Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Pojok Jakarta : Sisi Lain Ibu Kota

13 Juni 2010   00:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:35 376 0
[caption id="attachment_165504" align="aligncenter" width="500" caption="Interaksi antara penjual dan pembeli di pasar tradisional /doc.Fathoni Arief"][/caption]

Peristiwa Sabtu pagi kemarin masih terngiang-ngiang di ingatan saya. Saya dan beberapa orang rekan naik angkot dari Pasar Senen menuju Pasar Baru. Pagi itu di beberapa ruas jalan memang masih sepi. Ketika angkot merapat di jalan samping gedung Departemen Keuangan lapangan Banteng perhatian kami tertuju pada sebuah angkot lain di belakang yang dipaksa berhenti oleh seorang pengendara bermotor. Pengendara bermotor nampak emosi, sambil berteriak dan menunjuk-nunjuk sesuatu. Berusaha menghentikan si sopir dilemparlah sebuah helm warna merah di sisi kanan mungkin saja berdekatan dengan roda depan. Namun hal tersebut bukannya membuat sopir berhenti untuk membicarakan semuanya dengan baik-baik angkot tersebut langsung melaju dan suara “krak” sebuah helm warna merah hancur berkeping-keping.

Raut wajah pengendara motor makin memerah. Dengan terburu-buru dia nyalakan motor yang terhenti di tengah jalan dan mengejar angkot tadi. Ketika pengendara motor sudah melaju seorang tukang ojek yang sedari tadi ada di pinggir jalan melangkah mendekati kepingan-kepingan helm. Namun bukannya membersihkan kepingan helm ia hanya mengambil bagian kaca penutup muka yang masih utuh dan membiarkan kepingan-kepingan tersebut tetap berserakan di tengah jalan. Tak lama angkot sayapun melaju. “Wah kena tuh. Sempat dicatat plat nomornya enggak ya?” kata pak sopir yang nampaknya juga penasaran dengan nasib sopir angkot dan pengendara bermotor. Ketika angkot melanjutkan perjalanan di kiri kanan saya tak menemukan angkot dan pengendara motor tadi.

Kejadian tersebut sempat membuat saya berkesimpulan sudah tak ada lagi kekeluargaan dan saling toleransi di kota ini. Masing-masing dari warganya hanya berusaha memenuhi kepuasan dan hasratnya sendiri. Jika kepentingannya terganggu atau bersinggungan dengan orang lain emosi, saling mencaci, adu otot, bentrok, tawuran seringkali menjadi jalan keluar. Namun untung saja saya juga sempat melihat sisi lain kota ini yang melegakan saya. Meskipun keberadaannya seringkali dianggap sebagai biang kotor kota, pasar tradisional.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun