Mentari kian meninggi, itu berarti uang harus dia cari demi sesuap nasi. Berjalan telusuri jalan-jalan, meskipun dengan sisa-sisa tenaganya. Yang ada dalam pikirannya hanya ingin makan, makan dan makan. Dia bersenandung meminta belas kasihan. Berharap orang akan mengerti akan perut kosongnya.
Ketika anak-anak lain dengan nyamannya duduk di bangku sekolah. Namun dia harus mencari uang, demi sesuap nasi. Tak peduli terik matahari yang kian menyengat. Tak peduli juga wajahnya penuh debu dan berapa tetes peluh mengucur ditubuhnya. Yang terpenting buat dia hanyalah, bagaimana menyambung nyawanya. Miris sekali. Dia juga punya mimpi, mimpi untuk bisa jadi lebih baik dari keadaannya hari ini.
Dan kejadian ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya melainkan di seluruh penjuru Indonesia, sungguh sangat ironis. Dan yang lebih menyedihkan lagi mereka melakukan itu semua karena perintah orang tua. Mereka melakukan itu karena alasan ekonomi yang seharusnya tidak menjadi beban mereka. Disamping sekedar mencari nafkah untuk belanja sehari-hari, mereka juga ada yang dipekerjakan sebagai tulang punggung keluarga oleh orang tuanya. Akan tetapi ada juga yang benar-benar mencari nafkah untuk membiayai sekolahnya karena orang tua hidup di bawah garis kemiskinan.
Sungguh betapa Indonesia kurang begitu memperhatikan nasib rakyatnya. Banyak sekali anak-anak kecil dibawah umur yang dieksplotasi tenaganya. Seharusnya mereka tidak berada dijalanan yang bahaya setiap waktu mengintai mereka. Salah satunya adalah intimidasi dan kekerasan dari orang-orang yang jauh lebih dewasa. Bahkan kemungkinan tindakan pelecehan seksual yang berujung pada kematian.