Hujan seketika menyapa ketandusan rasa yang kian hampa...
Menelisik masuk hingga permukaan rasa...
Membasahi setiap dedaunan jiwa hingga mampu membuatnya merona...
Begitulah hujan,ia datang semerbak mawar yang mempunyai ciri utama.Hujan datang dengan aroma harum disetiap tetesannya.Mendramatisir terjadinya bongkahan-bongkahan awan putih,hingga menjadi awan hitam tak bercahaya.Terkadang ia datang dengan kisah berbeda-beda.Hujan datang kapan saja.Ketika itu mentari sedang teriknya menyinari.Mentari tak pernah mengira bahwa hujan akan berkunjung.Tiba-tiba hujan datang dengan bermiliar-miliar rinainya,dan mentari tak mampu menolaknya.Hujan pun beriringan turun ke dasar bumi dengan berirama.Mentari tak ingin kalah,ia pun tetap memberikan sinar meskipun tak selaras.
Apa yang membuatnya romantis??
Ketika itu ada seseorang yang sangat lama berteduh dibawah langit beralaskan hujan.Ia mampu bertahan lebih lama tanpa pelindung tubuh yang memadai dan ia tidak mencari tempat yang lebih nyaman agar tidak basah.
Kenapa ia mampu?
Karena ia sungguh-sungguh dan merelakan sepenuh hati dan pikirannya menerima segala macam resiko yang akan dilaluinya.Ia sudah tak peduli dengan kondisi fisiknya lagi.Hanya ada hati dan pikiran yang bersinergi ramah menyambut dekapan sebuah romantisme hujan.
Kenapa ia memilih hal sebaliknya.Ia justru menjemput hujan lalu menjadikan dirinya sendiri sebagai wadah untuk melepas segala kepenatan yang melanda.Ia tak terlihat gundah saat itu.Hanya ada satu raut wajah yang menerima segalanya asalkan ia bersama "hujan".Sebuah egoisme persuasi yang lebih mendamaikan alunan emosi dibandingkan akar masalahnya.
Seseorang mengatakan seperti ini :
Pada hujan aku mampu menangis hingga tak ada satu orangpun yang tau.
agar tak terlihat mataku meneteskan air diantara ribuan air yang menghujani tubuhku...
Agar siapapun tak pernah melihatku bersedih...
karena saat hujan berhenti menyirami...
bersamaan itu pula air dari sudut mataku yang bening tak lagi menetes...