Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kampus Oxford: Romantika Medieval dalam Pelukan Sains I

20 Maret 2012   22:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:41 126 0

Oxford tak henti-hentinya dijamahi, tak ada matinya, selalu muda, dan selalu bergairah. Dipenuhi oleh pelajar multi etnis yang terpikat oleh keagungan mahligai ilmu yang memeluknya, Oxford telah menjadi salah satu negeri impian pelajar berotak cemerlang untuk mengobral sketsa masa depannya dalam bingkai ilmiah nan luhur dan bijak bestari, science. Tatanan kota yang rapi dan bersih, dipadati oleh pejalan kaki dan pengguna sepeda, menampilkan keunikan tersendiri, serta menciptakan “warnanya” sendiri. Oxford adalah representasi kota pelajar yang berkelas dunia.

Jejeran langkah kaki berebutan memenuhi jalur pedestrian di alun-alun kota, putaran jejari sepeda berkeliaran gesit memakan badan jalan tetapi tetap berhenti bila berpas-pasan dengan lampu merah. Mereka begitu menikmati keteraturan. Satu budaya terdidik dari orang-orang terpelajar yang menghargai keselamatan komunal daripada harus tergesa-gesa menancap laju kencang tapi menyepelekan maut di seberang jalan. Tentu saja mereka tak lupa memakai helm sepeda sebagai prosedur dalam keselamatan berkendaraan kereta angin ramah lingkungan ini. Tradisi bersepeda merupakan daya tarik kuat yang menjadikan Oxford tampak begitu bersahabat. Tidak terlalu larut dalam kebisingan dan hingar-bingar kendaraan serta polusi bawaannya. Mereka tertib mengayuh pedal dengan kecepatan terkendali dan sistem pengereman terkontrol tanpa harus ada pengawasan polisi berbadan gendut yang duduk bermalas-malasan di balik pos penjagaan di perempatan jalan untuk mengintai dan mengendus pengendara tak berkaca spion untuk segera diberi “tindakan perbaikan”. Namun pada saat pemutusan arus listrik langganan malah menghilang raib dari menara gadingnya itu dan membiarkan kendaraan centang-prenang berdesak-desakan menyelamatkan diri masing-masing menemukan jalannya sendiri, menyedihkan. Gambaran kesembrawutan yang memilukan itu jelas tak akan pernah ditemui di sini. Karena itu tentu pula mereka tidak pernah berurusan remeh- temeh dengan polisi yang hanya karena tak ada alasan lain menyalahkan ban yang tidak memiliki tutup pentin pun layak untuk diangkut ke meja hijau, kena penalty. Mereka begitu setia menghargai kehidupan!

Semua tampak sibuk, penuh gairah, penuh energi mengejar berbagai urusan, memburu rupa-rupa kesempatan untuk mengakhiri tahun perkuliahan. Semua berkemas menyatukan harapan dan cita-citanya menyelesaikan silabus kuliah semester ini di kampus tua The University of Oxford. Kampus yang digadang sebagai pemutus mata rantai kegelapan manusia-manusia eropa dari belenggu kekolotan sistem yang saat itu didominasi oleh titah gereja ortodoks dan kerajaan otoriter yang gila kekuasaan, yang memiskinkan nilai-nilai kemanusiaan. Mereka mencoba mencari dan membina “si suluah bendang dalam nagari” sehingga tumbuh menjadi tokoh-tokoh dunia yang siap membuat perubahan, menerima perubahan. Hasilnya, kaum inteligensia muda dari kampus ini kerap menjadi langganan kursi kepemimpin di negerinya masing-masing, jadi presiden atau perdana mentri. Maka derap langkah yang tergesa-gesa seperti ketinggalan kereta di jalanan adalah para pemburu ilmu paling produktif yang rela jauh-jauh datang dari berbagai belahan bumi untuk mengecap lautan hikmah dan mengkaji hipotesa sains untuk mendapatkan enlightenment, pencerahan dari nektar ilmu pengetahuan di tengah bangunan-bangunan kuno yang lebih mirip museum istana kerajaan ketimbang kampus perkuliahan pada umumnya ini.

Silakan lanjut ke Bagian II.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun