Di masa Orde Lama, dua Lembaga Pemberantasan Korupsi telah dibentuk. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya. Lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan dokrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi oleh kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.