Sudah sekian lama setelah kita bertemu pertama kali. Satu demi satu kejadian-kejadian meloncat-loncat, membawa kita mengarunginya dari suasana satu ke suasana lainnya. Aku bisa merekam semua ekspresimu. Kenangan mulai tercipta, dan aku yang paling merasakannya. Bahagiamu, sedihmu, marahmu. Tawamu, air matamu. Caramu memandang dunia, caramu memandang dirimu, dan caramu memandangku.
Sudah sekian lama waktu itu berlalu. Bahkan aku masih sangat bisa mengingatnya padahal memoriku rapuh. Rapuhnya memori ini tidak pernah bisa membuatku melupakanmu dan kenangan yang pernah kita buat.
Sudah sekian lama waktu itu berlalu. Dan, saat ini aku mengerti. Kenangan itu banyak membawa emosi padaku. Kangen, bahagia, sedih, marah.Betapa penuhnya aku. Aku bersyukur telah bisa merasakannya. Karena harus aku akui aku tak pernah merasa bahagia sebahagia bersamamu.
Namun, beberapa waktu ini aku tak bisa mengendalikannya, aku tak bisa mengendalikan rasaku. Aku selalu terpuruk jika mengingatmu. Itu setelah rasa ini seperti tak berbalas lagi. Aku memang hanya merasa, karena inilah yang paling aku kuasai. Tapi, rasa ini begitu kuat, aku tahu itu dengan instingku.
Sesuatu dan seseorang selalu membuat suatu kenangan. Aku telah memutuskan untuk tak menangis lagi saat mengingatmu, aku tak ingin menangis lagi saat mengenangmu. Karena kenangan bersamamu adalah sempurna, dan aku akan bernostalgia dengan tersenyum, dengan ataupun tanpamu. Bahkan jika kau benar-benar menutup pintumu.
Maka, sebelum kau menutup pintu, ijinkan aku menyentuhmu. Sekali saja. Tanpa banyak kata.
Sep 3, ‘07