1. Lihat para lelaki yang meng'kultus'kan dapur sebagai tempat kita (perempuan/wanita) saja dan menolak untuk bekerja sama.
2. Lihat mindset yang ditanamkan guru-guru kita sejak kecil yang sering mencontohkan kepada kita sebuah kalimat berikut : 'Ibu memasak didapur, bapak membaca koran' -lalu salahkah jika ibu membaca koran dan bapak memasak? hmm sepertinya aneh..kenapa aneh? kembali lagi kepada mindset.
3. Lihat ketika para laki-laki ditanya kenapa ingin menikah, jawabnya..'biar ada yang ngurusin saya' hmm, ternyata kita tak lebih dari baby sitter, untuk... bayi besar hehehe
4. Dengar, bahkan ada lagu dengan lirik..'wanita racun dunia...' dan dinyanyikan dengan bebas dinegeri ini..pertanyaan gue, kalau racun kenapa dinikahin ye? dan apakah ibu-ibu anda bukan wanita? berarti mereka racun semua???
Hmmm, kembali lagi kebacaan gue, feminisme liberal 'eksploitasi modal, buruh perempuan yang tidak mendapatkan upah yang layak dalam pabrik, serta kepatuhan perempuan terhadap perintah laki-laki dalam rumah tangga adalah bentuk protes feminis liberal...bahkan mereka melegalkan lesbianisme. Menurut mereka apa saja yang membuat perempuan senang, entah melanggar tradisi atau tidak, lakukan saja' . Wah, wah...bagi kita dengan adat timur dan yang beragama tentu ini bukan yang kita atau gue mau.
Sekelumit tentang pandangan feminisme radikal ....'bahwa hubungan dalam bentuk apa saja dengan laki-laki harus ditinjau ulang.....alat kelamin laki-laki yang tegak berdiri (maaf!) yang dimasukkan kedalam lubang vagina adalah bentuk bahwa betapa perempuan tidak bisa keluar dari sindrom inferioritas terhadap laki-laki, ditambah pula posisi wanita yang dibawah adalah artikulasi sifat inferioritas tersebut'...hmm, gue tambah bergidik, serem bener nih!
Tentu tak perlu saya jelaskan disini bahwa dua pandangan diatas terlalu bombastis malah melanggar norma-norma dalam masyarakat dan tuntunan agama yang kita (gue) percayai masing-masing..
Lalu bagaimanakah kita, para wanita? sederhana saja, kita perlu berjuang agar kita tidak hanya dipandang sebagai pengurus dapur, baby sitter untuk bayi besar hihihi, dan racun bagi pembangunan serta kemajuan bangsa. Tentu perjuangan harus sesuai tuntunan agama...jadi berjuanglah hehehe...
Namun rekan-rekan seperjuangan perlu juga berpikir tentang beberapa hal;
1. Kita berteriak untuk persamaan dalam segala hal, pada saat memikul tas berat saja, dengan manja kita mengeluh bahkan berteriak pada laki-laki kita untuk meminta bantuan---tentu tak selamanya seluruh persamaan memberi kenyamanan hehehe.
2. Kenapa sih, pada saat laki-laki mendendangkan lagu 'wanita racun dunia....' kita juga ikut berdendang riang seolah-olah kita memang racun???---bukankah tanpa sadar kita wanita telah ikut merendahkan diri kita sendiri?
3. Sering terjadi gejala sosial dalam masyarakat bahwa mertua seringkali mengalami masalah dengan menantu--wanita dengan wanita, bukankah selayaknya kita berjuang bersama?...para mertua sering mencaci menantu yang tidak pintar melayani suami, tidak bisa memasak...sementara menantu juga harus ikut menghidupi keluarga karena ketidak-mampuan sang suami mencukupi kebutuhan hidup, wonderwoman-kah yang dicari agar menjadi menantu sempurna?--kapankah wanita sekedar punya waktu untuk merasa bahagia sebagai wanita jika harus bekerja diluar dari pagi hingga petang dan ketika pulang sampai pagi keesokan harinya terus mengorganisir keseluruhan kejadian rumah tangga?...
4. Ketika laki-laki kita berselingkuh, yang pertama yang sering dilakukan para wanita adalah menyerang selingkuhan laki-laki kita yang juga wanita hehehe, bukankah jika laki-laki kita mencintai kita seutuhnya dia tak akan berpaling kepada wanita lain secantik apapun wanita itu...nah, jika benar laki-laki kita telah mencintai orang lain lagi, bukankah kita juga bisa mencintai laki-laki lainnya juga? (tentu sesuai norma-norma yang berlaku) atau memilih hidup sendiri jika mampu, adalah bukan pilihan yang buruk kan?
Wahai wanita, berbahagialah:)