aku kerap diusik gelisah.
di dalam lorong sunyi,
tak jarang aku tertawa geli.
di setiap sorot matamu,
hanya kudapat semu; tak ada aku.
namun, dengan yakin aku terus menari.
walau hanya seorang diri.
kau yang gagah senantiasa kudamba
sesekali tengok aku, dengan sorot iba?
tak mengapa.
matamu, berbinar layak bulan di tengah gulita
senyummu, sehangat rengkuh pujangga
tawamu, berdesir pada setiap relung jiwa
dan isakmu yang terdengar kala malam tiba,
berhasil mencabik hatiku yang renta.
jikalau semesta tak berpihak,
biarlah kusimpan bayang semumu di antara sesak.
jikalau jiwa ini kembali terlahir,
dengan sungguh akan kuburu jiwamu hingga akhir.