Saya teringat, sebelum Walikota Bengkulu H. Helmi Hasan dengan program sholat dzuhur berjamaah dengan berhadiah mobil atau umrah, pernah di wilayah timur pulau Sumbawa tepatnya di Kabupaten Bima NTB, Bupati Bima periode tahun 2000-2005 H. Zainul Arifin melakukan program Jum,at Khusuk. Dalam program jum,at khusuk ini, sang Bupati Bima pada waktu itu memerintahkan warga dan aparatur pemerintahan baik di tingkat desa dan kecamatan diharuskan menghentikan seluruh aktivitas baik perniagaan, pelayanan dan transportasi yaitu kebijakan menutup dengan portal jalan kabupaten, propinsi dan negera di kala waktu menjelang menunaikan sholat jum,at. Sudah barang tentu kebijakan “nyeleneh” kepala daerah kabupaten Bima ini disambut pro dan kontra di masyarakat. “Niat baik” kepala daerah ini menjadi buah bibir dan bahan diskusi hangat dikala ada tamu atau wisatawan yang datang ke daerah Bima menyampaikan kesan bahwa daerah Bima lebih Islamis dari pada daerah serambi makkah Aceh dan tanah suci makkah Arab Saudi. Dari zaman Rasulullah SAW sampai sekarangpun belum ada kebijakan yang senekat itu, mewajibkan rakyatnya yang muslim menunaikan sholat jum,at dengan berupaya menghentikan segala mobile masyarakatnya dengan tindakan yang terkesan “memaksa” ibadah dan keberagamaan seseorang (pribadi) dengan Sang Kholiq-Nya.