini hari libur, rutinitas Hafidz di pagi hari yaitu membantu ibunya berjualan di pekarangan rumah. Apabila sudah sampai siang gorengan nya masih tersisa, Hafidz pergi untuk berjualan keliling kampung agar gorengan ibunya habis tak tersisa.

Matahari sudah tepat berada diatas kepala Hafidz bersamaan dengan adzan yang berkumandang, menyadarkan Hafidz bahwa waktu sudah menunjukan waktu dzuhur. Hafidz hampir tidak sadar karena keasyikan bermain kelereng bersama teman-teman nya. Saat itu juga Hafidz pamit pada teman-temannya dan berlari karena takut tertinggal sholat Dzuhur berjama'ah di masjid.
Ketika sampai di rumah, motor ayahnya sudah terparkir di teras rumahnya menandakan bahwa ayahnya sudah pulang dan kakak nya pun sudah berada di rumah. Hafidz tergesa-gesa masuk dan mengucapkan salam, dilihatnya ayah sudah berpakaian rapi menggunakan baju koko dan sarung. Orang yang ada di dalam rumah mendengar kedatangan Hafidz kaget seketika dan menengok ke arah pintu.
" Wa'alaikumsalam. Ibu kaget loh fidz, ibu kira ada apa eh ternyata kamu. "
" Maaf Bu Hafidz tidak sadar sudah dzuhur makanya Hafidz lari-lari takut ditinggal ayah. " Ucapnya.
" Ehh kak Wihdah sudah pulang, nanti ya ka kita ngobrolnya Hafidz mau ke masjid dulu hehe." Tambah Hafidz.
Hafidz pun pergi sambil mengucapkan salam kepada ibu dan kakak nya.

Sepulang dari masjid, Hafidz menghampiri kakaknya. Meminta kakaknya untuk bercerita bagaimana rasanya tinggal di pondok baru selama setahun penuh kemarin. Karena pondok yang Wihdah tinggali sekarang itu adalah pondok MA yang berbeda dengan pondok MTS nya dulu.
Wihdah pun bercerita panjang lebar mengenai pondok barunya. Dari mulai ia menyesuaikan diri dengan jadwal dan peraturan, tidak betah, keasyikan bersama teman teman dari bangun tidur hingga tidur lagi bahkan Wihdah pun menceritakan tentang masalahnya yang tentunya Hafidz harus hindari. Dan berbagi tips kepada Hafidz bagaimana menjadi santri dalam membagi waktu, karena orang tuanya bercerita bahwa Hafidz pun akan dimasukkan ke pondok pesantren tempat ayahnya menuntut ilmu dahulu.

Beberapa hari kemudian, Hafidz dan ayahnya akan pergi mendaftar ke pesantren yang akan ditinggali Hafidz nanti. Pagi itu Hafidz telah berpakaian rapi dengan peci yang ia kenakan.
" Anak ayah sudah siap belum? " Tanya ayah kepada Hafidz.
" Siap yah, ayo. " Jawab Hafidz dengan semangat.
Setelah Wihdah bercerita asyik nya menjadi santri, Hafidz sudah tidak merasa ragu dan benar-benar mantap ingin merasakan rasanya menjadi seorang santri.

Setelah beberapa jam melakukan perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka pun sampai pada tujuan.
"Alhamdulillah, sudah sampai. Ayo turun." Ajak ayahnya.
Hafidz pun menuruti ucapan ayahnya dan melihat lihat keadaan pondok yang saat itu benar benar sepi karena sedang perpulangan massal.
Hafidz dan ayahnya tiba di kantor pendaftaran. Ayah Hafidz pun segera mengisi formulir dan data-data yang harus diisi, juga memberikan berkas-berkas yang menjadi syarat untuk masuk ke pondok tersebut. Tidak hanya itu, ayah Hafidz pun memperkenalkan kepada Hafidz seorang Ustadz disana yang menjadi kenalan ayahnya, karena dulu pernah menjadi teman sekamar dengan ayahnya saat mondok disana.
"Assalamu'alaikum, Zal alhamdulillah aku sudah sampai. Ini nih ini anakku yang aku ceritakan akan mondok disini. Aku titip dia yaa zal." Ucap ayah Hafidz.
" Fidz, salam dulu. Ini teman Ayah namanya ustadz Rizal. Beliau ini salah satu ustadz disini yang mengurus para santri laki-laki" Tambah ayahnya kepada Hafidz memperkenalkan.
" Assalamu'alaikum ustadz" Ucap Hafidz sembari mencium tangan nya.
"Wa'alaikumsalam Hafidz. Wahh namanya udah hafidz nih keren. InsyaAllah menjadi Hafidz yang mutqin yaa. " Ucap ustadz Rizal.
" Aamiinn ustadz Terima kasih do'anya. " Jawab Hafidz.
" Zal, saya ga bisa lama- lama nih takutnya nanti sampai ke rumah keburu gelap. Jadi saya mau pamit aja nih yaa. Maaf ngga bawa apa-apa nanti insyaaAllah bawa oleh-oleh kesini sambil mengantar Hafidz. " Ucap ayah Hafidz kepada ustadz Rizal.
" Ahh gapapa Rus, gausah, gausah bawa apapun juga gapapa. Saya seneng liat kamu sehat begini juga alhamdulillah. Yasudah silahkan-silahkan takutnya nanti macet juga kan ya. "
"Iya, saya pamit dulu yaa Zal. Assalamu'alaikum. "
"Wa'alaikumsalam Rus, Hati-hati di jalan, kabari jika sudah sampai. "

 BAGIAN 3
 Hari itu telah tiba. Hari dimana Hafidz harus berangkat ke pondok pesantren yang ia inginkan. Barang-barang telah dikemas rapi oleh ibu, segala kebutuhan yang akan dibutuhkan oleh Hafidz sudah disiapkan oleh kedua orang tuanya tanpa ada yang terlewat. Mobil milik saudara sepupu Hafidz telah terparkir di pekarangan dan siap untuk berangkat. Tapi sayang, ayahnya berhalangan hadir karena bertepatan dengan acara penting yang harus ia hadiri.
" Fidz, inget semua pesan Ayah sama Hafidz kan? Hafidz harus betah, turuti semua peraturan disana, yang rajin belajar dan harus semangat menghafalnya. Maaf ayah ngga bisa antar Hafidz kesana. Ini, antarkan bingkisan ini kepada ustadz Rizal teman ayah yang kemarin. Sampaikan salam ayah dan maaf tidak bisa bertemu langsung dengan nya. Yaa, hafidz dengar kan semua pesan ayah." Ucap ayahnya.
Hafidz berkaca-kaca, pasalnya dalam peraturan disana Hafidz hanya boleh pulang disaat waktu lebar idul fitri jika memang tidak ada keperluan yang sangat mendesak. Ia pasti akan rindu kedua orang tuanya, ayahnya, kakaknya karena ini pertama kali bagi Hafidz tinggal jauh dari mereka.
" Iyaa Ayah Hafidz dengar. InsyaAllah nanti Hafidz sampaikan pesan ayah pada ustadz Rizal." Balas Hafidz sambil mendekati ayahnya dan memeluk begitu erat.
"Do'akan Hafidz yaa Ayah. " Tambahnya.
" Iyaa nak pasti, pasti ayah do'akan Hafidz. " Sambil Membalas pelukan Hafidz.
" Ayo nak, bang Sidiq sudah menunggu kamu tuh." Ucap ibunya.
" Sehat-sehat yaa Ayah, semoga segala urusan Ayah dilancarkan Assalamu'alaikum. "
" Iyaa siap, Hafidz jugaa yaa, aamiinn. Wa'alaikumsalam. "
Hafidz pun pergi diantar oleh ibunya dan kaka sepupu juga istrinya menggunakan mobil. Kakaknya, Wihdah pun tidak bisa mengantarnya karena 3 hari yang lalu sudah diantar oleh ayahnya pulang ke pondok pesantren.
Setelah sampai di pondok pesantren yang akan Hafidz tinggali, ibunya segera mengurus segala Administrasi tambahan yang perlu di bayar, membeli buku-buku dan kitab juga seragam yang akan dikenakan Hafidz nantinya. Begitu semuanya selesai, Ibunya menghampiri Hafidz.
" Anak ibu, sudah jadi santri. Hafidz, jaga diri baik-baik ya nak. Makan harus teratur, jangan sampai sakit. Kalau ada apa-apa Hafidz langsung bilang sama kaka-kakanya atau sama ustadz Rizal. Belajar yang rajin, menghafal nya yang semangat. Agar Hafidz jadi jagoan kebanggan ayah sama ibu. Ibu pamit dulu yaa nak." Ucap ibunya sambil meneteskan air mata karena tak mampu membendung nya lagi. Mengingat tak akan hadir kedua anaknya di rumah , Membuat hati sang ibu merasa kehilangan.
"Ibuuu.." Rengek Hafidz sambil memeluk erat ibunya, Hafidz mulai meneteskan air mata. Tak tega melihat air mata sang ibu menetes disana.
"Hafidz akan jadi anak baik bu, ingat semua pesan ayah sama ibu. Ibu ngga usah khawatir sama Hafidz, Hafidz disini akan belajar banyak hal. Ibu disana jaga kesehatan saja. Jangan terlalu memaksakan jika ibu lelah. Jangan sampai sakit ya ibu.  Hafidz sayang ibu." Ucap Hafidz sambil menangis sesenggukan.
" Iya nak ibu juga sayang sama Hafidz. Ibu pamit yaa. Assalamu'alaikum. "
"Wa'alaikumsalam." Balas Hafidz dengan air mata yang terus mengalir, ditambah wajah yang memerah membuat sang ibu merasa tak tega meninggalkan Hafidz disana.
Tapi, sang ibu harus kuat, ini semua demi kebaikan anaknya. Demi masa depan anaknya untuk bekal di hari tua, untuk bekal di akhirat nanti, juga agar menjadi tabungan untuk dirinya sendiri sebagai orang tua karena memiliki anak yang sholeh dan sholehah.

BAGIAN 4
Awal mula kehidupan Hafidz sebagai seorang santri. Hafidz telah berteman baik dengan teman barunya, yaitu Faisal, dan Faiz. Hafidz juga mencoba berusaha menyesuaikan segala aktifitas barunya walaupun dalam dirinya masih ada rasa rindu kepada kedua orang tuanya.
Hari ini, Hari dimana Pak Kyai yaitu pimpinan pondok pesantren tersebut memberikan wejangan, nasihat, dan dorongan kepada santri-santri barunya di sebuah aula besar yang berada tak jauh dari gedung kamar Hafidz.
" Fidz, ayo kaka-kakanya sudah menghitung untuk segera ke aula katanya." Ajak Faiz.
" Iyaa Fidz, ayo-ayo nanti kalau terlambat kita kena hukuman lagi." Tambah Faisal yang mengomel.
"Aduh iyaa bentar-bentar ini lagi kancing baju, gara-gara tadi sih di kamar mandinya ngantri. " Gerutu Hafidz.
Mereka pun akhirnya ber lari-lari pergi ke aula karena takut dihukum apabila sampai terlambat datang.
Mereka memasuki ruangan dan duduk diantara santri-santri lainnya. Di sebelah kanan terisi penuh oleh santriawan sementara di sebelah kiri terisi penuh oleh santriawati. Mereka duduk dipisahkan oleh sebuah hijab yang diletakkan di tengah-tengah aula.
Pak kyai mulai memasuki ruangan aula.
Dan menaiki panggung kecil yang berada di tengah-tengah aula. Kemudian duduk, dan mic pun diserahkan dari salah seorang ustadz. Pak kyai memulai dengan mengucapkan salam dan pembukaan juga disertai sholawat.

" Bagaimana anak-anakku. Bagaimana kabar kalian? Sehat? Sudah terbiasa dengan rutinitas pondok? " Tanya pak kyai pada santrinya.

Santri yang berada di aula tersebut menjawab dengan berbagai jawaban yang bersahutan, ada yang sudah terbiasa, ada yang masih belum terbiasa dengan semuanya.

Kemudian Pak kyai meneruskan dengan memberi nasihat dan masukan agar para santri nya bisa merasa nyaman dan betah berada di pondok. Dilanjut dengan motivasi tentang menghafal Qur'an yang akan menjadi makanan sehari hari para santri selama berada di pondok tersebut.

"Anak-anakku sekalian, menghafal Al-qur'an adalah impian hidup, cita-cita yang agung, tujuan tertinggi, dan harapan besar yang ingin diraih oleh orang-orang yang mulai membacanya. Al-Qur'an yang berisi 30 juz dengan 144 surat dan 6.666 ayat merupakan pedoman hidup yang sangat penting bagi umat Islam. Banyak umat Islam berlomba menghafalkan Al-qur'an mulai dari orang dewasa hingga anak-anak. Tidak hanya menjadi sebuah prestasi tersendiri, tetapi orang-orang yang mampu menghafalkan Al-qur'an akan mendapatkan berbagai macam keutamaan dari Allah SWT. Kalian tau keutamaan apa saja yang Allah SWT berikan kepada para penghafal Al-qur'an? Banyak sekali itu anak-anakku sekalian. Bahkan sampai membuat orang tersebut pantas untuk dicemburui menurut Rasulullah SAW. MasyaaAllah sekali yaa.
Hamba yang menghadirkan Al-qur'an ke dalam jiwanya hingga terbawa tak hanya sekadar di kehidupan dunia tapi sampai kembali kepada Allah, maka hafalannya itu akan menjadi cahaya yang menerangi kubur dan menjadi syafa'at di saat kembali kepada Allah SWT. Kalian mau kan dalam kuburnya terang benderang tidak sesak kegelapan?" Tanya Pak kyai.

Pak kyai juga menyampaikan, Allah SWT secara langsung bahkan menawarkan keagungan bukan sekadar melimpahnya pahala, bukan sekadar memberikan penjagaan Allah, tapi memberikan kemuliaan sampai ke akhirat.
Dalam tawarannya, Allah SWT memberikan motivasi dan optimisme. Di mana Al-qur'an mudah dibaca dan dihafal, itu adalah garansi dari Allah SWT. Allah berfirman: "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-qur'an untuk pelajaran maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (QS al-Qamar : 17)
"Allah SWT telah memudahkan Al-qur'an untuk diingat. Anda bisa bayangkan, anak kecil, bisa hafal Al-qur'an. Maka kita yang pernah kecil pasti bisa. Apalagi kita yang diberikan oleh Allah kesempatan sampai sekarang," Ucap pak kyai.

Pak kyai pun menyampaikan bahwa sejatinya, setiap manusia pasti mendambakan kesuksesan dalam hidupnya. Islam pun adalah agama yang menuntun umatnya untuk menjadi orang-orang yang sukses. Untuk meraih kesuksesan dunia akhirat itu, Allah SWT telah memberikan petunjuk yang fenomenal yaitu Al-qur'an. Di dalam Al-qur'an banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang berbicara tentang kesuksesan dan orang-orang sukses. Namun ternyata sukses menurut manusia berbeda total dengan sukses menurut Allah SWT.

"Mohon maaf,  jika kalian mengatakan ingin mendapatkan surga Firdaus, ingin bersama Nabi SAW, ingin mendapat derajat paling tinggi. Pertanyaan saya, bekal kalian apa? Di dunia saja kalia ingin mendapatkan status terhormat, bukankah kalian harus berusaha dengan maksimal dulu?" ucap pak kyai.

"Manusia bekerja sampai kaya luar biasa, banyak yang mereka hasilkan, tapi pada saat wafat apa yang mereka bawa? Tidak ada. Semua status dunia saat wafat hilang, semua diganti satu kalimat, Almarhum. Tapi dengan hafalan Al Qur'an ini, kita akan bawa sampai kembali kepada Allah SWT. Status yang paling terhormat, hamba-hamba pilihannya. Orang yang spesial untuk mendapatkan warisan Al-qur'an langsung dari Allah SWT." Tambah pak kyai.

Namun, konteks pemahaman bahasa "warisan" ini yakni bukanlah bentuk warisan dunia yang saat wafat tak akan dibawa. Melainkan warisan yang dalam arti sesuatu yang sangat berharga. Sebab Allah merupakan zat yang selalu hidup, tidak pernah wafat. Allah yang menghidupkan dan mematikan.

"Bila kalian mendapatkan warisan dunia, dikejar-kejar. diperebutkan, ingin sekali kan? Tapi dalam konteks warisan ini, Allah punya sesuatu yang sangat berharga, ingin dianugerahkan kepada hamba-hamba terpilihNya. Jadi, orang yang mendapatkan anugerah Al-qur'an, dia menjadi hamba yang terpilih, dia mendapatkan anugerah teragung yang diberikan Allah SWT. Salah satu dari sekian hamba yang Allah pilih adalah kalian. Iyaa kalian, maka disini kalian harus bersyukur bisa menjadi hamba pilihan Allah." tutur Pak Kyai pada santri nya agar membuat para santrinya memiliki semangat yang tinggi dalam menghafal.

Selain itu, Pak Kyai menambahkan bahwa Allah dengan tegas menjanjikan, ahli dan penghafal Al-qur'an ini, yang mampu memelihara dan menjaganya, Allah akan berikan hadiah dengan masuknya mereka ke Surga 'Adn. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Fathir ayat 33 yang artinya: "(Bagi mereka) surga 'Adn mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka didalamnya adalah sutera."

"Anak-anakku sekalian, Seorang Hafiz atau Penghafal Al-qur'an bisa menyelamatkan anggota keluarganya dari siksaan api neraka di akhirat kelak. Nanti kalian akan memberikan syafaat kepada anggota keluarga hingga keturunan kalian.
Dengan izin Allah SWT, kalian bisa gandeng ibu yang telah melahirkan kalian, ayah yang telah merawat kalian, pasangan hidup kalian dan juga anak-anak kalian kelak sampai keturunan ke belakang sepanjang mereka beramal saleh. Mereka akan dipimpin oleh penghafal Al Qur'an ini masuk surga dan disambut oleh semua malaikat di pinggir surga," Ucap Pak Kyai.

"Para penghafal Al-quran ini akan diberikan kalimat penyambut oleh para malaikat, 'Maka silakan nikmati tempat tinggal yang penuh sensasi ini, yang tidak pernah dirasakan dan dihuni oleh orang sebelumnya, oleh siapapun makhluk Allah.' Maka dari itu siapa dari kalian yang berkeinginan masuk dalam golongan ini? Yang dimuliakan bahkan Nabi SAW pun memuji golongan ini. Jika kalian ini berada dalam golongan ini maka apa yang harus kalian lakukan?. Tanya pak kyai.

" Menghafal Al-Qur'an. " Jawab para santri yang berada di aula secara serentak.

 "Maka dari itu, berbahagialah kalian berada diantara orang- orang yang terpilih. Berlomba-lomba lah dalam kebaikan. Tidak perlu seberapa banyak dan cepat kalian Menghafal. Tapi seberapa banyak kalian mengulang. Kalian menghafal sekali, mengulanglah 100 kali. Muraja'ah itu penting yaa anak-anakku sekalian. Para ustadz dan ustadzah yang berada di samping bapak ini yang akan membimbing kalian dari mulai Tahsin, hingga lancar. Kemudian menerima setoran dari yang hanya beberapa baris sampai beberapa halaman. Kemudian mereka juga yang akan menyimak kalian sampai saat wisuda nanti. Semangat menjadi pejuang di jalan Allah. Sekian dari bapak. Bapak ucapkan Terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. "
 
 " Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh " Jawab para santri serentak.
 
 Pak kyai pun menyudahi acara hari ini dan turun dari atas panggung sana.
 Hafidz bersama teman-teman yang menyimak dari awal hingga akhir merasa terkagum-kagum dengan penuturan yang di tuturkan oleh pimpinan pondok pesantren tersebut. Dan mereka bertekad akan menyelesaikan Hafalan nya di pondok ini.

BAGIAN 5
Sudah sekitar kurang lebih 7 bulan Hafidz menjalani hidup sebagai seorang santri, keluh kesah Hafidz rasakan. Dari mulai malas menghafal, muraja'ah berantakan, bentrok nya hafalan dengan pelajaran di kelas sekolah hingga masalah dengan teman sekamarnya. Banyak yang sudah Hafidz lalui. Tetapi semua itu Hafidz adukan kepada kaka kelas nya dan membuat Hafidz kembali teringat dan sadar tujuan awal Hafidz datang kesini untuk apa. Masalah pun, ia bereskan satu persatu dengan bantuan kaka-kaka baik yang membimbing mereka disana.
Hari ini, Hafidz berencana pergi mengunjungi wartel untuk menanyakan kabar orang tua nya. Hafidz mengajak kedua sahabatnya karena sudah memiliki rencana dari kemarin malam untuk menghubungi orang tua mereka.

" Assalamu'alaikum" Ucap ketiganya bersamaan setelah sampai di wartel pondok.

"Wa'alaikumsalam ade-ade cakep. " Balas kaka pembimbing bagian komunikasi yang ada di wartel tersebut.

" Kak, kita boleh nelpon nih ya? " Tanya Faiz.

" Kalian sudah berapa kali nelpon ke orang tua sejak datang kesini? " Tanya kaka pembimbing tersebut.

" Kita baru pertama kali kaa, dateng kesini, kecuali Faisal tuh. Itu juga karena waktu itu dia sakit kan. " Jawab Hafidz.

"Iya iya itu HP nya di laci sana, di belakang HP nya ada tulisan kartu yang di pakai di HP itu. Kalian pilih HP yang kartunya sama yaa dengan nomor orang tua kalian. Biar biaya telpon nya juga murah. " Ucap kaka pembimbing.

" Iya siap kaa" Balas Faisal.

Mereka bertiga pun mulai mengambil HP dan memasukkan nomor ponsel orang tua mereka masing-masing. Hafidz pun yang mendengar suara ayah dan ibunya merasa tenang mengetahui mereka baik-baik saja disana. Hafidz pun mengatakan bahwa dirinya disini baik baik saja, semuanya berjalan dengan lancar walaupun ada sedikit kendala pada waktu itu, ia mengatakan pada orang tuanya bahwa ia bisa mengatasi semuanya. Orang tua nya pun mendengar anaknya sudah terbiasa dengan kebiasaan pondok merasa lega, tidak ada yang perlu di khawatirkan setelah mengetahui anaknya bisa begitu dewasa dalam menghadapi masalahnya. Setelah 15 menit mereka berbincang dengan orang tua masing-masing, mereka pun memutuskan untuk menutup sambungan telepon karena harus bersiap mandi dan mengaji sore.
" Kak, ini kami sudah menelpon nya, terimakasih ya kak." Ucap Hafidz.

"Iya kak, Terima kasih ya. " Tambah Faiz dan Faisal.

"Iyaa sama sama, ayo katanya mau mandi. Nanti takutnya antri lagi. " Titah kakak pembimbing nya.

" Iya iya siap kaa assalamu'alaikum. " Ucap mereka bertiga.

" Iyaa wa'alaikumsalam. " Balas kakak pembimbing tersebut.


Sudah 10 bulan terlewati. Artinya 2 bulan lagi mereka akan pulang massal.
Pada malam itu tidak seperti biasanya Hafidz bermimpi sang ayah. Dalam mimpinya, Ayah melambaikan tangan kepada Hafidz dengan mengenakan jubah putih. Di dalam mimpi nya Hafidz terheran heran mengapa ayahnya melambaikan tangan, Hafidz mencoba menggapai tangan ayahnya tetapi tidak tercapai. Setelah Hafidz mengedipkan mata, ayahnya hilang entah kemana Hafidz berteriak memanggil manggil ayahnya tetapi tetap tidak muncul.

Seisi kanar yang mendengar Hafidz berteriak di tengah malam  semua langsung terbangun. Faisal mendekat kemudian mencoba menyadarkan Hafidz.

" Fidz, fidz bangun kamu kenapa? Hafidzzz.. " Ucap Faisal sambil menggoncangkan badan Hafidz.

Hafidz teriak dan tersadar dengan nafas terengah-engah.
" Hah hah hah, sal ayahku mana? Kamu lihat ayahku barusan?" Tanya Hafidz.

" Kamu ini kenapa, suka ngaco dah fidz. Ini tuu tengah malam kita semua kaget mendengar kamu teriak teriak begitu. " Ucap Faisal.

" Wah Iyah? Aduh maafkan Hafidz yaa teman-teman barusan Hafidz terbawa mimpi. Kalian tidur lagi tidur lagi bel  sepertinya masih lama. " Ucap Hafidz meminta maaf kepada semua teman sekamarnya.

Mendengar Hafidz tidak kenapa kenapa mereka pun melanjutkan kembali tidur mereka. Hanya Hafidz yang masih terbangun, merasa gelisah dan tidak bisa kembali memejamkan matanya.

" Perasaan Hafidz ko ngga enak yaa, jadinya kepikiran. " Ucapnya dalam hati.

    Menjelang pagi, setelah pulang dari pengajian pagi Hafidz pergi ke dapur pondok untuk mengambil makan. Di tengah perjalanan ke dapur, Hafidz bertemu dengan Ustadz Rizal.
"Assalamu'alaikum Ustadz Rizal" Sapa Hafidz sambil mencium tangan ustadz Rizal.

"Wa'alaikumsalam, ehh Hafidz, mau ke dapur ? " Tanya ustadz Rizal

" Iyaa tadz, maaf ustadz Hafidz mau tanya, kabar ayah baik-baik saja kah? " Tanya Hafidz dengan sedikit canggung.

"Hmm Ayahmu baik, kemarin sore ustadz baru saja telponan sama beliau, katanya kan beliau baru pulang dari Lampungg selesai ceramah, insyaa Allah besok kesini mau jenguk Hafidz katanya" Jawab ustadz Rizal mantap yang membuat Hafidz lega mengetahui keadaan ayahnya baik-baik saja.

" Alhamdulillah kalo begitu, Terimakasih ustadz, Hafidz lanjut pergi ke dapur yaa. Assalamu'alaikum " Ucap Hafidz dengan hati tenang.

   Menjelang sore ketika Hafidz pulang dari masjid dan akan ber siap-siap untuk mengaji, Dani teman sekelasnya datang menghampiri Hafidz setengah berlari.

"Fidz, fidz tungguu. " Ucapnya sambil terengah-engah.

"Kenapa dan? Ko lari lari seperti itu?" Tanya Hafidz heran. Dia berpikir teman nya ini kenapa.

"Itu kamu dicari sama Ustadz Rizal, katanya cepat kesana ke depan kamar ustadz. " Ucap Dani.

"Ohh iyaiyaa makasih ya dan. " Ucap Hafidz dan segera pergi menemui ustadz Rizal.

Setibanya di depan kamar ustadz, disana terlihat ustadz Rizal yang telah rapih berpakaian koko hitam. Mukanya tampak datar dan pucat, seperti sedang melamun. Kemudian Hafidz datang menghampiri.

"Assalamu'alaikum ustadz. " Ucap Hafidz. Tetapi sepertinya ustadz Rizal tidak menyadari kedatangan Hafidz.

"Ustadz, ustadz ko melamun. " Ucapnya sekali lagi.

Seketika ustadz Rizal menyadari kedangan Hafidz, dan menatap Hafidz dengan tatapan iba.

"Fidz, ustadz baru dapat kabar dari keluarga mu tadi sebelum Sholat ashar. " Ucap ustadz Rizal ragu-ragu memberi tahu Hafidz karena takut Hafidz tercengang mendapat kabar buruk yang ia dapatkan tadi.

"Kenapa tadz? Ustadz ga pernah panggil Hafidz kesini? Ada apa dengan keluarga Hafidz? Ayah sakit?" Tanyanya dengan sederet pertanyaan.

" Kamu yang sabar yaa, ayo kita pulang, kamu tidak usah bawa pakaian mu. Sekarang saja kita sedang terburu- buru. " Ucap ustadz Rizal sambil menggandeng tangan Hafidz.

Merasa digandeng, kemudian Hafidz melepaskan tangan tersebut.

"Maksud ustadz apa? Hafidz ngga paham.. Ustadz jawab dulu pertanyaan Hafidz." Ucapnya penuh dengan penekanan dengan wajah yang sudah memerah dan mata yang berkaca-kaca.

"Ayahmu fidz.....ayahmu meninggal tadi sebelum waktu ashar" Ucapnya ustadz Hafidz sembari meneteskan air mata dan memeluk Hafidz.

Seketika Hafidz mematung, dunia Hafidz seakan hancur. Pandangan nya menerawang kejadian yang telah ia lalui bersama ayahnya, Hafidz meneteskan air mata, melepas pelukan ustadz Rizal dan berlari sekencang kencang nya menuju gerbang utama pondok pesantren.
Ustadz Rizal yang melihat reaksi Hafidz langsung mengejar Hafidz dan menarik tangan nya.

"Sadar fidz, ayo kita pulang naik motor ustadz. Kamu jangan ber lari-lari seperti ini, Bagamana jika kamu celaka? " Ucap ustadz Rizal menegur Hafidz karena khawatir.

"Kamu tunggu disini, jangan kemana mana ustadz mau ambil motor dan mengantar kamu pulang" Tambahnya.

Hafidz menunggu di pinggir jalan sambil meneteskan air mata, ia tak menyangka bahwa ayahnya akan pergi secepat ini meninggalkan ibu, Hafidz dan juga kak Wihdah. Pikiran nya sedari tadi melayang mengingat pesan-pesan ayahnya, keinginan ayahnya, harapan ayahnya kepada Hafidz. Semua Hafidz ingat dan tak kuasa membendung air matanya, air matanya terus menetes tanpa henti.

Ustadz Rizal muncul dengan sepeda motornya, kemudian Hafidz naik di belakang ustadz Rizal.

Di tengah perjalanan, Hafidz bertanya pada ustadz Rizal. Apa yang membuat ayahnya meninggal? Bukankah ustadz Rizal dan ayahnya kemarin baru saja saling memberi kabar dan akan menjenguk Hafidz esok lusa. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa Allah mengatur rencana lain. Ustadz Rizal menjawab bahwa Ayah Hafidz meninggal karena sudah waktunya. Ayah Hafidz meninggal dengan keadaan sehat dan duduk di bangku depan rumah. Ketika ibu Hafidz memanggil untuk bersiap ke masjid tiba-tiba Ayah Hafidz sudah terkapar di lantai dengan keadaan tak bernyawa. Hal itu sangatlah membuat ibunya terpukul, karena kenyataan nya ibu Hafidz baru saja berbincang beberapa menit yang lalu, dan beberapa menit kemudian suaminya telah meninggal dunia.

Mendengar perkataan ustadz Rizal, tidak bisa dibayangkan berapa sedihnya kini hati ibunya. Membuat hati Hafidz semakin sakit dan sedih. Tetapi ia tidak boleh memperlihatkan kesedihan itu, ia harus menghibur ibunya dengan mengatakan kata-kata yang membuat ibunya tenang.

Sesampainya di rumah, dilihatnya rumah Hafidz telah ramai dengan banyak orang. Bendera kuning terpasang di depan rumahnya. Hafidz segera masuk dan menemui ibunya, dilihatnya ibunya sedang menangis di samping jasad ayahnya dengan keadaan pucat, mata sembab, lemas tak berdaya. Hafidz mendekat, memeluk ibunya. Ibunya yang menyadari kedatangan Hafidz langsung membalas pelukan tersebut dan kembali menangis sesenggukan.
" Fidz, ayahmu fidz. Dia meninggalkan kita bertiga. "Ucap ibunya sedikit berbisik di telinga Hafidz dan meneteskan air mata.

Hafidz melirik ke kanan, dilihatnya jasad ayahnya yang sudah tidak bernyawa. Hafidz meminta dibukakan wajahnya untuk melihat yang terakhir kali. Di bukakanlah kain yang menutupi wajah ayahnya. Hafidz berusaha tegar tidak meneteskan air mata. Dilihatnya wajah ayahnya yang begitu pucat pasi, wajah yang tak akan ia lihat lagi untuk selama-lamanya. Setelah ia merasa sudah cukup melihat wajah ayahnya, ia tutup kembali kain tersebut karena merasa kasihan dengan ibunya yang terus menerus menangis di samping Hafidz. Tidak lama kemudian almarhum langsung di makamkan karena hari yang sudah menjelang magrib.

Setelah prosesi pemakaman, Hafidz dan wihdah menuntun ibunya ke dalam rumah. Hafidz terus menerus melontarkan perkataan yang positif untuk menenangkan dan mendukung ibunya tetap semangat. Walaupun ia sendiri merasa terpukul dengan kepergian ayahnya, tetapi ia perlu tegar karena ia merasa ibunya menjadi tanggung jawab ia juga setelah tidak ada laki-laki lagi di dalam keluarga kecil ini.

Ibunya pun masuk kamar untuk beristirahat, begitupun dengan kakaknya yang terus menemani ibu. Hafidz berjalan ke arah pintu, dimana ruangan tersebut adalah tempat ayahnya belajar dan mengaji di rumah. Begitu ia masuk, terdapat buku-buku dan kitab-kitab yang berjajar. Kitab yang sedang ia pelajari pun ada disana. Rupanya ayahnya telah menyiapkan semuanya untuk Hafidz. Ketika ia melihat ke sebuah meja, disana ada Al-Quran yang biasa ayahnya baca. Ia buka Qur'an tersebut, kemudian Hafidz meneteskan air mata. Ia ingat dengan keinginan ayahnya yang ingin melihat Hafidz hafal 30 juz. Dengan tekad yang kuat Hafidz akan mewujudkan keinginan ayahnya. Dan ia berdo'a

" Yaa Allah bantu Hafidz dalam menghafal semua Kalam-Mu supaya tersimpan dalam hati Hafidz. Dan semoga semua ayat yang Hafidz baca dan Hafidz hafal menggunakan Qur'an ini mengalir terus pahala nya kepada Ayah. "

Setelah itu Hafidz membaca Ayat demi ayat. Entah mengapa ayat tersebut melekat bersamaan dengar nomor ayat dan letaknya. Dirasakan nya nikmat di setiap huruf nya yang membuat Hafidz terus meneteskan air mata. Hafidz menangis karena terharu berapa nikmatnya ia membaca Al-Quran dan karena ia sadar bahwa ia telah kehilangan salah satu pintu tengah untuk masuk ke surga. Dengan itu, ia bertekad untuk menghafal Al Qur'an agar ia dapat memakaikan mahkota dan jubah kehormatan untuk ayahnya.

BAGIAN 6

Sejak kehilangan ayahnya kemudian kembali ke pondok pesantren, Hafidz serius dalam menghafal Al Qur'an, tiap kali ia malas dan lengah. Ia teringat bahwa ada yang harus ia capai. Disaat yang lain tertidur, ia bangun untuk menghafal, di saat yang lain bercanda, ia membuka Al Qur'an untuk mengingat. Ia menggunakan semua usahanya agar dapat menghafal 30 juz Al- Qur'an.

Pernah ketika ia pulang untuk yang kedua kalinya, dilihatnya ibunya memakai pakaian yang lusuh dan tidak layak. Setelah ia bertanya pada kakaknya apa yang terjadi. Ternyata ibunya menjual bajunya demi memenuhi kebutuhan Hafidz di pondok. Ibunya hanya makan 1 kali dalam sehari. Di pagi hari hanya memakan gorengan dan secangkir teh atau kopi.

Mendengar kabar seperti itu, Hafidz menangis. Ia terharu dengan perjuangan ibunya demi memberikan fasilitas yang layak untuk Hafidz. Dari situ ia bertekad untuk benar-benar serius menuntut ilmu agar menjadi orang yang sukses. Memberikan penghidupan yang layak untuk ibu dan kakaknya. Ia menjadi orang yang lebih hemat di pondok dan menabungkan uang nya di celengan yang ia buat sendiri.

Setelah Hafidz berjuang, di akhir tahun ia menjadi santri semuanya membuahkan hasil.

"Hafidz siap?" Tanya Ustadz Rizal.

Pasalnya Pagi ini Hafidz akan menyetorkan Juz terakhir yang ia hafal kepada ustadz Rizal.

"Hafidz siap ustadz. " Jawab Hafidz.

"Silahkan" Ucap ustadz Rizal.

Hafidz membacakan ayat demi ayat dengan sempurna. Tiada yang ia lupa semuanya berjalan dengan lancar. Irama yang ia bacakan membuat siapapun yang mendengar merasa tenang dan damai. Pagi itu Hafidz selesai, selesai menyetorkan 30 juz Al-Qur'an di pondok tersebut.

Tangisan haru yang tak mampu lagi ia bendung, setelah membaca kan Sodaqallahul'adzim ia menelungkupkan tangan nya dan menangis. Ustadz Rizal yang menyaksikan hal tersebut kemudian memeluk Hafidz dengan perasaan bangga. Ia pun telah menyelesaikan janji nya kepada Ruslan untuk menjadikan Hafidz seorang Hafidz yang sebenarnya.

Setelah tangisan Hafidz mereda ustadz Rizal memberi pesan kepada Hafidz.
"Tugasmu belum selesai disini nak, muraja'ah adalah pekerjaan mu sampai kamu menghembuskan nafas terakhir nanti. "  Ucap ustadz Rizal.

"Iya ustadz InsyaAllah, InsyaAllah Hafidz akan selalu menjaga Hafalan Hafidz. " Ucap Hafidz sambil menyeka air matanya dan mengucapkan banyak Terima kasih kepada ustad Rizal yang selama ini telah sabar membimbing nya dan menasihati nya.

Setelah pengajian pagi selesai. Hafidz berlari ke arah wartel untuk menghubungi ibunya. Memberi kabar bahwa ia telah menyelesaikan hafalan nya.
Ibunya yang mendengar kabar tersebut sangat gembira dan meneteskan air mata.
"Terima kasih nak, Terima kasih telah menjadi harta paling indah yang ibu punya. " Ucap ibunya bangga pada Hafidz.

Ini bukan pertama kalinya ibunya menerima kabar seperti ini. Karena 2 tahun lalu Wihdah pun memberikan kabar yang sama dengan Hafidz. Wihdah pun telah menyelesaikan hafalan nya. Betapa bahagia nya hati ibunya kini, karena lengkap sudah. Ia mempunyai 2 anak yang sholeh dan sholehah untuk tabungan nya di surga, mempunyai harta di dunia yang tak ada tandingan nya.

Setelah Hafidz menyelesaikan hafalan nya. Kini pekerjaan Hafidz hanya mengulang hafalan nya dan menunggu kabar dari teman-teman yang akan di wisuda dengan Hafidz 1 bulan mendatang.

"Faisal, Faiz kalian harus yakin yaa akan di wisuda bareng Hafidz. " Ucap Hafidz berbicara pada kedua sahabat nya.

"InsyaaAllah aku segera menyusul fidz, 1 juz lagii fidz 1 juzz. Aku tinggal melancarkannya dan Menyetorkan kepada ustadz Rizal. " Ucap Faiz dengan bangga nya.

"Akuu insyaAllah nanti sore Fidz menyetorkan kepada ustadz Rizal. " Ucap Faisal.

"Isal, aku tak tau lohh kamu juga secepat itu. Semoga lancar yaa nanti sore. " Ucap Hafidz.

"Kamu juga bukan nya mau simakkan yaa 10 juz sekali duduk." Tanya Faiz pada Hafidz.

"InsyaaAllah lusa iz, aku sedang melancarkan ini." Ucap Hafidz.

"Wahhh keren keren.. Semoga lancar jugaa ya fidz. " Dukung Faisal.

"Aamiinn.. Semoga saat menyetor hafalan kita lancar yaa. " Ucap Hafidz.

BAGIAN 7

Setelah Hafidz melewati semua rintangan, akhirnya kini ia duduk di kursi sebagai santri yang akan di wisuda. Pakaian nya telah rapih dan ia pun melihat disana ada ibunya yang sedang tersenyum kepadanya.

Acara pun dimulai, MC membacakan susunan acaranya dan diawali dengan doa dan sambutan-sambutan.
Kini beranjak ke acara inti, dimana Para penghafal Qur'an yang telah menyelesaikan 30 juz naik ke atas panggung. Hati Hafidz bergetar, ia tidak menyangka bisa ada sampai pada titik ini. Moment yang ia dambakan dan ia tunggu-tunggu. Semua berjalan dengan lancar. Isak tangis haru kian pecah ketika Hafidz menyematkan mahkota dan jubah untuk sang ibu sebagai simbolis.

Ditambah hadiah yang sangat membuat Hafidz bahagia. Yaitu hadiah 2 tiket umroh. Ia berpikir, andaikan ayahnya masih ada di dunia ini, mungkin 2 tiket itu akan ia persembahkan kepada ayah dan ibunya. Tetapi semuanya hanya angan belaka.

Setelah semua acara selesai dan Hafidz telah mengemas barang-barang untuk pulang. Tak lupa ia berpamitan kepada ustadz Rizal dan dewan asatidz lainnya. Tak lupa juga ia pamit kepada sahabat-sahabatnya yang telah menemani hari-hari suka duka Hafidz selama di pondok pesantren. Ia bersalaman dan berpelukan untuk mengucapkan selamat tinggal.

"Fidz, nanti kalo kamu sudah jadi da'i yang sukses, kamu kabari aku yaa. Nanti kita bertemu reuni mengingat masa-masa ini dan bercerita panjang lebar. " Ucap Faisal.

"InsyaaAllah do'akan yaa.. Semoga kita menjadi orang-orang sukses dan berguna bagi nusa bangsa dan agama." Ucap Hafidz.

" Aamiinn.. " Ucap mereka bersamaan.

Mereka pun pamit untuk pulang ke daerah asal masing-masing. Dan mulai menata kembali apa yang akan mereka lakukan kedepan nya.

Setelah sampai di rumah, Hafidz istirahat dan membereskan baju-baju lemari dan menata penghargaan yang ia dapat. Ia sengaja meletakkan penghargaan tersebut di ruang belajar ayahnya. Karena penghargaan tersebut ia persembahkan juga untuk ayahnya.

Waktu malam tiba, Hafidz menghampiri ibunya yang sedang menyetrika baju di ruang tengah.
"Bu, karena ada dua tiket untuk pergi umroh. Lebih baik ibu saja dan kak Wihdah yang berangkat. Hafidz bisa insyaaAllah nanti bu. " Ucap Hafidz. Yanga ada di pikiran nya saat ini hanyalah membuat keluarga kecilnya bahagia, jadi ia akan memberikan tiket tersebut kepada kakaknya.

"Loh kenapa fidz? Memang nya kamu tidak ingin? " Tanya ibunya.

"Bukan tidak ingin bu, Hafidz sudah bahagia melihat kalian pergi ke tanah suci. Untuk hafidz nanti saja belakangan. " Jawab Hafidz.

Wihdah yang sedari tadi mendengar perkataan Hafidz, datang menghampiri dan membantah ucapan Hafidz.

"Tidak-tidak kakak tidak mau fidz, bagaimanapun kamu yang berjuang. Jadi kamu yang berhak pergi ke sana. Kakak tidak apa-apa di sini." Ucap kakaknya.

"Tapi kak,... " Ucap Hafidz tapi langsung disela oleh kakaknya.

"Tidak fidz, kamu percaya kan sama kakak kalo kakak disini baik-baik saja lagian tidak akan lama kan jika umroh. Kakak bisa berangkat Kapan-kapan. Kita berdo'a saja supaya suatu hari nanti kita diberi kesempatan datang ke tanah suci bersama. " Ujar kakaknya.

"Bener yaa kaa? " Tanya Hafidz ragu. Pasalnya pada saat wihdah wisuda Tahfidz, tidak mendapatkan tiket umroh. Tapi kali ini Hafidz dapat karena prestasi Hafidz yang luar biasa.

"Kakak benar benar benar tidak apa-apa. " Ucap kakaknya.

"Kalau begitu Terima kasih yaa kaa. " Ucap Hafidz sambil tersenyum.

"Kenapa kamu ini berterima kasih fidz, justru kakak yang harusnya berterima kasih karena kamu bisa membawa ibu ke tanah suci sana." Ucap kakaknya.

"Do'akan Wihdah yaa bu semoga suatu hari nanti wihdah bisa membawa ibu pergi haji. " Ucap Wihdah pada ibunya.

"Aamiinn.. Ibu bangga sama kalian berdua. " Ujar sang ibu sambil memeluk kedua anaknya.

BAGIAN 8
Hari itu tiba, hari dimana ibu dan Hafidz berangkat ke bandara untuk pergi ke tanah suci.

"Dah, ibu berangkat ya, tolong jaga rumah. Wihdah ingat kan pesan-pesan ibu? " Ucap ibunya kepada wihdah.

"Wihdah ingat bu. Terutama jika wihdah kesepian wihdah pergi saja ke rumah bibi Aisyah. " Jawab wihdah.

"Kita berangkat dulu yaa kak. " Pamit Hafidz pada kakaknya.

"Iyaa fidz, kalian hati-hati yaa kabari kakak jika sudah sampai. Maaf kakak tidak bisa antar sampai bandara." Ucap kakaknya.

" Iyaa kak tidak apa-apa.. Kami pamit yaa assalamu'alaikum. "
Ucap Hafidz dan ibunya bersamaan.

"Wa'alaikumsalam." Jawab wihdah.

Setelah melakukan perjalanan yang jauh akhirnya mereka pun sampai di tanah suci mekkah.
Hafidz tidak menyangka bisa menginjakkan kaki di sini. Semuanya terasa mimpi. Dan ia sangat sangat bersyukur bisa diberi kesempatan yang tidak bisa semua orang lakukan.

Mereka mematuhi apa-apa yang diucapkan pembimbing jama'ah. Dan menjalani ibadah di sana dengan penuh kekhusyukan. Sampai pada saat sedang tawaf di masjidil Haram Hafidz menggandeng ibunya di sebelah kanan takut-takut pegangan nya terlepas dan membawa ibunya ke depan hajar aswad agar bisa menyentuh bahkan mencium nya. Dalam hati ia berkata

"Yaaa Allah Terima kasih atas segala nikmat-Mu...
Ayah sampai hari ini Hafidz telah menjadi seorang Hafidz yang ayah inginkan dan membawa ibu ke tanah suci ini. Semoga suatu saat nanti Hafidz bisa benar-benar memakaikan ayah mahkota dan jubah kehormatan yang ayah impikan."
Ucapnya sambil meneteskan air mata sambil tersenyum.

BAGIAN 9
Kini Hafidz telah dewasa, menjadi seorang penceramah kondang yang cerdas, lulusan Al Azhar Mesir dan telah memiliki penghidupan yang layak. Ibunya bukan hanya dibahagiakan dengan harta tetapi dengan kesholehan Hafidz yang MasyaaAllah. Membuat beberapa wanita pun terpikat dengan kesholehan dan sifat tawadhu nya. Kakaknya telah menikah dengan seorang putra dari pemilik pesantren di Jawa Timur dan dibawa tinggal oleh suaminya.

Hafidz dan ibunya walaupun sudah memiliki banyak harta tetap selalu bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Jika ditanya kenapa, maka ia akan menjawab

"Sebagaimana halnya air, nikmat dunia juga tidak bisa kita tampung secara berlebihan, melainkan harus dialirkan. Jika saluran tersumbat maka air yang berlebihan akan berakibat banjir yang justru menyebabkan malapetaka. "


TAMAT

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun