Waktu sudah bergeser dari senja. Warna kemerah-merahan yang sempat mewarnai langit kini mulai menghilang terhapus kelam. Di sebuah warung di pinggir pantai Karangtaraje seorang lelaki berusia 30an tahun sudah menanti kami ( saya, Firdaus Sudarma (Opi), Mohamad Iqbal (Iqbal)). Lelaki itu akrab disapa Kombet. Bersama Kombet nampak dua orang lelaki usianya lebih tua. Satu diantaranya berbicara dengan logat Jawa.
Kombet menyapa kami bertiga, menanyakan kepastian apakah kami jadi memakai jasa ojeknya. Jika jadi Kombet bakal memanggil dua orang rekannya lagi. Kamipun memutuskan iya. Malam ini kami langsung menuju desa Sawarna dan beristirahat di sana.
Sambil menunggu Kombet kami berbincang-bincang dengan lelaki berlogat Jawa. Sambil merapikan barang bawaan kami yang sempat kami titipkan di warung. Lelaki itu banyak bercerita mengenai Sawarna dan mewanti-wati kami agar tidak tidur di tenda. Kabarnya beberapa hari sebelumnya sempat ada kabar muncul buaya.
Tak berapa lama Kombet datang namun hanya membawa seorang rekan. Ia menawarkan kami bagaimana jika ada yang satu motor bertiga. Kami menolak dan meminta tambah orang satu lagi saja. Jika memang tidak ada kami memberi solusi bagaimana jika salah seorang tukang ojek bolak-balik saja. Namun usul ini ditolak. Mereka tak berani jika harus bolak-balik alasannya takut bertemu dengan harimau entah beneran atau jadi-jadian.