Amerika Serikat yang memiliki kepentingan besar terhadap Ukraina dan juga dicurigai terlibat dalam revolusi Maidan di tahun 2014 tentu saja tidak tinggal diam. Amerika Serikat tidak akan merelakan Ukraina yang sudah menjadi bonekanya untuk direbut kembali oleh Rusia. Langkah agresif Amerika Serikat yang dalam hal ini menunggangi NATO dan berusaha menarik negara-negara Eropa dalam konflik dengan Rusia menjadi strategi yang dipilih Amerika Serikat dalam melawan Rusia. NATO yang merupakan kepanjangan tangan dari Amerika Serikat ini berusaha mengajak Ukraina menjadi anggota NATO. Dengan bergabungnya Ukraina dengan NATO, tentu saja akan memudahkan Amerika Serikat untuk menekan Rusia dan membuat Rusia tak berkutik dan harus ikut apa kata Amerika Serikat ketika terlibat suatu permasalahan. Jika Ukraina bergabung dengan NATO, akan dipastikan Rusia akan terancam secara militer dimana di depan rumah mereka sudah ada senjata yang di arahkan kepada Moskow ketika  Moskow membuka pintu. Rusia yang notabene adalah negara dengan sejarah panjang dan merupakan salah satu kekuatan militer terkuat dunia, tidak akan menempatkan diri mereka dalam ketidak berdayaan. Ancaman keamanan yang masif bila Ukraina gabung NATO tentu saja sedini mungkin akan di cegah oleh Moskow dengan biaya apapun, termasuk melakukan strategi ofensif terlebih dahulu ke Ukraina. Ukraina sendiri memliki reaktor-reaktor nuklir besar yang bisa dimanfaatkan bilamana mereka bergabung dengan NATO. Reaktor nuklir seperti Chernobyl bahkan reaktor nuklir terbesar di Eropa yaitu Zaporizhzhia merupakan fasilitas yang bisa dimanfaatkan NATO bila Ukraina bergabung. Sehingga, Moskow merasa tidak aman dengan hal tersebut dan tentu saja terancam oleh nuklir bilamana Ukraina bergabung dengan NATO. Hal inilah yang membuat Rusia terpaksa melakukan demiliterisasi ke Ukraina dengan segala biaya yang ditanggungnya pada 22 Februari 2022 hingga sekarang.