Sukhoi adalah produsen pesawat asal Negeri Beruang Merah yang selama dikenal sebagai spesialis produsen pesawat militer. Sukhoi didirikan pada tahun 1930an di masa Uni Soviet. Perusahaan yang terkenal dengan jet tempurnya mempekerjakan 26.000 orang dan bermarkas di Komsomolsk, Amur. Untuk mengembalikan kejayaan industri penerbangan Rusia, Sukhoi mulai merancang sekaligus memproduksi pesawat komersil yang diberi nama Superjet 100. Pesawat ini merupakan pesawat komersil pertama yang diproduksi pasca berakhirnya era Uni Soviet. Proses desainnya dimulai sejak tahun 2000 dan mulai diproduksi sejak tahun 2007 sebanyak 6 unit. Superjet 100 yang mengudara sejak 2011 lalu juga merupakan salah satu proyek industri kebanggaan nasional Rusia. Namun, reputasi Sukhoi sebagai produsen pesawat militer tercoreng. Bak disambar petir di siang bolong, Rabu, 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan joyflight berangkat dari Lapangan Udara Halim Perdana Kusumah, Jakarta, hilang dan diduga jatuh di daerah sekitar Cidahu, area Gunung Salak.
Reputasi baik Sukhoi yang telah berpengalaman sebagai produsen pesawat selama lebih kurang 70 tahun seakan dipertanyakan kembali akibat insiden kecelakaan tersebut. Semua media nasional hingga internasional bahkan media di kampong halamannya, Rusia membahasnya sebagai hot issue sekaligus menjadi polemic. Pasca tragedy superjet 100 di Gunung Salak banyak komentar bernada mencibir terhadap Superjet 100. Hal ini bisa menjadi mimpi buruk bagi industri penerbangan Rusia.
Kutukan dari Bogor
Mengamati road map Sukhoi sampai pada tragedi Gunung Salak mengingatkan kita pada salah satu politisi Partai Demokrat. Anas Urbaningrum yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat setidaknya memliki tragedi yang memiliki alur perjalanan mirip dengan Sukhoi. Bedanya Sukhoi tersandung di Gunung Salak sedangkan Anas Urbaningrum tersangkut di Bukit Hambalang (kasus Hambalang yang sedang ditangani KPK) keduanya masih di wilayah Kabupaten Bogor hehehe.. Apakah ini kutukan dari Bogor??? Silakan pembaca yang budiman menyimpulkannya sendiri-sendiri.
Sedikit banyak terdapat persamaan antara pesawat Sukhoi Superjet100 dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Keduanya sama-sama dibangggakan dan dielu-elukan melalui prestasinya masing-masing. Shukoi berpengalaman pada industri penerbangan militer namun tidak berpengalaman pada bidang industri penerbangan komersil sedangkan Anas Urbaningrum kita ketahui bersama berpengalaman dalam memimpin organisasi kemahasiswaan skala nasional namun belum dapat dikatakan berpengalaman dalam mengelola sebuah partai politik.
Tinggal Harapan
Anas Urbaningrum adalah politisi muda potensial. Usianya masih di bawah 50 tahun, berperilaku santun, dingin, dan memiliki popularitas. Anas jadi pertaruhan dan harapan (bagi politisi muda). Namun, apa yang telah marak diberitakan oleh media tentang keterlibatannya dalam korupsi Hambalang menjadi preseden buruk bagi politisi muda yang lain. Dengan apa yang dialami Anas ini, praktis membuat masyarakat meragukan integritas dan moralitas politisi muda sekaligus kepemimpinan muda. Masyarakat akan menyimpulkan “tua-muda sama saja ga bedanya”. Kita tidak pernah tahu motif apa yang sebenarnya membuat Anas Urbaningrum melakukan kejahatan maha haram itu. Apakah “corruption by need” (karena butuh) atau “corruption by greed” (karena serakah). Setidaknya apa yang dikatakan Lord Acton masih relevan “power tend to corrupt, absolute power corrupt absolutely”
Untuk merehabilitasi nama baik politisi muda dan generasi muda pada umumnya, ada baiknya Anas Urbaningrum mengundurkan diri dari jabatannya atau bahkan mengakuinya seandainya sikap ksatria itu masih ada tersisa, niscaya masyarakat akan mengampuni dan memakluminya serta menjadi teladan bagi yang lain.
Kita tahu dan paham semua politisi pandai beretorika, yang diharapkan generasi muda bukannya menampik tuduhan dengan bersumpah serapah "siap digantung di Tugu Monas" namun yang ditunggu-tunggu adalah sebuah pembuktian dan pembuktian, bukan retorika. Salam Kompasiana…
Turut Berduka cita untuk keluarga korban tragedi Sukhoi Superjet 100