Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Menggugat Feminisme dalam Rumah Tangga

24 November 2011   13:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:15 420 2
[caption id="attachment_151482" align="aligncenter" width="309" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah hal yang asing bagi wanita. Saking seringnya terjadi di sekitar kita, akhirnya bukan jadi isu yang penting dan dianggap sebagai agenda yang perlu diselesaikan oleh kita bersama dan menguap begitu saja secepat gosip-gosip artis yang melintas di televisi kita.. dangkal dan sekilas. Masyarakat menganggap kekerasan dalam rumah tangga sudah terjadi jika sudah ada bukti secara fisik yang dapat dirasakan oleh panca indra, padahal jika masyarakat mau kritis, kekerasan rumah tangga lebih dari sekadar luka fisik saja namun termasuk luka secara batiniah yang dirasakan oleh si korban yang notabene sulit diobati dan mungkin saja meninggalkan trauma yang cukup dalam dan bisa saja menganggu kehidupan korban di masa yang akan datang. Konstruksi ini dibangun bertahun-tahun atau mungkin berabad-abad yang lalu sehingga sulit untuk menrubah opini masyarakat apalagi merubah tatanan sosial yang ada. Tapi saya pikir, wanita sudah tidak bodoh lagi, sejalan dengan perkembangan emansipasi wanita saat ini, banyak wanita yang cerdas mensiasati 'the unfavourable condition' , berusaha untuk kritis memandang kondisi sebagai tantangan yang 'ngegemesin' dengan cara yang elegant tentunya. Salah satunya adalah keputusan untuk terus belajar baik secara formal atau pun non formal dengan harapan bahwa pendidikan akan membawa angin baru di kehidupan keluarganya atau generasi setelahnya (anak). Pendidikan tidak hanya akan menaikan prestise individu di masyarakat, namun membawa wawasan bagi pelakunya untuk berfikir lebih lebar dan belajar untuk melihat dirinya sebagai pribadi di luar 'kotak'. Dengan demikian diharapkan akan tumbuh kredibilitas yang inherent dan menciptakan nilai plus bagi si empunya yang pasti akan bersifat positif baik dari dalam mau pun luar lingkungan keluarga Cara lainnya adalah keputusan untuk tetap bekerja dan berpenghasilan, sama, baik secara formal (sebagai wanita karir) atau non formal (wiraswasta). Sudah terbukti, selama ini bahwa wanita memiliki kekuatan luar biasa di dunia UKM (yang notabene tidak tergoyahkan selama krisis moneter), artinya wanita memiliki potensi luar biasa sebagai pendukung finansial keluarga. Efek dari mandiri secara finansial, biasanya para wanita-notaben eistri- memiliki bargain power yang cukup besar dalam menuntut peranan dalam keluarga dengan porsi yang layak, bukan sekedar pendengar, pembantu, penghabis uang :) Feminisme tidak selalu harus bersifat radikal atau ekstrem, yang kadangkala membuat kita mengerutkan dahi atau mengusap dada. Feminisme bisa kita lakukan dengan gerilya, menyusup ke nadi-nadi tatanan sosial, merubahnya secara perlahan tanpa merusaknya. Yang penting tujuan dari feminisme itu terwujud: membebaskan wanita dari ketertindasan baik sebagai konstruksi biologis mau pun gender *Ini tulisan saya, setelah sekian lama mati suri...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun