Empati menjadi fundamental dalam asuhan keperawatan karena mampu menciptakan hubungan terapeutik yang efektif, yang secara signifikan berkontribusi terhadap proses penyembuhan pasien. Penelitian oleh Butarbutar dan Fathi tahun 2018 menunjukkan bahwa perawat pada ruang rawat inap Rindu A dan Rindu B di RSUP H. Adam Malik Medan, memiliki tingkat empati yang baik dapat lebih efektif dalam menggali permasalahan pasien, memberikan respon yang tepat terhadap emosional yang dialami pasien, dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan secara keseluruhan. Dengan mendengarkan keluhan pasien dengan tulus dan sabar, serta menghormati mereka, perawat tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik pasien, tetapi juga kebutuhan psikologis, yang pada akhirnya dapat mengurangi ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima.
Menurut kode etik keperawatan, perawat harus menjaga keseimbangan antara empati dan batasan profesional untuk menghindari pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh emosi pribadi (American Nurses Association, 2015). Jika empati yang dimiliki perawat terlalu mendalam, hal ini dapat berdampak negatif pada profesionalisme mereka, karena keterlibatan emosional yang berlebihan dapat mengaburkan objektivitas dalam pengambilan keputusan klinis. Juniarta et al. (2023) menjelaskan bahwa meskipun empati memungkinkan perawat untuk memahami perspektif pasien secara mendalam, keterlibatan emosional yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko compassion fatigue atau kelelahan emosional. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan perawat, tetapi juga mengganggu kemampuan mereka untuk memberikan perawatan yang efektif dan konsisten. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara empati dan batasan profesional agar perawat dapat menjaga kualitas perawatan tanpa mengorbankan kesehatan emosional mereka sendiri.
Kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh empati perawat yang diterapkan dengan benar. Zyaskia Monika (2021) mengatakan bahwa perawat dapat membuat pasien nyaman dan lebih bahagia dengan mendengarkan keluhan mereka dengan tulus, memahami kebutuhan mereka, dan memberikan perhatian penuh. Namun, penting bagi perawat untuk mempertahankan profesionalisme mereka agar empati mereka tidak mengurangi kejujuran mereka saat membuat keputusan. Dengan mengelola empati secara bijak, perawat dapat melakukan tugasnya dengan baik tanpa terjebak dalam kelelahan emosional, yang berisiko menurunkan kualitas pelayanan keperawatan.
Pada akhirnya, memiliki keseimbangan antara empati dan profesionalisme adalah kunci untuk pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi. Empati memungkinkan perawat memiliki hubungan yang intim dengan pasien, sedangkan profesionalisme memastikan bahwa keputusan klinis dibuat dengan cara yang adil dan standar. Pasien akan mendapatkan pelayanan medis terbaik dan merasa dihargai secara emosional ketika kedua komponen ini berjalan selaras. Oleh karena itu, untuk memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berpusat pada pasien, perawat harus terus mengembangkan kemampuan empati mereka dan tetap memegang prinsip profesionalisme.
Referensi: