Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

The Assassins

30 Desember 2010   06:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:12 128 0
Mungkin kebanyakan orang sudah sering menyaksikan cerita komplotan pembunuh di film-film yang bereda bebas. Namun pernahkah anda menyadari bahwa sebenarnya pernah ada sebuah komplotan pembunuh yang terorganisir sedemikian rupa dengan kekuatan yang tidak terkalahkan pada masanya? Sebagian dari anda mungkin pernah membaca buku tentang hal-hal seperti ini namun mungkin sebagiannya lagi belum pernah.

Pada pertengahan abad ke 12, di Syria terdapat sebuah kelompok rahasia penghisap ganja. Dengan struktur yang rapi dan cara-cara kekerasan mereka berusaha menjatuhkan kekuasaan Islam pada masanya. Mereka juga membangun jaringan bawah tanah beserta para intelejennya.

Sebelumnya, kelompok Assassins ini disebut Nizariyah. Karena, mereka berusaha mengembalikan Pangeran Nizar al-Toyyib ke tahta kekuasaan Mesir. Nizariyah yakin bahwa Pangeran Nizar al-Toyyib adalah reinkarnasi Nabi Ismail as. Setelah berkali-kali gagal dan menemui jalan buntu karena salah memilih pemimpin akhirnya mereka memilih pemimpin baru sendiri.

mereka mereorientasi sistem dalam tubuh organisasi dan beraksi dengan cara yang jauh berbeda dari sebelumnya. Kali ini mereka menyalah artikan dan menyalah gunakan akidah Islam mengenai Imam Mahdi. Dengan dalih mempersiapkan kedatangan Imam Mahdi, mereka melakukan serangan bawah tanah kepada pihak-pihak yang dianggap musuh.

Sangat jelas mereka melanggar syariah Islam. Misalnya, mereka membuat hak khusus bagi para pemimpin mereka untuk dapat meminum anggur hingga mabuk, menghisap ganja hingga teler, dan bahkan membunuh umat Islam lainnya dengan dalih jihad. Moto mereka adalah Tak ada larangan! Semua halal!

Setelah didakwa bersalah dan sesat, kelompok ini pindah dari Mesir ke Syria. Di sanalah mereka disebut kelompok Hashshasin yang kemudian di konversi oleh bahasa Inggris menjadi Assassins, artinya "para pembunuh".

Pemimpin baru mereka yang bernama Hasan bin Sabah merekrut para pemuda di kota dengan cara membius mereka lalu kemudian membawa mereka kedalam markas besar Assassins di Lembah Alamut yang juga disebut sebagai "surga dunia". Setelah sadar, para pemuda tersebut disajikan dengan pemandangan didalam istana yang benar-benar indah, segala fasilitas yang sangat menggiurkan, dan juga doktrin-doktrin yang dapat merubah mereka dari sifat asli.

Dalam bukunya The History of the Assassins, Amin Maluf menjelaskan bahwa Hasan bin Sabah adalah seorang master budaya dan penyair yang menguasai sains moderen. Dalam mendoktrin para anggota barunya, dia menggunakan seni menipu (Art of Imposture). Setelah terdoktrin, muridnya bisa menjadi sangat loyal kepadanya.

Kelompok Assassins bukan hanya mahir membunuh dengan belati tapi juga menguasai berbagai bahasa. Dalam menjalankan tugasnya, mereka sering kali menyamar dan berbaur dalam masyarakat. Selain itu, mereka juga menggunakan kata sandi dalam setiap misinya. Ketika ditanya "Dari mana asalmu?" mereka akan menjawab "Dari surga". Setelah dipastikan, instruksi dimandatkan, "Bunuhlah fulan/fulanah. Setelah berhasil, kau akan kembali menghuni surga. Jemputlah kematian! Karena para malaikat tak sabar mengangkatmu ke surga."

Pengaruh kelompok ini tersebar di seluruh dunia hingga abad ke 13. Setelah Hasan bin Sabah terbunuh oleh anaknya sendiri Muhammad. Mereka mulai melemah dan disusul oleh pengambila alihan Benteng Alamut oleh Penjajah Mongol pada tahun 1256 yang mengakhiri riwayat The Assassins.

Lalu pada awal abad ke 16, pertahanan terakhir The Assassins di Syria dihancurkan oleh pemerintahan Ottoman yang berkuasa. Perubahan besar tersebut membuat dinasti pemimpin Nizariyah Ismailiyah memoderenisasi organisasinya. Kemudian mereka menghapus citra 'pembunuh' dan mensyaratkan toleransi kepada seluruh umat manusia sebagai lanskap kegiatannya dan melaksanakan perintah Al-Qur'an.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun