Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Naive

29 Oktober 2009   05:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:30 349 1
[caption id="attachment_115269" align="alignleft" width="299" caption="http://ebook30.com/magazine/comics/151393/the-naive-virgin.html"][/caption] Saat mudik liburan lebaran ke Indonesia, untuk pertama kalinya saya menyaksikan acara Take Me Out di salah satu stasiun TV Indonesia. Dalam acara tersebut banyak di antara peserta yang sangat menarik, cantik, muda, cerdas, dan punya pekerjaan yang mapan. Salah satu peserta yang saya perhatikan adalah seorang dokter wanita berusia 26 tahun , cantik dan belum pernah pacaran. Lalu teman saya berkomentar spontan tentang status si dokter cantik tersebut yang belum pernah pacaran. Kata teman saya, yang juga seorang dokter, "KASIHAN" banget, diumur segitu kok belum pernah pacaran. Teman saya bilang, si dokter itu perlu diajarkan gimana pacaran karena mungkin dulu waktu kuliah kerjanya hanya belajar saja. Teman saya sebagai wanita yang sudah sering pacaran dan gonta ganti pacar serta merasa bangga karena sudah biasa berciuman dengan mantan-mantan pacarnya, menganggap bahwa orang yang belum pernah pacaran perlu dikasihani dan diajari (dianggap salah?). Apakah status belum pernah pacaran perlu dikasihani?. Bukankah itu adalah masalah pilihan. Banyak orang yang sebenarnya sangat mudah untuk mendapatkan pacar, tapi memilih untuk tidak berpacaran karena memegang prinsip-prinsip tertentu. Apakah orang yang belum pernah pacaran dan belum pernah berciuman dengan yang bukan muhrimnya di usia yang cukup dewasa harus dianggap naïf. Bisa saja mereka tidak mau melakukan hal itu karena ingin tetap istiqomah dengan ajaran agama yang mereka anut.Bukankah justru sebaliknya, orang yang sering gonta ganti pacar itu yang harus dikasihani, yang tak ada bedanya dengan "piala bergilir", dari pacar yang satu digilir ke pacar yang lainnya, apalagi kalau dengan mantan-mantan pacarnya sudah melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, seperti perbuatan-perbuatan yang mendekati zina, atau malah sudah melakukan zina. Saya menghargai pilihan orang lain, karena itu hak mereka untuk menentukan pilihannya dan tentu harus siap dengan konsekuensi pilihannya, entah dia mau memilih gonta ganti pacar atau memilih tidak berpacaran dan langsung menikah. Tapi saya menjadi terusik, ketika seseorang memilih sesuatu yang berbeda, lalu orang itu dianggap naïf, perlu dikasihani, oleh mereka yang suka gonta ganti pacar, dan seolah-olah untuk gonta ganti pacar , bereksperimen mencari pasangan yang cocok adalah pilihan yang lebih baik sehingga harus "diajarkan" kepada orang yang memilih untuk tidak pacaran. Dunia makin aneh, orang yang mencoba untuk konsisten dan istiqomah dengan aturan agama yang telah dipilihnya malah dianggap kuno, naïf, ketinggalan zaman, perlu dikasihani, bahkan dianggap "bodoh" atau "salah" sehingga perlu "diajari"?. Jadi ingat salah satu scene dalam film Kiamat Sudah Dekat, ketika Sarah, anak Pak Haji diledekin oleh temannya karena belum pernah berpacaran. Temannya tersebut merasa lebih "hebat" dan bangga karena bisa berpacaran gaya bebas dengan cowoknya dan mengolok-olok si Sarah, "Kemana saja selama ini?". "Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita wanita-wanita mengolok-olokan wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)."(QS 49 : 11) http://faridm88.multiply.com/journal/item/90/NAIVE_ http://faridm88.multiply.com/journal/item/37/SI_JOMBLO Farid

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun