Di sepanjang jalan yang saya lalui, ternyata aktifitas warga sudah kembali seperti biasanya. Petani kembali ke sawah atau ke kebun, nelayan kembali mencari ikan, yang berdagang di pasar juga kembali menggelar dagangan. Anak-anak muda masih wara wiri dalam suasana lebaran. Mereka sepertinya tidak peduli dengan masa pandemi ini.
Petani disepanjang pinggir Danau Kerinci dalam masa panen padi. Tapi ada juga yang mulai mengolah sawah (mencangkul). Benih-benih sudah tumbuh besar dan harus segera di tanam. Kesibukan petani sangat menarik hati saya. Ketika masih kecil, saya pernah ikut kesawah dengan Bapak (alm). Pernah melihat proses dari mulai menyemai benih, mencangkuli sawah, lalu menanam benih, menyianginya, memberi pupuk dan memanen. Perputaran itu harus dilakoni petani tiap periode.
Saya melambai pada sekelompok Ibu yang memanen padi. Istilah lokalnya menyabit padi. Saya heran, kenapa tidak ada laki-laki dalam kelompok mereka. Saya memutuskan bercakap dari pinggir jalan. Ibu-ibu, piyo batino galo yang nyabit padi ? Terjemahannya, Ibu-ibu kenapa perempuan semua yang menyabit padi ?