1. Mencermati gerakan koalisi merah putih (kmp), sejak uu md3 dan terakhir uu pilkada yang dipilih melalui dprd, makin terbuka arah yang dirancang sebenarnya kemana. Yakni mencoba mengganti sistem presidential ke parlementer. Wajar, karena kmp berkuasa tidak di eksekutif (gagal di pilpres), tapi di parlemen. Menguasai parlemen berarti berpeluang lebih besar untuk mengganti, mengubah, uu. Bahkan mengamendemen uud 45. Dan jalan ke arah itu terbuka lebar sekali. Terlepas dari apakah nanti dengan cara itu kmp akan memilih prabowo sebagai kepala negara atau tidak. Itu pasti soal yang lain lagi. 2. Intinya: dengan jalur, strategi dan cara yang ditempuh sekarang, kmp bisa melakukan apapun untuk negara dan rakyat indonesia. Atau, atasnama bangsa indonesia. Dan prosedur yang ditempuh itu konstitusional.3. Tentu ini harus menjadi consern semua pihak sebagai warga negara. 4. Pertama2, khusus ke para ahli tatanegara dan ahli hukum kita, untuk merumuskan mana diantara dua model pemerintahan itu yang paling baik dan tepat untuk indonesia saat ini. Kajiannya harus komprehensif dan dengan disain yang valid. Enggak asal2an kayak disertasi pilkada langsung gamawan fauzi, hehe...5. Kedua, para politisi sebagai eksekutor ide sistem tatanegara yang baik itu harus bekerja serius. Jangan kayak pak beye yang enggak serius2 banget menahan ide parlementer dari kmp (bisa jadi, beliau emang maunya parlementer?).6. Ke depan, emang kita tidak tahu apakah presidential lebih baik daripada parlementer. Tapi pengalaman bernegara kita selama ini, sistem presidential --dengan perubahan dan pembenahan sistem disana-sini-- kelihatannya lebih baik.7. Kita masih menunggu cuaca perubahan, situasi politik, mendatang, setelah parlemen dan presiden baru dilantik. Parlemen kita keliatannya akan menjadi lapangan bola yang asyik kita cermati, karena gol2 tak terduga masih akan terus terjadi...(*)
KEMBALI KE ARTIKEL