Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Jalan Tak Berujung Menuju Kawah Ijen

9 Januari 2011   13:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:47 1528 1

Paltuding, menjadi pemberhentian mobil yang kami bawa. Pukul 21.00 akhirnya kami sampai di camp menuju Kawah Ijen, setelah melalui perjalanan berjam-jam dari kota Surabaya. Bahkan ada rombongan termasuk saya memulai perjalanan dari kota Yogyakarta. Saya bersama istri dan 2 orang rekan berangkat menuju Surabaya menggunakan bus pada Kamis malam. Kami sengaja memilih bus Patas AC . Ongkos yang kami keluarkan masing-masing Rp.62.000,-. Dari kota Gudeg kami berangkat pukul 21.30 dan tiba di stasiun Purabaya, Bungurasih pukul 05.00. Terminal terbesar di Jawa Timur ini menjadi tempat transit pertama kami. Sejenak kami bisa beristirahat, sholat Subuh dan mandi sambil menunggu mobil yang telah disewa. Untuk menghemat biaya kami sengaja membawa banyak anggota sehingga untuk transportasi dari Surabaya menuju Ijen PPdan ada beberapa tujuan lokasi lain kami patungan per orang Rp.300.000,-.

Setelah menanti rombongan lain dari Surabaya perjalanan kami lanjutkan menuju Banyuwangi. Waktu sudah menjelang pukul 11 siang ketika romongan kami,semua berjumlah 14 orang dibagi dalam dua mobil sewaan, meninggalkan kota Pahlawan. Kami melewati rute Surabaya,Probolinggo, Situbondo, Bondowoso. Selama perjalanan kami sempat mampir di daerah Nguling, Probolinggo. Kami menikmati wisata kuliner Rawon Nguling sambil beristirahat untuk menjalankan ibadah Sholat.

Sepanjang perjalanan kami melewati tempat-tempat yang menarik, salah satunya adalah PLTU Paiton. Melintasi jalanan di depan pembangkit listrik ini ingatan saya tertuju pada peristiwa memilukan terbakarnya sebuah bus pariwisata yang membawa rombongan siswa-siswi SMK Yapemda Sleman. Kecelakaan yang membuat semua yang berada dalam bus hangus terbakar.

Kota demi kota kami lalui, ternyata menjelang Maghrib kami masih belum sampai di tujuan. Posisi rombongan baru di jalan berkelok-kelok dari kota Situbondo menuju Bondowoso. Bahkan jelang pukul 19.00 kendaraan yang membawa kami baru sampai di daerah Sempol, artinya masih sekira 20 kilometer lagi menuju Ijen.

Meskipun katanya hanya tinggal 20an kilometer lagi ternyata perjalanan kami masih sangat panjang. Hujan yang jatuh sore tadi membuat jalanan tertutup kabut tebal. Kondisi ini membuat mobil berjalan pelan karena jarak pandang yang terbatas dan jalanan yang rusak berat. Dari berbagai informasi yang saya dapat melalui internet ini adalah jalan yang bisa kami pilih, meskipun sebenarnya rute ini lebih jauh dibanding melalui jalur Banyuwangi lewat Licin. Rute melalui Banyuwangi konon lebih susah meskipun secara jarak lebih pendek. Meskipun melewati jalur inipun kami harus menembus kabut yang tebal, dan jalan di rute Sempol yang rusak cukup parah hingga beberapa kilometer.

Ketika rombongan kami tiba, suasana di Paltuding cukup meriah, momen jelang tahun baru membuat masyarakat berdatangan mendirikan tenda menyambut tahun baru di tempat ini. Mereka seakan tak terpengaruh dengan gerimis yang belum juga reda dan hawa dingin yang terasa. Rombongan kamipun segera mencari lokasi untuk mendirikan tenda, rencananya malam ini kami menginap di tempat ini sebelum pagi-pagi buta berangkat menuju Kawah Ijen. Rencananya jam 2 dini hari ramai-ramai kami akan menuju kawah.

Di sini fasilitas bagi pengunjung sudah cukup lumayan. Ada penginapan,MCK dan warung-warung yang menjajakan makanan dan minuman. Saya, istri dan 2 orang rekan sempat mampir di sebuah warung. Ternyata makanan dan minuman masih tergolong wajar. Semangkok mie rebus panas dengan telor bisa turut menghangatkan badan saya hanya dengan mengelurkan uang Rp.6000,-. Meskipun ada satu catatan saya mengenai Mushola. Tempat yang seharusnya digunakan untuk sholat justru dipakai tidur akibatnya saya sempat kesulitan mencari ruang untuk menjalankan sholat Isya.

Pergantian Tahun di Kegelapan Malam

Jelang malam beberapa dari kami tidur di tenda. Namun saya memilih tidur di mobil saja. Meskipun harus tidur sambil duduk berbagi tempat dengan beberapa orang. Ternyata saya bisa tidur dengan nyenyak juga setelah sempat terbangun dengan suara letusan kembang api dan lampu yang dipadamkan saat jelang pergantian tahun baru.

Pukul setengah tiga saya terjaga dari tidur, setelah seorang rekan membangunkan kami. Agak molor dibanding rencana awal naik ke kawah pukul 2 pagi. Kami segera bersiap, menyiapkan berbagai perlatan yang dianggap perlu untuk dibawa. Selain minuman, masker, jas hujan, kamera, tak lupa kami membawa matras. Rencananya kami akan istirahat untuk menjalankan sholat Subuh di atas.

Gerimis masih mengguyur Paltuding ketika kami naik. Sehingga dengan terpaksa meskipun tidak nyaman saya harus memakai jas hujan. Dengan kondisi jalan yang cukup menanjak dan saya yang sudah lama tidak berolahraga rutin tentunya cukup menyusahkan. Untung saja rombongan kami berjalan pelan dan beberapa kali istirahat untuk sekedar tarik nafas dan minum.

Setelah hampir 2,5 jam berjalan kaki akhirnya kami tiba di bibir kawah. Namun rupanya keberuntungan tidak berpihak kepada kami. Di atas kabut begitu tebal disertai bau belerang yang menyengat. Gambaran keindahan kawah berwarna kehijauan seperti yang pernah saya lihat di foto tidak nampak. Semua yang terlihat hanya warna putih pekat meskipun sesekali bibir kawah nampak.

Meskipun cuaca kurang bagus ternyata tak menghilangkan minat pengunjung berlama-lama berada di atas. Mereka sengaja menunggu kawah terlihat sambil sesekali mengambil gambar. Ada juga yang membeli benda kreasi penambang yang berbahan belerang. Belerang tersebut diukir menjadi bentuk-bentuk lucu seperti kelinci, kura-kura,kucing. Semuanya bisa didapat dengan harga mulai dari Rp.2000,- hingga Rp.5000,-.

FATHONI ARIEF

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun