Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Gotong Royong pada Saat Panen Padi

28 Mei 2020   10:10 Diperbarui: 28 Mei 2020   20:59 543 76
Kemarin tanggal 26 Mei 2020, setelah wajib lapor ke kantor karena hari libur lebaran yang telah selesai. Dan juga belum ada kegiatan, masih suasana lebaran, saya memutuskan  untuk berkeliling ke Danau Kerinci. Jaraknya sekitar 17 km dari pusat kota. Untunglah kamera sederhana saya masih tersimpan di tas. Dalam berkeliling ini, saya tidak mampir dirumah siapapun, tidak belanja ditoko, tidak makan siang dirumah makan juga tidak memasuki kawasan wisata. Walaupun kawasan wisata ditutup, warga tetap saja memenuhi tempat-tempat wisata. Saya benar-benar tetap menerapkan "physical distancing".

Di sepanjang jalan yang saya lalui, ternyata aktifitas warga sudah kembali seperti biasanya. Petani kembali ke sawah atau ke kebun, nelayan kembali mencari ikan, yang berdagang di pasar juga kembali menggelar dagangan. Anak-anak muda masih wara wiri dalam suasana lebaran. Mereka sepertinya tidak peduli dengan masa pandemi ini.

Petani disepanjang pinggir Danau Kerinci dalam masa panen padi. Tapi ada juga yang mulai mengolah sawah (mencangkul). Benih-benih sudah tumbuh besar dan harus segera di tanam. Kesibukan petani sangat menarik hati saya. Ketika masih kecil, saya pernah ikut kesawah dengan Bapak (alm). Pernah melihat proses dari mulai menyemai benih, mencangkuli sawah, lalu menanam benih, menyianginya, memberi pupuk dan memanen. Perputaran itu harus dilakoni petani tiap periode.

Saya melambai pada sekelompok Ibu yang memanen padi. Istilah lokalnya menyabit padi. Saya heran, kenapa tidak ada laki-laki dalam kelompok mereka. Saya memutuskan bercakap dari pinggir jalan. Ibu-ibu, piyo batino galo yang nyabit padi ? Terjemahannya, Ibu-ibu kenapa perempuan semua yang menyabit padi ? 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun