Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Kisah Tangisan di Bawah Pohon Ara

12 Desember 2022   09:19 Diperbarui: 12 Desember 2022   10:05 380 65

Tentang jodoh, apakah benar jodoh di tangan Tuhan? Pada senja yang diiringi rinai hujan, aku adalah seorang puan yang memandang nanar seolah menemukan sesosok jodoh. Di seberang jalan, seorang lelaki berlari kecil mencari tempat berteduh. Sementara, aku sedang menggenggam payung, tak ingin dikembangkan.

Lelaki itu ternyata berlari menuju tepat di sampingku. Karena sebuah rumah kayu tua bisa menjadi tempat berteduh. Sepertinya aku pernah mengenal lelaki itu, tapi entah di mana. Apakah pernah mampir dalam mimpi.

Aku gelisah, ingin menyapa tapi dia sedang asyik mengecek foto di kameranya.

"Saya juga hobi memotret," terpaksa menyapa duluan.
"Oh ya, coba lihat foto-fotoku ini," balasnya.

Kami mulai berdiskusi tentang fotografi, alam dan aku menyukai semua fotonya.

"Hampir malam, ayo kita pulang," ajaknya.

Aku terkesiap, pamit dan berlari dalam rinai hujan. Aku hanya ingat namanya Ara. Selain itu, aku tak tahu apa-apa. Di mana dia tinggal? Lupa kutanyakan.

Malam mulai menggoda dengan sajian mimpi. Mimpi tentang Ara, Ara, lagi-lagi Ara. Apa sih istimewanya lelaki ini? Bayangannya ingin terbuang jauh, tapi semakin hilang semakin lekat di ingatan.

Dunia ini ternyata sempit, suatu hari seorang teman mengajak melihat kegiatan lomba fotografi alam liar. Semua panitia teman lama, dan kami berbincang seru.

Sambil menenteng kamera, aku memilih menyepi, tak ingin mengganggu lomba fotografi. Aku hanya mendapatkan foto pohon, ternyata susah memotret objek bergerak seperti burung yang begitu cepat terbang atau kukang yang melompat cepat.

"Wah, ada yang kesal nih," goda seseorang. Aku seperti mengenal suara yang lembut itu. Aku menoleh, eh Ara!
"Kok ada di sini," selidikku.
"Lho, aku jadi juri hari ini," katanya.
"Ya sudah, lanjutkan tugasmu," usirku.

Dia berlalu, tersenyum sambil melambaikan tangan. Duh, senyumnya seperti sebatang cokelat di saku celana, manis.

Aku memilih menyelinap pulang. Bubarkan, buyarkan romansa picisanmu, begitu bisik di telinga. Sambil mengumamkan lagu Runaway.

And I was runnin' far away
Would I run off the world someday?
Nobody knows, nobody knows
And I was dancing in the rain


Iya, hujan selalu menjadi teman dalam kesedihan. Dalam hujan, alangkah lega meluap-luap tangis. Toh tak ada yang tahu dirimu menangis. Hanya hujan, hanya hujan yang memahami.

"Aku tahu dirimu menangis," teriak seseorang.

Aku menoleh ke belakang, kembali ada Ara. Apakah dia malaikat? Begitu cepat menyelinap datang. Ara mengambil gambar begitu cepat.

"Lihat, kamu begitu innocent, murni dalam tangis," ujarnya sambil memperlihatkan foto diriku sedang menangis.

"Hei, bidadari tidak boleh sering-sering menangis, ujarnya sambil mengecup keningku.

Aku membisu. Sebenarnya kenapa aku menangis? Sebab musabab yang tak kutemukan. Jika ingin menangis, aku akan menangis. Tangis yang tak berbunyi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun