Demam pencitraan akhir-akhir ini melanda para pejabat negara di Idnonesia. Tidak hanya terjadi pada wajah-wajah lama perpolitikan Indonesia namun juga melanda wajah-wajah baru perpolitikan Indonesia saat ini.
Pencitraan yang dilakukan tokoh-tokoh politik Indonesia melibatkan media-media besar yang ada, tentunya dengan bayaran yang besar pula. Hal ini bukan tanpa alasan, karena dengan melakukan hal ini maka hal-hal kecil menjadi hal besar, bahkan yang tak seharusnya menjadi berita tapi dibuat-buat sehingga menjadi berita yang menjadi seseorang seakan-akan sederhana, sering memperhatikan rakyat, dengan bahasa penuh kebohongan lainnya.
Hal inilah yang dilakukan oleh politisi yang baru masuk senayan dari partai yang bergambar kerbau dan bermoncong putih, PDIP Perjuangan, Adian Napitupulu. Sebagai orang yang katanya berperan dalam meruntuhkan titah orde baru, tentunya wajah Adian Napitupulu menjadi tidak asing bagi siapa saja, namun nyatanya dia tetap membutuhkan yang namanya pencitraan.
Mulai dari kata "Bajingan kalian semua" di akun twitter pribadi miliknya, menolak menginap di hotel mewah sampai dengan memakai jas murah ketika mengikuti pelantikan sebagai anggota DPR. Namun sayangnya, mungkin redaktur media, dalam hal ini KOMPAS.com mungkin masih baru dan belum begitu memahami dunia pencitraan yang sedang digelutinya yang menjadikan pencitraan menjadi lucu dan seakan menjadi pembodohan kepada rakyat.
Memanfaatkan kebiasaan rakyat Indonesia yang malas membaca, Kompas membuat judul berita dan isi berita yang bertolak belakang sehingga Adian tampak bak politisi yang merakyat dan sederhana. Padahal judul berita dan isi berita tidak nyambung sama sekali.
Mulai dari berita dengan judul "Ini alasan Adian pakai jas Rp 80.000,- di pelantikan DPR" (Baca: Ini Alasan Adian Napitupulu Pakai Jas Murah Dipelantikan DPR) yang membuat tertawa. Rasanya Adian tak perlu memberikan alasan kenapa harus menggunakan jas dengan harga Rp 80.000,- pada pelantikan. Karena memang tidak ada aturan yang mewajibkan menggunakan jas mewah pada saat pelantikan sebagai anggota DPR. Anehnya, wartawa Kompas justru membuat awalan berita bahwa Adian tak mau ambil pusing dengan aturan yang diberikan kepada anggota DPR yang baru. Jika ada anggota DPR lainnya yang membaca ini tentunya akan membuat mereka tertawa.
Kemudian berita dengan judul "Jadi anggota DPR, Adian Napitupulu tolak menginap di hotel mewah" (Baca: Jadi Anggota DPR, Adian Napitupulu Tolak Menginap di Hotel Mewah) yang lagi-lagi berasal dari media Kompas. Antara judul dan isi berita sangatlah bertolak belakang. Pencitraan seorang Adian justru sangat tampak di berita ini, dengan dikatakan menolak di hotel mewah, padahal sesungguhnya Adian Napitupulu menolak menginap karena dimintai deposit oleh pihak hotel sebesar 1 juta rupiah. Apakah karena tidak membawa uang pada saat tersebut atau justru sedang menunjukkan arogansinya pada pihak hotel sebagai anggota DPR, Adian menyebutkan "Logika saja, kami dipilih mengawasi anggaran negara ribuan triliun, mengawasi 17.000 pulau dan 200 juta lebih penduduk Indonesia. Masa pihak hotel tak percaya kami untuk urusan handuk, asbak, dan sandal hotel?", lebih parahnya wartawan Kompas justru membuat redaksi Adian mengecam aturan dari pihak hotel tersebut.
Yang seharusnya berita ini menjadi pencitraan justru mengarahkan pembaca pada fakta sebenarnya, dimana Adian merupakan orang yang tidak bisa taat pada aturan dan justru bersifat arogan dengan membanggakan dirinya sebagai anggota DPR. Bagaimana nantinya dengan aturan-aturan lainnya yang menurutnya justru merendahkan harga diri seorang anggota DPR.
Dari hal di atas, tentunya menjadi contoh yang buruk ketika melakukan pencitraan, apalagi justru dengan dana dan bahan yang sangat pas-pasan, sehingga bukan citra yang diraih justru mempertontonkan kebodohan diri sendiri kepada publik.