Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mobil Murah vs Transportasi Massal: Masalah Gaya Hidup

15 September 2013   11:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:52 835 8
Beberapa hari lalu saya sempat berdiskusi dengan professor di Jepang tentang masalah kemacetan di Indonesia, juga tentang kebijakan apa yang diambil pemerintah Indonesia untuk mengatasi kemacetan yang semakin parah. Sang professor juga heran dengan kebijakan mobil murah yang baru diberlakukan oleh pemerintah Indonesia. Menurutnya itu sangat kontrap[roduktif dengan usaha mengurangi kemacetan di Indonesia. Saya juga menambahkan, bahwa selain masalah kemacetan, juga konsumsi bahan bakar minyak yang bersubsidi di Indonesia juga merupakan masalah yang membebani  APBN  Indonesia, dan dengan banyaknya mobil murah maka kemungkinan besar konsumsi BBM bersubsidi jua akan semakin meningkat. Walau pun saya dengar ada aturan untuk mobil Low Cost Green Car (LCGC) harus memakai BBM non subsidi. Sempat juga kami berdiskusi tentang preferensi masyarakat Indonesia dalam menggunakan trasmporatsi massal, dan menurut saya, selain masalah kultural dan paradigma berpikir, juga masalah teknis menjadi salah satu faktor mengapa transportasi massal tidak menjadi moda angkutan yang populer seperti di negara-negara maju. Kendala teknis adalah ketidakcukupan kapasitas angkutan masal dan frekuensi keberangkatan dari setiap stasiun untuk setiap jalur/rute. Dan yang paling utama adalah ketidakpastian waktu keberangkatan dan kedatangan yang sering terjadi. Berbeda dengan jadwal kereta di Jepang, dalam jam-jam sibuk untuk rute yang sama frekuensi keberangkatan kereta bisa setiap 5 menit dengan jumlah gerbong yang memadai. Tidak perlu dulu mengikuti kenyamanan seperti kereta-kereta di Jepang, cukup dengan menambah kapasitas dan frekuensi keberangkatan kereta, akan bisa meningktakan preferensi masyarakat menggunakan transporatsi massal seperti kereta dan subway.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun