Tetapi pada kenyataannya, perkembangan teknologi kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia penuh paradoks, dan sarat atas konflik kepentingan. Di satu sisi, pemerintah perlu melindungi masyarakat dari teknologi yang dianggap belum terbukti sehingga pembuktian melalui uji klinis sebelum diedarkan menjadi sebuah keharusan. Di sisi lain, infrastruktur yang dibutuhkan untuk melaksanakan uji klinis sangat terbatas, seperti fasilitas penelitian, tenaga dokter peneliti, penguasaan terhadap
 Good Clinical Practice (GCP), putusan komite etik yang bisa diterima secara luas, dan regulasi yang melindungi peneliti maupun pasien. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinis teknologi baru juga sangat besar, dengan tingkat kesuksesan eksperimen yang sangat rendah.
KEMBALI KE ARTIKEL