Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Ujian Nasional! Lagi-lagi Ujian Nasional!

3 Maret 2010   14:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:38 132 0
22 Maret 2010, kembali menjadi hari yang menakutkan bagi siswa SMA. Hari itu adalah hari pertama Ujian Nasional (UN). kembali pemerintah memaksakan kehendak untuk melaksanakan UN, walaupun masih mendapat tentangan dari berbagai pihak, pemerintah bergeming, proyek harus jalan terus. Kembali siswa dan orangtua siswa mulai diliputi H2C (harap-harap cemas). Macam-macam alasan dikemukakan oleh pemerintah untuk tetap melaksanakan UN. Selanjutnya, seperti bisa di tebak, pemerinbtah selalu membanding-bandingkan dengan berbagai negara tetangga yang katanya mempunyai nilai standar kelulusan yang sudah tinggi. Kenapa sih kita tidak pernah bisa melihat kenyataan yang sesungguhnya? mau dibandingkan dengan Siangapura? Apakah negara tetangga ini punya sekolah yang berlantai tanah, beratap seng bocor, berdinding gedek? Apakah negara tetangga ini punya sekolah yang gurunya 2 orang untuk 100 siswa? Apakah negara tetangga ini punya guru yang datang ke sekolah 2-3 minggu sekali (karena susahnya transportasi, beratnya medan yang mesti dilalui)? Atau pemerintah membandingkan dengan Malaysia, yang katanya standar kelulusannya sudah mencapai 8,00. Apakah Malaysia punya sekolah-sekolah "unggulan" seperti yang sudah disebutkan tadi?
Pemerintah bergeming! Proyek harus jalan terus!
Standar nilai kelulusan sudah ditetapkan pemerintah. Nilai rata-rata minimal 5,50. Pemerintah menutup mata terhadap kenyataan dilapangan. Membandingkan sekolah-sekolah di Jakarta (Jawa) dengan sekolah-sekolah yang ada di pedalaman Papua tentu tidak masuk akal! Bagaimana mau menyamakan nilai standar kelulusan dengan sekolah yang gurunya serba merangkap. Rangkap jabatan, rangkap bidang studi, rangkap kelas, tapi tidak rangkap gaji (malah sering telat). Belum lagi ketemu yang guru relawan, guru honor (yang selalu menuntut untuk diangkat jadi pegawai negeri), mereka mesti mengajar di dua sampai tiga kelas yang berbeda pada jam pelajaran yang sama. Materi apa yang dapat di terima oleh peserta didik dengan keadaan seperti itu?
Tapi, pemerintah bergeming! UN harus tetap jalan!
Sekolah-sekolah sibuk mengadakan les, jam tambahan, belajar kelompok, pengayaan, atau apalah namanya itu. Semua sibuk membahas soal-soal tahun-tahun sebelumnya. Pelajaran lain yang tidak ikut di-UN-kan (untuk sementara) ditinggalkan. Sekolah tiga tahun ditentukan hanya 3 hari UN. Ironis!!
Pemerintah mengatakan nilai UN bukanlah satu-satunya penentu standar kelulusan! Ini seperti asap ditiup angin. Setiap tahun menjelang UN pemrintah selalu mengatakan seperti ini, tapi buktinya, pengumuman hasil UN adalah pengumuman kelulusan yang sesungguhnya. Siswa sudah mempersiapkan diri dengan berbagai "atribut" pengumuman kelulusan. Sudah tradisi! Padahal masih terdapat nilai UAS (Ujian Akhir Sekolah, ujian bidang studi yang tidak masuk UN), tapi siapa yang peduli dengan nilai UAS. SUDAH PASTI LULUS kalau cuma nilai UAS, sih....Siapa yang peduli dengan nilai praktek Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan nilai-nilai praktek lainnya. Gak ngaruh...! Yang penting nilai nilai UN memenuhi standar. Tidak mendapat nilai tinggi, tidak mengapa, yang penting lulus! AKhirnya ke sekolah cuma untuk mempersiapkan LULUS UN! Titik. Hal ini terjadi mulai dari tingkat SD, SMP, sampai SMA. Inikah pendidikan Indonesia? Ke sekolah cuma untuk mempersiapkan UN?
Daripada repot-repot mempersiapkan UN, toh akhirnya siswa tidak mungkin "jalan sendiri" mengerjakan soal-soal UN, akhirnya ketemulah jalan pintas. Guru "ikut" UN. Rahasia umum!! Dimana-mana guru harus "ikut" turun tangan (walau masih banyak guru yang menentang ketidakjujuran ini). Guru bidang studi tidak dimasukkan dalam jadwal pengawas silang. Malah kadang-kadang staf TU yang dimasukkan dalam jadwal pengawas. Guru bidang studi harus standby di sekolah, bersiap-siap menjawab soal-soal UN. Selanjutnya bisa ditebak mutu lulusan SMA kita.
Tapi, pemerintah bergeming, UN harus tetap jalan!!
Akan dibawa kemana bangsa ini dengan sikap guru seperti itu? Akan dibawa kemana bangsa ini dengan lulusan seperti itu? Tolonglah, dengarkan suara rakyat. Perbaikilah dulu infrastruktur sekolah-sekolah kita. Tingkatkan dululah mutu guru-guru kita. Guru-guru yang ikut pelatihan jangan yang itu-itu saja. Marilah kita perbaiki sarana dan prasaran pendidikan kita. Jangan ada lagi sekolah digusur untuk diganti dengan pusat-pusat perbelanjaan. Jangan ada lagi sekolah roboh karena dana rehabnya menguap entah kemana. Kalau sudah bagus semua bolehlah kita bicara tentang standar mutu pendidikan Indonesia. Merdeka!!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun